Mohammad Arsirahman alias Rahman, bayi berusia 14 bulan, selamat setelah terombang-ambing dihantam ombak selama 12 jam di lautan, sekitar satu mil sebelah utara Nongsa.
Speedboat bermuatan 21 orang tenaga kerja Indonesia (TKI), termasuk bayi Rahman dan orangtuanya, berangkat dari Sungai Rengit, Malaysia, Minggu (11/1) malam. Mereka baru berlayar sekitar 30 menit, mesin speedboat berkapasitas 200 PK itu mati lalu terombang-ambing.
Tekong coba menghidupkan mesin hingga tiga kali tapi gagal. Tiba-tiba ombak besar menghempas speedboat hingga terbalik, sekitar pukul 20.30 WIB.
Sang tekong bernama Suyatno, melompat memegang jeriken untuk menyelamatkan diri. Sedangkan penumpang lain terdiri dari 16 laki dan 4 perempuan terlempar tanpa pelampung apapun. Mereka hanya berpegangan pada pinggiran speedboat.
“Kami semua berpencar dan berenang 10 menit mendekati boat fiber itu untuk berpegangan,”tutur Arli Nafian, ayah dari bayi Rahman, di Mako Lanal Tanjungsengkuang, usai evakuasi, Senin (12/1).
Berkali-kali Rahman sempat terlepas dari dekapan ayahnya karena ombak sangat tinggi.
Bahkan ia nyaris terlindas kapal tanker LPG Malaysia saat menabrak speedboat yang dalam posisi sudah terbalik itu.
Mulai pukul 20.30, semua penumpang masih bisa berenang sambil berpegangan pada fiber boat yang posisinya terbalik. Sekitar pukul 02.00 ada kapal tanker LPG Malaysia melintas. Dikira mau menolong, ternyata malah melindasnya. “Padahal sudah melepas baju, kami kibar-kibarkan agar mereka melihat. Mungkin mereka tak tahu karena malam gelap,” ujar Damis, korban lainnya.
Senin (12/1) sekitar pukul 06.30 nelayan pancung melihatnya kemudian melapor ke TNI AL. Dari pos pembantu Sei Jodoh, TNI membantu evakuasi dan membawa 18 penumpang tersebut ke Balai Kesehatan TNI AL di Tanjungsengkuang.
Danlanal Kolonel Muh Faisal melalui Pasintel Mayor Putu menjelaskan, seorang tekong bernama Suyatno dan dua penumpang hilang masih dalam pencarian. “Kita berkoordinasi dengan SAR dan Polair untuk mencari korban yang hilang di dekat Pulau Putri perairan sekitar Nongsa,” ujar Putu.
Di antara korban selamat terdapat dua ibu hamil, yakni Hawiyah (35) dan Miskiyah (25) sedang hamil empat bulan. Mereka mengalami luka pada kaki, tangan, kepala, dan bagian tubuh lainnya. “Kami sudah pusing karena banyak minum air laut. Semua barang hilang, termasuk uang dan dokumen penting hanyut,” ujar Miskiyah sambil terbaring di dipan.
Berdasar kisah dari para penumpang selamat, tarif bayaran angkutan dari Sungai Rengit ke Nongsa, Batam, bervariasi. Mulai dari 400 - 600 ringgit Malaysia. Sungai Rengit seperti pelabuhan tikus juga. Penarikan penumpang tidak dalam satu tempat melainkan bervariasi jauh dekatnya, kemudian serempak berangkat dari Sungai Rengit di malam hari.
Setiap penumpang membawa bekal sekitar 1.000 - 2.000 ringgit Malaysia dan beberapa ratus ribu rupiah. “Semua hilang Pak. Uang, HP, tas, dan bekal apapun lenyap. Yang penting nyawa selamat,” ujar Damis yang tampak masih lemah usai dirawat.
Korban krisis ekonomi
Para TKI ini sudah bekerja di Malaysia antara satu hingga dua tahun di berbagai bidang, misalnya restoran, kebun kelapa sawit, karet, dan buruh bangunan.
Mereka berencana ke di Batam kemudian melanjutkan perjalanan laut ke berbagai tempat di Lombok, Madura, Medan, dan Sukabumi. “Kami terpaksa pulang kampung karena di sana karet dan sawit sangat murah jadi sulit cari uang,” ujar Suryani, ibu bayi yang selamat bersama suaminya.
Mayor Putu menjelaskan, semua penumpang usai diobati oleh Lettu dr Landosar di Balai Kesehatan TNI AL segera dilimpahkan ke Dinsos Batam. Sedangkan penumpang dan tekong yang hilang masih dalam pencarian.
“Senin sekitar pukul 14.00 mereka sudah diserahkan ke Dinsos Batam untuk proses pemulangan,” tambah Lettu Rudi yang turut menyelamatkan penumpang tersebut.
0 komentar :
Posting Komentar