Populasi ikan predator setan merah (red devil) di Waduk Sermo, Desa Hargowilis, Kokap, Kulon Progo, DI Yogyakarta, semakin tidak terkendali. Selama lima tahun, red devil telah memangsa ikan komersial lain, seperti bawal, mas, nila, tawes, dan mujair. Nelayan waduk merugi karena hasil tangkapan ikan terus berkurang.
Dikatakan Ketua Paguyuban Warga Hargowilis Pencari Ikan Waduk Sermo (Pagarindu) Rahmadi, lima tahun lalu nelayan masih sanggup menangkap 5-10 kilogram ikan aneka jenis per hari. Ikan-ikan itu dijual seharga Rp 10.000 per kilogram ke pengepul.
Ketika itu, keuntungan bersih yang didapat nelayan tiap hari antara Rp 40.000 dan Rp 80.000 karena dari lima kilogram hasil tangkapan selalu diperoleh ikan red devil sebanyak rata-rata satu kilogram. Ikan red devil ini kemudian dihancurkan dan dijadikan pakan ternak itik karena tidak laku dijual. Red devil memiliki daging tubuh yang tipis dan duri yang banyak.
"Sekarang hasil tangkapan ikan turun. Satu hari hanya dapat paling banyak empat kilogram. Dari jumlah itu, tiga kilogram di antaranya adalah red devil. Pendapatan nelayan turun jadi hanya sekitar Rp 10.000 per hari," kata Rahmadi, Kamis (7/5).
Bahkan untuk jenis-jenis ikan tertentu, seperti tawes dan nila, juga sudah jarang diperoleh nelayan. Dikhawatirkan, kedua ikan ini sudah punah di Waduk Sermo karena habis dimangsa red devil yang memiliki daya reproduksi tinggi ini.
Kehadiran industri pembuatan keripik ikan red devil di Dusun Soka, dekat Waduk Sermo, dinilai tidak banyak membantu nelayan dalam mengurangi populasi ikan berwarna merah itu. Sebab, daya produksi industri skala rumah tangga itu juga terbatas. Menurut pemilik industri, Karsin, setiap hari ia hanya sanggup mengolah ikan red devil sebanyak 100-200 kilogram saja. Bahan baku ikan diperoleh dari nelayan dengan harga Rp 3.000 per kilogram.
"Kami menyesuaikan dengan permintaan pasar. Bahkan, kalau pesanan sedang sepi, kami terpaksa menolak ikan red devil hasil tangkapan nelayan," kata Karsin.
Rahmadi melanjutkan, nelayan Waduk Sermo sebenarnya cukup bersemangat membasmi red devil asalkan kegiatan penangkapan ikan itu dapat menghasilkan uang bagi mereka. Dengan jumlah nelayan Pagarindu yang mencapai 20 orang, mereka sanggup menangkap 500 kilogram ikan red devil per hari. Untuk itu, kehadiran industri-industri pengolahan ikan di sekitar Waduk Sermo amat diperlukan.
Munculnya red devil di Waduk Sermo, menurut Rahmadi, tidak disengaja. Pada tahun 1995, pemerintah menyebarkan aneka jenis benih ikan di waduk yang baru dibangun tersebut. Tanpa disadari, ada beberapa ikan red devil yang tercampur di dalam benih itu.
"Kami sudah mengetahui hal itu, tapi masih berpikir jika ikan itu tidak berbahaya. Tetapi, setelah 10 tahun kemudian, ikan itu justru semakin mendominasi, dan kini malah mengancam keberadaan ikan-ikan lain. Apabila tidak dibasmi, Waduk Sermo bisa dijauhi wisatawan yang hobi memancing. Mereka tidak akan mendapat ikan apa pun di waduk itu," tutur Rahmadi lagi. (kompas.com)
Dikatakan Ketua Paguyuban Warga Hargowilis Pencari Ikan Waduk Sermo (Pagarindu) Rahmadi, lima tahun lalu nelayan masih sanggup menangkap 5-10 kilogram ikan aneka jenis per hari. Ikan-ikan itu dijual seharga Rp 10.000 per kilogram ke pengepul.
Ketika itu, keuntungan bersih yang didapat nelayan tiap hari antara Rp 40.000 dan Rp 80.000 karena dari lima kilogram hasil tangkapan selalu diperoleh ikan red devil sebanyak rata-rata satu kilogram. Ikan red devil ini kemudian dihancurkan dan dijadikan pakan ternak itik karena tidak laku dijual. Red devil memiliki daging tubuh yang tipis dan duri yang banyak.
"Sekarang hasil tangkapan ikan turun. Satu hari hanya dapat paling banyak empat kilogram. Dari jumlah itu, tiga kilogram di antaranya adalah red devil. Pendapatan nelayan turun jadi hanya sekitar Rp 10.000 per hari," kata Rahmadi, Kamis (7/5).
Bahkan untuk jenis-jenis ikan tertentu, seperti tawes dan nila, juga sudah jarang diperoleh nelayan. Dikhawatirkan, kedua ikan ini sudah punah di Waduk Sermo karena habis dimangsa red devil yang memiliki daya reproduksi tinggi ini.
Kehadiran industri pembuatan keripik ikan red devil di Dusun Soka, dekat Waduk Sermo, dinilai tidak banyak membantu nelayan dalam mengurangi populasi ikan berwarna merah itu. Sebab, daya produksi industri skala rumah tangga itu juga terbatas. Menurut pemilik industri, Karsin, setiap hari ia hanya sanggup mengolah ikan red devil sebanyak 100-200 kilogram saja. Bahan baku ikan diperoleh dari nelayan dengan harga Rp 3.000 per kilogram.
"Kami menyesuaikan dengan permintaan pasar. Bahkan, kalau pesanan sedang sepi, kami terpaksa menolak ikan red devil hasil tangkapan nelayan," kata Karsin.
Rahmadi melanjutkan, nelayan Waduk Sermo sebenarnya cukup bersemangat membasmi red devil asalkan kegiatan penangkapan ikan itu dapat menghasilkan uang bagi mereka. Dengan jumlah nelayan Pagarindu yang mencapai 20 orang, mereka sanggup menangkap 500 kilogram ikan red devil per hari. Untuk itu, kehadiran industri-industri pengolahan ikan di sekitar Waduk Sermo amat diperlukan.
Munculnya red devil di Waduk Sermo, menurut Rahmadi, tidak disengaja. Pada tahun 1995, pemerintah menyebarkan aneka jenis benih ikan di waduk yang baru dibangun tersebut. Tanpa disadari, ada beberapa ikan red devil yang tercampur di dalam benih itu.
"Kami sudah mengetahui hal itu, tapi masih berpikir jika ikan itu tidak berbahaya. Tetapi, setelah 10 tahun kemudian, ikan itu justru semakin mendominasi, dan kini malah mengancam keberadaan ikan-ikan lain. Apabila tidak dibasmi, Waduk Sermo bisa dijauhi wisatawan yang hobi memancing. Mereka tidak akan mendapat ikan apa pun di waduk itu," tutur Rahmadi lagi. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar