Praktik penarikan uang secara gaib alias ‘bank gaib’ menggegerkan warga Surabaya. Praktik ini mampu ‘menghipnotis’ para korbannya sehingga memercayainya. Sampai Jumat (20/12) kemarin, sudah ada 13 korban yang melaporkan tertipu dengan kerugian ratusan juta rupiah.
Ke-13 orang yang tertipu itu adalah Munawar, Gunawan, Wulan, Susilm, Tatik dan Munik, keenamnya warga Rungkut Kidul, Surabaya. Juga Yusuf, Kusnan, Dawan, Sacak, Kardi, Pardi dan Abu Bakar, seluruhnya warga Sedati, Sidoarjo.
Mereka mengaku ditipu oleh Mohammad Isro’i, 29, warga Jalan Perintis, Pulungan, Sedati, Sidoarjo. Kamis (19/2) lalu, Isro’i ditangkap Unit Reskrim Polsek Gubeng Surabaya di rumahnya.
Kapolsek Gubeng AKP Dwi Eko mengungkapkan, selain Sedati, dalam aksinya pelaku memilih kampung Rungkut Kidul Surabaya sebagai sasarannya. Di tempat ini, pria yang sudah menikah itu menyaru sebagai ustadz atau kiai. Dia rajin ke masjid di kampung itu.
Awalnya, keberadaan Isro’i tak dihiraukan masyarakat setempat. Namun setelah diketahui dia pandai mengaji dan berceramah, akhirnya Isro’i dipercaya menjadi guru mengaji di kampung tersebut. Isro’i juga sering diundang berceramah di beberapa tempat. “Itu terjadi sejak Maret 2008 lalu,” terang AKP Dwi Eko di kantornya, Jumat (20/2).
Menginjak Agustus 2008, Isro’i mulai berulah. Kepercayaan terhadapnya mulai dimanfaatkan untuk menarik keuntungan. Kepada masyarakat yang sudah memercayainya, dia mengaku bisa menarik uang secara gaib. Hal ini awalnya hanya dianggap sambil lalu. Namun beberapa orang yang mencobanya akhirnya percaya.
Yang membuat masyarakat percaya karena dalam setiap aksinya Isro’i selalu menunjukkan segebok uang dolar yang ada di dalam kotak ajaib miliknya. “Uang ini katanya adalah hasil penarikan gaib yang didapatnya setelah melakukan ritual doa dan semedi,” terang AKP Dwi Eko didampingi Kanit Reskrim Iptu Agung Widoyoko.
Anehnya, uang hasil penarikan gaib itu tak boleh disentuh oleh korbannya. Uang itu juga tidak langsung diberikan kepada korbannya. “Katanya uang itu belum jadi, korbannya selalu dijanjikan seminggu lagi baru jadi,” kata Dwi Eko.
Untuk memperlancar uang dolar agar bisa segera ditarik, Isro’i mensyaratkan pada korbannya untuk memberikan sejumlah uang yang dipakai untuk membeli minyak wangi dan piranti semedi. Makin banyak uang yang diberikan, hasil tarikan uang dolar akan semakin banyak.
Namun uang dari korbannya itu tidak diberikan tunai, tapi korbannya diminta menabung dulu di Bank Mandiri. Selanjutnya buku tabungan dan ATM-nya harus diserahkan kepadanya.
Setelah ritual berlangsung, buku tabungan dikembalikan ke korbannya setelah sebelumnya diberikan tanda ada tambahan uang ratusan juta yang ditulisnya sendiri di dalam buku tabungan itu. Sedangkan ATM-nya dibawa Isro’i setelah sebelumnya meminta nomor PIN ATM tersebut.
Munawar, salah seorang korban, mengaku menyerahkan ATM yang memiliki saldo Rp 13 juta dengan janji akan mendapat ganti Rp 504 miliar dari hasil bank gaib tersebut. Namun hasilnya, dia hanya mendapatkan angka-angka kosong di buku tabungannya.
Dari 13 korbannya, minimal masing-masing menyetor uang Rp 650.000, maksimal Rp 38 juta. Total hasil penipuan yang didapat Isro’i mencapai ratusan juta rupiah. Nilai ini juga dihitung dari mobil APV milik sebuah rental di Jalan Bratang yang dipinjam lalu dijualnya. “Pemilik rental percaya saat meminjamkan mobilnya karena dia (Isro’i) mengaku ustadz, tapi dia malah menjual mobil itu,” terang Dwi Eko. Selain mobil itu, pelaku juga menjual sepeda motor Honda Revo milik Wulan, korbannya yang lain.
Sempat Kabur
Penipuan itu berlangsung selama tiga bulan. Sebelum ulahnya ketahuan, Isro’i memilih kabur ke Padang, Sumatera Barat. “Di sana kabarnya dia juga melakukan aksi serupa. Bahkan pamannya sekarang ditahan karena terlibat aksi itu. Sebelum dia ditangkap di sana, dia sudah kembali lagi ke sini,” terang AKP Dwi Eko.
