02 Desember 2010

Krisis Korea

Krisis Korea - Awal Krisis Korea terjadi ketika pada, Selasa (23/11/2010), Korea Utara menembakkan puluhan peluru artileri ke sebuah pulau di wilayah Korea Selatan. Pada insiden ini telah menewaskan 4 orang, dimana dua diantaranya adalah tentara, dan dua lagi adalah warga sipil.

Serangan Korea Utara itu akhirnya disusul kemudian serangan balik oleh Korea Selatan, dan hal ini tentu mempengaruhi sitasi Krisis Korea semakin membesar dan berdampak terhadap pasar global.

Pasca terjadinya penembakan antara kedua negara pada, 23 November 2010, maka beberapa hari kemudian pihak tentara Amerika Serikat dan tentara Korea Selatan mengadakan latihan angkatan laut secara bersama.

Sementara itu China sebagai negara sekutu paling dekat Korea Selatan menyatakan bahwa tidak ikut memihak dalam Krisis Korea. Meski demikian China menolak mengutuk serangan Korea Utara, dan menyatakan bahwa negara ini tidak akan mendukung pihak manapun. Namun akan membantu memecahkan sengketa sebagai negara besar yang bertanggung jawab.

China, satu-satunya sekutu kuat Korut melindungi Pyongyang dari sanksi Dewan Keamanan PBB karena pemboman mematikan pekan lalu atas pulau Yeonpeong, satu serangan yang diyakini para analis merupakan upaya untuk memaksa dilanjutkannya lagi pembicaraan internasional yang bisa menyebabkan negara itu memperoleh bantuan.

"Tujuan kami adalah untuk semua pihak agar memelihara ketenangan dan menahan diri dan melakukan segala upaya menghindari insiden-insiden semacam itu tidak terulang lagi," kata Menlu China Yang Jiechi ketika Korsel merencanakan latihan militer lebih lanjut pekan depan setelah kapal-kapal perang AS berangkat Rabu.

"Sejak baku tembak antara Korut dan Korsel, China telah melakukan serangkaian upaya mencegah situasi tidak memanas dan memburuk. China menentukan posisinya didasarkan pada kebaikan setiap kasus dan tidak berupaya melindungi satu pihak," kata Yang.

Namun perlu dicermati, bahwa krisis Korea sendiri merupakan sebuah bagian krisis yang berkepanjangan yang terjadi semenjak 60 tahun yang lalu. Ketika Perang Korea berakhir dengan ditandatanganinya Korean Armistice Agreement, Agustus 1953, pihak Amerika Serikat dan Korea Selatan secara sepihak menarik garis batas di perairan Laut Barat yang memisahkan Korea Utara dan Korea Selatan. Garis batas yang oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan itu disebut dengan nama Northern Limit Line (Garis Batas Utara) berada sangat dekat dengan wilayah daratan Korea Utara dan memisahkan pulau-pulau di sekitar perairan itu dengan daratan Korea Utara.

"Korea Utara sejak lama memprotes tindakan sepihak ini, dan tidak mengakui garis batas di Laut Barat Semenanjung Korea itu. Garis batas yang dibuat AS dan Korea Selatan secara sepihak itu membuat Korea Utara dalam posisi yang sulit karena dibatasi dan dikelilingi oleh pangkalan militer Korea Selatan yang sebenarnya hanya sepelemparan batu dari wilayah darat mereka," jelas Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea Utara (PPIKU), Teguh Santosa, kepada Rakyat Merdeka Online di Jakarta, hari ini (Sabtu, 27/11).

Garis batas kedua negara di daratan yang disebut sebagai 38 Parallel disepakati oleh kedua negara di akhir Perang Korea. Tetapi garis perbatasan di perairan Laut Barat sampai sekarang masih meninggalkan masalah. Adalah Komandan PBB ketika itu, Jenderal Mark W. Clark, yang menetapkan garis batas utara di Laut Barat yang mepet dengan wilayah darat Korea Utara tersebut.

Pulau Yeonpyeong yang hari Rabu (24/11) lalu dihujani tembakan oleh Korea Utara mestinya masuk dalam teritori Korea Utara. Tetapi, seperti yang telah disebutkan di atas, secara sepihak AS dan Korea Selatan mencaploknya bersama pulau-pulau lain di sekitarnya.

"Korea Utara menembak pangkalan militer Korea Selatan di pulau itu setelah pihak Korea Selatan sehari sebelumnya menembakkan rudal dan artileri dengan alasan sedang menggelar latihan militer," sambung Teguh.

Pihak Korea Utara sejak Perang Korea berakhir menawarkan garis batas yang lebih netral, melintas secara diagonal memotong garis 38 dan 37 Lintang Utara ke arah baratdaya. Secara kasat mata garis yang ditawarkan Korea Utara ini, disebut sebagai Maritime Military Demarcation atau Demarkasi Militer di Laut, lebih adil karena persis membagi dua Laut Barat Semenanjung Korea. Garis ini tidak memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk melakukan provokasi, juga tidak memungkinkan kedua pihak membangun pangkalan militer yang begitu dekat dengan pihak lawan.

"Dengan demikian, Korea Utara berpendapat bahwa tembakan yang dilepaskan Korea Selatan dari pulau itu ke arah mana saja, merupakan provokasi. Sehari sebelumnya pun Korea Utara sudah mengingatkan Korea Selatan bahwa tembakan yang dilepas dari Pulau Yeonpyeong adalah tindakan yang mengancam kedaulatan Korea Utara dan akan dihadapi dengan aksi militer pula," demikian Teguh.

0 komentar :

Tulisan Terkait: