SIAPA bilang pekerjaan caddy atau pemandu permainan golf itu gampang? Apakah hanya bermodalkan fisik yang bagus dan sedikit "centil" bisa mendapatkan uang tips yang besar? Bahkan bisa menikah dengan pengusaha atau pejabat penting.
Bagi Nina (nama samaran) seorang ibu rumah tangga yang pernah menggeluti dunia itu selama tiga tahun, jadi caddy itu tidak selalu enak. Tidak semua pemandu golf atau "caddy" bisa jadi "istri simpanan "para pemainnya, tidak semua seperti Rani Julianti (22), caddy padang golf Modernland, Tangerang yang namanya sedang ramai dibicarakan di berita belakangan ini terkait kasus pembunuhan bos PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen .
"Memang, dari caddy, kita bisa kenal banyak pejabat negara dan pengusaha asing dan dapat tip yang besar. Tapi tidak semua caddy sama kok kelakuannya seperti itu," kata Nina, seorang mantan caddy di salah satu padang golf ternama selatan Jakarta.
Nina menuturkan dari pengalamannya menjadi caddy, banyak rekan seprofesinya yang memang terlihat dekat dengan pemain, namun itu sudah menjadi rahasia umum dan hal ini juga sudah ada sejak lama. Berawal dari tuntutan ekonomi keluarga yang memaksa Nina untuk menjadi caddy di salah satu padang golf ternama di selatan Jakarta,
Namun akhirnya Nina memilih berhenti karena kondisi keuangan keluarganya membaik. Alasan lainnya karena ia merasa tidak nyaman dengan perilaku pemain di lapangan yang sering tidak sopan dan kasar.
Untuk menjadi seorang cady juga tidak mudah, setelah melamar di padang golf itu, Rina kemudian menjalani serangkaian tes, seperti tes mata dan pengukuran tinggi badan (minimal 160cm) kemudian ia mengikuti masa pendidikan selama tiga bulan.
Selama pelatihan itu Nina diajarkan untuk membaca karakter lapangan, membaca arah angin yang dapat menentukan arah bola jatuh di tanah, pengenalan dan fungsi masing-masing stik, dan bagaimana cara menyapa para pemain.
Setelah menjalani tiga bulan pelatihan tersebut, barulah ia diikutsertakan turun kelapangan dengan pendampingan dari seniornya. Baru ia menyadari pekerjaan seorang caddy tidaklah mudah.
Pelecehan seksual
Seorang caddy dituntut untuk bisa menghadapi berbagai perlakuan kasar dari para pemain golf mulai dari caci maki, dilempar stik golf hingga merasakan kepalan tangan sang pemain dan bahkan pelecehan seksual.
Nina juga menuturkan pengalaman pahitnya yang sempat merasakan lemparan stik pemukul golf kearahnya ketika sedang menjadi caddy seorang pengusaha asal Korea Selatan , karena kesalahannya manjatuhkan stik golf sang pemain.
Tidak hanya itu. Bahkan rekan seprofesinya pernah merasakan kepalan tangan sang pengusaha yang kesal karena sang caddy salah menuliskan perolehan angka di kartu skor. Tidak cukup dengan perlakuan kasar secara fisik dan verbal, para caddy juga harus siap dengan perlakuan yang melecehkan secara seksual.
Jika dilihat dari latar belakang pemain yang ia pernah pandu, ada perbedaan antara pemain lokal dan pemain asing seperti Korea Selatan . Perbedaan kebiasaan pemain asal Korea Selatan biasanya lebih banyak melecehkan secara verbal, atau dengan kata-kata saja, namun kebalikannnya bagi para pemain lokal yang menurut Nina, "Tangannya yang ngomong".
"Biasanya kalau orang Korea yang main paling cuma dengan perkataan, tapi kalau pemain lokal biasa suka "pegang-pegang", karena itu biasanya tips dari pemain lokal suka lebih besar dari pemain asing," kata Nina.