Di Surabaya sebenarnya Isro’i pernah ditangkap oleh Polsek Gubeng dengan tuduhan penipuan pada 11 Februari 2009 lalu. Namun saat itu dia dilepaskan lagi karena tidak ada cukup bukti untuk menjeratnya. Isro’i ditangkap di rumah H Lasah, bosnya di Jalan Manyar Kartika Surabaya, usai pulang kampung.
Ceritanya, saat itu Isro’i berencana pulang kampung setelah bekerja enam hari di rumah H Lasah.
Ketika akan pulang, dia akan pinjam uang Rp 100.000 ke Sumarni, pembantu H Lasah. Kepada Sumarni, Isro’i sempat mengaku sebagai anggota polisi Satreskrim Intel A yang sedang mengintai jaringan narkoba di kawasan Manyar, dekat rumah H Lasah. Karena ketakutan, Sumarni lalu melaporkan hal itu ke H Lasah. Tak menunggu lama, H Lasah langsung melaporkan ke Polsek Gubeng.
Rabu (11/2) pukul 05.00 WIB saat kembali ke rumah H Lasah, Isro’i ditangkap petugas Polsek Gubeng. “Kami lepaskan lagi saat itu karena tidak ada bukti. Dia belum mengambil uang milik Sumarni,” kata Dwi Eko.
Adanya pemuatan berita penangkapan Isro’i ini di media massa ternyata dibaca oleh para korbannya. Mereka lalu melaporkan penipuan bank gaib itu ke Polsek Gubeng. Saat akan menangkapnya, polisi kesulitan mencari keberadaannya. Rupanya setelah keluar, dia langsung melarikan diri.
Ketentuan wajib lapor dua kali seminggu tidak pernah dilakukan. “Setelah lama kami kejar, akhirnya kemarin dia kami tangkap di rumahnya. Dia akan kami jerat Pasal 372 dan 278 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara,” terang AKP Dwi Eko.
Kepada wartawan di Mapolsek Gubeng, Isro’i mengakui semua perbuatannya. Bahkan pria berkulit sawo matang ini dengan lancar mempraktekkan ritual menarik uang secara gaib. “Lama pak, harus semedi dulu, tapi gak pa pa” katanya sebelum memulai aksinya.
Isro’i mengaku praktiknya itu hanya akal-akalan untuk mendapat uang dengan mudah. Sedangkan ilmu agama dan bacaan doa dia pelajari dari sebuah pondok pesantren di Jombang. “Gak enak kalau saya sebutkan nama pondoknya,” ujarnya sembari menuju ke selnya. (surya.co.id)
Ke-13 orang yang tertipu itu adalah Munawar, Gunawan, Wulan, Susilm, Tatik dan Munik, keenamnya warga Rungkut Kidul, Surabaya. Juga Yusuf, Kusnan, Dawan, Sacak, Kardi, Pardi dan Abu Bakar, seluruhnya warga Sedati, Sidoarjo.
Mereka mengaku ditipu oleh Mohammad Isro’i, 29, warga Jalan Perintis, Pulungan, Sedati, Sidoarjo. Kamis (19/2) lalu, Isro’i ditangkap Unit Reskrim Polsek Gubeng Surabaya di rumahnya.
Kapolsek Gubeng AKP Dwi Eko mengungkapkan, selain Sedati, dalam aksinya pelaku memilih kampung Rungkut Kidul Surabaya sebagai sasarannya. Di tempat ini, pria yang sudah menikah itu menyaru sebagai ustadz atau kiai. Dia rajin ke masjid di kampung itu.
Awalnya, keberadaan Isro’i tak dihiraukan masyarakat setempat. Namun setelah diketahui dia pandai mengaji dan berceramah, akhirnya Isro’i dipercaya menjadi guru mengaji di kampung tersebut. Isro’i juga sering diundang berceramah di beberapa tempat. “Itu terjadi sejak Maret 2008 lalu,” terang AKP Dwi Eko di kantornya, Jumat (20/2).
Menginjak Agustus 2008, Isro’i mulai berulah. Kepercayaan terhadapnya mulai dimanfaatkan untuk menarik keuntungan. Kepada masyarakat yang sudah memercayainya, dia mengaku bisa menarik uang secara gaib. Hal ini awalnya hanya dianggap sambil lalu. Namun beberapa orang yang mencobanya akhirnya percaya.
Yang membuat masyarakat percaya karena dalam setiap aksinya Isro’i selalu menunjukkan segebok uang dolar yang ada di dalam kotak ajaib miliknya. “Uang ini katanya adalah hasil penarikan gaib yang didapatnya setelah melakukan ritual doa dan semedi,” terang AKP Dwi Eko didampingi Kanit Reskrim Iptu Agung Widoyoko.
Anehnya, uang hasil penarikan gaib itu tak boleh disentuh oleh korbannya. Uang itu juga tidak langsung diberikan kepada korbannya. “Katanya uang itu belum jadi, korbannya selalu dijanjikan seminggu lagi baru jadi,” kata Dwi Eko.
