Lembaga Sensor Internet Indonesia - Siaran Pers Kementerian Kominfo dengan NO. 22/PIH/KOMINFO/2/2010 mengenai Sikap Kementerian Kominfo Dalam Menyikapi Peningkatan Maraknya Penyalah-Gunaan Layanan Internet yang juga dirilis melalui situs postel.go.id tertanggal 11 Februari 2010 dianggap oleh sebagian besar masyarakat dan termasuk bapak blogger Indonesia Enda Nasution sebagai upaya pemerintah untuk menghadirkan sebuah badan Lembaga Sensor Internet di Indonesia.
Seperti tulisan Enda Nasution di situs Politikana dengan judul "Selamat Datang Lembaga Sensor Internet Indonesia", bahwa Rancangan Peraturan Menteri tentang internet ini perlu ditolak keberadaannya.
Adapun hal-hal yang perlu dicermati dalam Rancangan Peraturan Menteri ini yang dianggap oleh Enda Nasution dalam tulisannya sebagai dasar untuk penolakannya antara lain:
Penyelenggara (penyedia layanan berbasis Teknologi Informasi), termasuk diantaranya POLITIKANA, penyedia layanan blogging, online media yang, aplikasi Web 2.0 lainnya, akan dikenakan sanksi administratif diluar sanksi pidana jika tidak mengikuti PERINTAH diatas berupa teguran tertulis, denda administratif, pembatasan kegiatan usaha, dan/atau PENCABUTAN IZIN
Penyelenggara juga diwajibkan untuk melakukan PELAPORAN TAHUNAN yang dilaporkan pada Direktur Jendral (pasal 18 ayat 1) dan terakhir peraturan menteri ini haruslah DITEMPELKAN oleh penyelenggara dan diwajibkan untuk dibaca oleh semua penggunanya.
Sebagai perbandingan (walau tidak persis) di dalam dunia penyiaran lembaga berfungsi sama adalah Komisi Penyiaran Indonesia, sedang di dunia Media adalah Dewan Pers, keduanya menerima laporan pengaduan dan keluhan masyarakat akan konten, tapi keduanya TIDAK MEMILIKI WEWENANG UNTUK MENJATUHKAN SANKSI apalagi HINGGA MENCABUT IZIN dari penyelenggara.
Seperti tulisan Enda Nasution di situs Politikana dengan judul "Selamat Datang Lembaga Sensor Internet Indonesia", bahwa Rancangan Peraturan Menteri tentang internet ini perlu ditolak keberadaannya.
Adapun hal-hal yang perlu dicermati dalam Rancangan Peraturan Menteri ini yang dianggap oleh Enda Nasution dalam tulisannya sebagai dasar untuk penolakannya antara lain:
1. Rancangan Peraturan Mentri ini sangat bersifat REPRESIF dan mengekang dinamika dan kebebasan berpendapat dan berekspresi di InternetEnda juga menulis tentang Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Konten Multimedia, khususnya pada pasal Pasal 22, dimana pada pasal ini terdiri dari dua ayat, diantaranya adalah:
2. TIM KONTEN MULTIMEDIA akan bertindak sebagai sebuah lembaga sensor internet dengan kekuatan untuk menentukan apa yang DILARANG dan apa yang TIDAK DILARANG di Internet
3. Masih banyak definisi yang terlalu luas dan tidak spesifik dalam Rancangan Peraturan Menteri tersebut, terutama tentang PENYELENGGARA dan keberadaannya
(1) Tim Konten Multimedia ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan jumlah anggota paling banyak 30 (tiga puluh) orang dan masa kerja 1 (satu) tahun.Dengan pasal tersebut, maka akan ada sebuah TIM yang terbentuk, dengan tugas dan wewenang sebagai berikut:
(2) Tim Konten Multimedia dipimpin oleh seorang Ketua yang dijabat oleh Direktur Jenderal.
1. Menerima laporan/pengaduan terhadap adanya KONTEN YANG DILARANG (pasal 21)
2. Memeriksa konten yang dicurigai sebagai KONTEN TERLARANG (pasal 21)
3. Memerintahkan PENGGUNA untuk menghentikan kegiatan pembuatan, pemuatan, pentransmisian, pengumuman, dan/atau penyimpanan Konten dan menghapus Konten yang dimaksud (pasal 28)
4. Melakukan PENGHAMBATAN akses pada Konten yang dimaksud (apakah ini maksudnya BLOKIR?) (pasal 28)Dan dari penemuan oleh TIM yang terbentuk diatas, maka akan dibuat rancangan Sanksi bagi yang melanggarnya, diantara Sanksi tersebut, dapat berupa:
5. Memerintahkan PENYELENGGARA MEM-BLOCK konten yang dilarang (pasal 29)
6. Menjatuhkan SANKSI pada PENYELENGGARA yang lalai atau sengaja mengikuti perintah block di atas (pasal 29)
Penyelenggara (penyedia layanan berbasis Teknologi Informasi), termasuk diantaranya POLITIKANA, penyedia layanan blogging, online media yang, aplikasi Web 2.0 lainnya, akan dikenakan sanksi administratif diluar sanksi pidana jika tidak mengikuti PERINTAH diatas berupa teguran tertulis, denda administratif, pembatasan kegiatan usaha, dan/atau PENCABUTAN IZIN
Penyelenggara juga diwajibkan untuk melakukan PELAPORAN TAHUNAN yang dilaporkan pada Direktur Jendral (pasal 18 ayat 1) dan terakhir peraturan menteri ini haruslah DITEMPELKAN oleh penyelenggara dan diwajibkan untuk dibaca oleh semua penggunanya.
Sebagai perbandingan (walau tidak persis) di dalam dunia penyiaran lembaga berfungsi sama adalah Komisi Penyiaran Indonesia, sedang di dunia Media adalah Dewan Pers, keduanya menerima laporan pengaduan dan keluhan masyarakat akan konten, tapi keduanya TIDAK MEMILIKI WEWENANG UNTUK MENJATUHKAN SANKSI apalagi HINGGA MENCABUT IZIN dari penyelenggara.
1 komentar :
seepp!! setuju deh..
nah klo ada wadahnya gne kan enak, jadi penggunaan layanan internet bisa dikontrol sehingga masyarakat juga tidak sembarangan lagi baik berpendapat maupun pembuatan akun yg bersifat negatif.
Posting Komentar