Selain itu, ia juga mengeluhkan perbedaan perlakuan antara caddy favorit dan caddy yang tidak menjadi langganan, karena biasanya mereka bisa datang sesuai keinginannya tanpa terikat jadwal kedatangan yang biasanya ditentukan perusahaan minimal delapan kali dalam sebulan.
"Kalau kita yang melakukan itu, langsung ditegur, tapi kalau caddy favorit langganan tidak ada masalah, bahkan pihak pengelola seakan tutup mata," katanya.
Dari banyaknya caddy yang memandu para pemain, mereka yang sering menjadi langganan para pemain dikategorikan sebagai caddy favorit.
Biasanya para caddy favorit itulah justru yang mampu mempertahankan pemain baik yang sudah menjadi anggota atau tidak agar mereka mau kembali main di lapangan tersebut.
Nina juga sempat mengutarakan, para caddy ini juga mendapatkan semacam keringanan dalam pekerjaannya. Memang, diakuinya dalam profesi seorang caddy mereka tidak memiliki gaji tetap bulanan, mereka hanya dibayar berdasarkan berapa kali mereka menemani pelanggan bermain.
Upah menjadi caddy untuk satu kali memandu pemain di lapangan biasanya bekisar antara Rp 28 ribu hingga Rp60 ribu, namun itu diluar ’tip’ pelanggannya.
Besaran tip itu sendiri berbeda untuk setiap pemain, dengan kisaran antara Rp 150 ribu hingga Rp350 ribu per orang. Namun hal itu kembali lagi dengan kepuasan pemain atas kinerja sang caddy.
"Terkadang dalam sebuah turnamen golf, seorang caddy bisa dihadiahi sebuah sepeda motor hanya karena ia mampu memandu pemain di lapangan mendapatkan "hole in one" atau memasukkan bola ke dalam lubang dengan sekali pukulan," katanya.
Memiliki gaya hidup mewah dan serba berkecukupan merupakan impian semua, namun bagi sebagian orang jalan itu dapat ditempuh dengan berbagai macam "jalan pintas". Menurut Nina, tidak sedikit caddy yang keluar dari pekerjaannya karena menikah dengan pemain langganannya. Bahkan ada juga yang dimodali untuk membuka usaha butik sendiri. (kompas.com)
Bagi Nina (nama samaran) seorang ibu rumah tangga yang pernah menggeluti dunia itu selama tiga tahun, jadi caddy itu tidak selalu enak. Tidak semua pemandu golf atau "caddy" bisa jadi "istri simpanan "para pemainnya, tidak semua seperti Rani Julianti (22), caddy padang golf Modernland, Tangerang yang namanya sedang ramai dibicarakan di berita belakangan ini terkait kasus pembunuhan bos PT. Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen .
"Memang, dari caddy, kita bisa kenal banyak pejabat negara dan pengusaha asing dan dapat tip yang besar. Tapi tidak semua caddy sama kok kelakuannya seperti itu," kata Nina, seorang mantan caddy di salah satu padang golf ternama selatan Jakarta.
Nina menuturkan dari pengalamannya menjadi caddy, banyak rekan seprofesinya yang memang terlihat dekat dengan pemain, namun itu sudah menjadi rahasia umum dan hal ini juga sudah ada sejak lama. Berawal dari tuntutan ekonomi keluarga yang memaksa Nina untuk menjadi caddy di salah satu padang golf ternama di selatan Jakarta,
Namun akhirnya Nina memilih berhenti karena kondisi keuangan keluarganya membaik. Alasan lainnya karena ia merasa tidak nyaman dengan perilaku pemain di lapangan yang sering tidak sopan dan kasar.
Untuk menjadi seorang cady juga tidak mudah, setelah melamar di padang golf itu, Rina kemudian menjalani serangkaian tes, seperti tes mata dan pengukuran tinggi badan (minimal 160cm) kemudian ia mengikuti masa pendidikan selama tiga bulan.
Selama pelatihan itu Nina diajarkan untuk membaca karakter lapangan, membaca arah angin yang dapat menentukan arah bola jatuh di tanah, pengenalan dan fungsi masing-masing stik, dan bagaimana cara menyapa para pemain.