Untuk memperlancar uang dolar agar bisa segera ditarik, Isro’i mensyaratkan pada korbannya untuk memberikan sejumlah uang yang dipakai untuk membeli minyak wangi dan piranti semedi. Makin banyak uang yang diberikan, hasil tarikan uang dolar akan semakin banyak.
Namun uang dari korbannya itu tidak diberikan tunai, tapi korbannya diminta menabung dulu di Bank Mandiri. Selanjutnya buku tabungan dan ATM-nya harus diserahkan kepadanya.
Setelah ritual berlangsung, buku tabungan dikembalikan ke korbannya setelah sebelumnya diberikan tanda ada tambahan uang ratusan juta yang ditulisnya sendiri di dalam buku tabungan itu. Sedangkan ATM-nya dibawa Isro’i setelah sebelumnya meminta nomor PIN ATM tersebut.
Munawar, salah seorang korban, mengaku menyerahkan ATM yang memiliki saldo Rp 13 juta dengan janji akan mendapat ganti Rp 504 miliar dari hasil bank gaib tersebut. Namun hasilnya, dia hanya mendapatkan angka-angka kosong di buku tabungannya.
Dari 13 korbannya, minimal masing-masing menyetor uang Rp 650.000, maksimal Rp 38 juta. Total hasil penipuan yang didapat Isro’i mencapai ratusan juta rupiah. Nilai ini juga dihitung dari mobil APV milik sebuah rental di Jalan Bratang yang dipinjam lalu dijualnya. “Pemilik rental percaya saat meminjamkan mobilnya karena dia (Isro’i) mengaku ustadz, tapi dia malah menjual mobil itu,” terang Dwi Eko. Selain mobil itu, pelaku juga menjual sepeda motor Honda Revo milik Wulan, korbannya yang lain.
Sempat Kabur
Penipuan itu berlangsung selama tiga bulan. Sebelum ulahnya ketahuan, Isro’i memilih kabur ke Padang, Sumatera Barat. “Di sana kabarnya dia juga melakukan aksi serupa. Bahkan pamannya sekarang ditahan karena terlibat aksi itu. Sebelum dia ditangkap di sana, dia sudah kembali lagi ke sini,” terang AKP Dwi Eko.
Di Surabaya sebenarnya Isro’i pernah ditangkap oleh Polsek Gubeng dengan tuduhan penipuan pada 11 Februari 2009 lalu. Namun saat itu dia dilepaskan lagi karena tidak ada cukup bukti untuk menjeratnya. Isro’i ditangkap di rumah H Lasah, bosnya di Jalan Manyar Kartika Surabaya, usai pulang kampung.
Ceritanya, saat itu Isro’i berencana pulang kampung setelah bekerja enam hari di rumah H Lasah.
Ketika akan pulang, dia akan pinjam uang Rp 100.000 ke Sumarni, pembantu H Lasah. Kepada Sumarni, Isro’i sempat mengaku sebagai anggota polisi Satreskrim Intel A yang sedang mengintai jaringan narkoba di kawasan Manyar, dekat rumah H Lasah. Karena ketakutan, Sumarni lalu melaporkan hal itu ke H Lasah. Tak menunggu lama, H Lasah langsung melaporkan ke Polsek Gubeng.
Rabu (11/2) pukul 05.00 WIB saat kembali ke rumah H Lasah, Isro’i ditangkap petugas Polsek Gubeng. “Kami lepaskan lagi saat itu karena tidak ada bukti. Dia belum mengambil uang milik Sumarni,” kata Dwi Eko.
Adanya pemuatan berita penangkapan Isro’i ini di media massa ternyata dibaca oleh para korbannya. Mereka lalu melaporkan penipuan bank gaib itu ke Polsek Gubeng. Saat akan menangkapnya, polisi kesulitan mencari keberadaannya. Rupanya setelah keluar, dia langsung melarikan diri.
Ketentuan wajib lapor dua kali seminggu tidak pernah dilakukan. “Setelah lama kami kejar, akhirnya kemarin dia kami tangkap di rumahnya. Dia akan kami jerat Pasal 372 dan 278 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara,” terang AKP Dwi Eko.
Kepada wartawan di Mapolsek Gubeng, Isro’i mengakui semua perbuatannya. Bahkan pria berkulit sawo matang ini dengan lancar mempraktekkan ritual menarik uang secara gaib. “Lama pak, harus semedi dulu, tapi gak pa pa” katanya sebelum memulai aksinya.
Isro’i mengaku praktiknya itu hanya akal-akalan untuk mendapat uang dengan mudah. Sedangkan ilmu agama dan bacaan doa dia pelajari dari sebuah pondok pesantren di Jombang. “Gak enak kalau saya sebutkan nama pondoknya,” ujarnya sembari menuju ke selnya. (surya.co.id)
1 komentar :
ini orang ditahan aja di nusakambangan sana seumur hidup biar dia tau rasa...........
Posting Komentar