Setelah menjalani tiga bulan pelatihan tersebut, barulah ia diikutsertakan turun kelapangan dengan pendampingan dari seniornya. Baru ia menyadari pekerjaan seorang caddy tidaklah mudah.
Pelecehan seksual
Seorang caddy dituntut untuk bisa menghadapi berbagai perlakuan kasar dari para pemain golf mulai dari caci maki, dilempar stik golf hingga merasakan kepalan tangan sang pemain dan bahkan pelecehan seksual.
Nina juga menuturkan pengalaman pahitnya yang sempat merasakan lemparan stik pemukul golf kearahnya ketika sedang menjadi caddy seorang pengusaha asal Korea Selatan , karena kesalahannya manjatuhkan stik golf sang pemain.
Tidak hanya itu. Bahkan rekan seprofesinya pernah merasakan kepalan tangan sang pengusaha yang kesal karena sang caddy salah menuliskan perolehan angka di kartu skor. Tidak cukup dengan perlakuan kasar secara fisik dan verbal, para caddy juga harus siap dengan perlakuan yang melecehkan secara seksual.
Jika dilihat dari latar belakang pemain yang ia pernah pandu, ada perbedaan antara pemain lokal dan pemain asing seperti Korea Selatan . Perbedaan kebiasaan pemain asal Korea Selatan biasanya lebih banyak melecehkan secara verbal, atau dengan kata-kata saja, namun kebalikannnya bagi para pemain lokal yang menurut Nina, "Tangannya yang ngomong".
"Biasanya kalau orang Korea yang main paling cuma dengan perkataan, tapi kalau pemain lokal biasa suka "pegang-pegang", karena itu biasanya tips dari pemain lokal suka lebih besar dari pemain asing," kata Nina.
Selain itu, ia juga mengeluhkan perbedaan perlakuan antara caddy favorit dan caddy yang tidak menjadi langganan, karena biasanya mereka bisa datang sesuai keinginannya tanpa terikat jadwal kedatangan yang biasanya ditentukan perusahaan minimal delapan kali dalam sebulan.
"Kalau kita yang melakukan itu, langsung ditegur, tapi kalau caddy favorit langganan tidak ada masalah, bahkan pihak pengelola seakan tutup mata," katanya.
Dari banyaknya caddy yang memandu para pemain, mereka yang sering menjadi langganan para pemain dikategorikan sebagai caddy favorit.
Biasanya para caddy favorit itulah justru yang mampu mempertahankan pemain baik yang sudah menjadi anggota atau tidak agar mereka mau kembali main di lapangan tersebut.
Nina juga sempat mengutarakan, para caddy ini juga mendapatkan semacam keringanan dalam pekerjaannya. Memang, diakuinya dalam profesi seorang caddy mereka tidak memiliki gaji tetap bulanan, mereka hanya dibayar berdasarkan berapa kali mereka menemani pelanggan bermain.
Upah menjadi caddy untuk satu kali memandu pemain di lapangan biasanya bekisar antara Rp 28 ribu hingga Rp60 ribu, namun itu diluar ’tip’ pelanggannya.
Besaran tip itu sendiri berbeda untuk setiap pemain, dengan kisaran antara Rp 150 ribu hingga Rp350 ribu per orang. Namun hal itu kembali lagi dengan kepuasan pemain atas kinerja sang caddy.
"Terkadang dalam sebuah turnamen golf, seorang caddy bisa dihadiahi sebuah sepeda motor hanya karena ia mampu memandu pemain di lapangan mendapatkan "hole in one" atau memasukkan bola ke dalam lubang dengan sekali pukulan," katanya.
Memiliki gaya hidup mewah dan serba berkecukupan merupakan impian semua, namun bagi sebagian orang jalan itu dapat ditempuh dengan berbagai macam "jalan pintas". Menurut Nina, tidak sedikit caddy yang keluar dari pekerjaannya karena menikah dengan pemain langganannya. Bahkan ada juga yang dimodali untuk membuka usaha butik sendiri. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar