Eden In The East - Eden In The East adalah sebuah buku yang ditulis Stephen Oppenheimer, yaitu seorang peneliti dari Oxford, Inggris. Buku Eden In The East sendiri adalah berisi tentang keyakinan Stephen bahwa di Indonesia dan sekitarnya pernah menjadi sebuah benuah sebagai tempat peradabaan manusia di penghujung Zaman ES. Dalam bukunya Stephen menyebutnya sebagai Sundaland.
Adapun tulisan Stephen dalam Eden In The East bukanlah hanya sebagai bentuk keyakinan saja. Namun tulisannya yang ada didalam buku ini adalah bagian dari hasil penelitiannya selama bertahun-tahun. Dalam buku itu juga Stephen mengungkapkan tentang tenggelamnya sebuah benua yang indah bagaikan surga yang saat ini disebut sebagai wilayah Indonesia dan sekitarnya.
Bayangkanlah wilayah ASEAN hari ini, ada Indonesia, semenanjung Malaysia dan Laut China Selatan. Bagaimana jika Laut China Selatan kering tanpa air? Itulah Benua Sundaland yang dimaksud oleh Oppenheimer.
Benua ini menurut Oppenheimer ada pada sekitar 14.000 tahun silam. Tentu saja lengkap dengan manusia-manusia yang mendiaminya. Oppenheimer menguatkan teorinya dengan temuan-temuan ilmuwan lain.
Saat itu, Taiwan terhubung langsung dengan China. Tidak ada Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan. Semua adalah daratan kering yang menghubungkan Sumatera, Jawa, Kalimantan dan China. Yang dari dahulu sudah terpisah lautan adalah Sulawesi, Maluku dan Papua yang memiliki laut dalam.
Nah, menurut Oppenheimer dari 14.000 tahun lalu itulah Zaman Es mulai berakhir. Oppenheimer menyebutnya banjir besar. Namun menurut dia, banjir ini bukannya terjadi mendadak, melainkan naik perlahan-lahan.
Dalam periode banjir pertama, air laut naik sampai 50 meter. Ini terjadi dalam 3.000 tahun. Separuh daratan yang menghubungkan China dengan Kalimantan, terendam air.
Kemudian terjadilah banjir kedua pada 11.000 tahun lalu. Air laut naik lagi 30 meter selama 2.500 tahun. Semenanjung Malaysia masih menempel dengan Sumatera. Namun Jawa dan Kalimantan sudah terpisah. Laut China Selatan mulai membentuk seperti yang ada hari ini.
Oppenheimer lantas menambahkan, banjir ketiga terjadi pada 8.500 tahun lalu. Benua Sundaland akhirnya tenggelam sepenuhnya karena air naik lagi 20 meter. Terbentuklah jajaran pulau-pulau Indonesia, dan Semenanjung Malaysia terpisah dengan Nusantara.
Meskipun naik perlahan, Oppenheimer mengatakan kenaikan air laut ini sangat berpengaruh kepada seluruh manusia penghuni Sundaland. Mereka pun terpaksa berimigrasi, menyebar ke seluruh dunia.
Jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang Indonesia dan Sundaland pada Zaman Es, Anda bisa membeli buku Eden In The East. Buku ini rencananya akan diterbitkan oleh Ufuk Press pada akhir Oktober ini.
Adapun tulisan Stephen dalam Eden In The East bukanlah hanya sebagai bentuk keyakinan saja. Namun tulisannya yang ada didalam buku ini adalah bagian dari hasil penelitiannya selama bertahun-tahun. Dalam buku itu juga Stephen mengungkapkan tentang tenggelamnya sebuah benua yang indah bagaikan surga yang saat ini disebut sebagai wilayah Indonesia dan sekitarnya.
Bayangkanlah wilayah ASEAN hari ini, ada Indonesia, semenanjung Malaysia dan Laut China Selatan. Bagaimana jika Laut China Selatan kering tanpa air? Itulah Benua Sundaland yang dimaksud oleh Oppenheimer.
Benua ini menurut Oppenheimer ada pada sekitar 14.000 tahun silam. Tentu saja lengkap dengan manusia-manusia yang mendiaminya. Oppenheimer menguatkan teorinya dengan temuan-temuan ilmuwan lain.
Saat itu, Taiwan terhubung langsung dengan China. Tidak ada Laut Jawa, Selat Malaka dan Laut China Selatan. Semua adalah daratan kering yang menghubungkan Sumatera, Jawa, Kalimantan dan China. Yang dari dahulu sudah terpisah lautan adalah Sulawesi, Maluku dan Papua yang memiliki laut dalam.
Nah, menurut Oppenheimer dari 14.000 tahun lalu itulah Zaman Es mulai berakhir. Oppenheimer menyebutnya banjir besar. Namun menurut dia, banjir ini bukannya terjadi mendadak, melainkan naik perlahan-lahan.
Dalam periode banjir pertama, air laut naik sampai 50 meter. Ini terjadi dalam 3.000 tahun. Separuh daratan yang menghubungkan China dengan Kalimantan, terendam air.
Kemudian terjadilah banjir kedua pada 11.000 tahun lalu. Air laut naik lagi 30 meter selama 2.500 tahun. Semenanjung Malaysia masih menempel dengan Sumatera. Namun Jawa dan Kalimantan sudah terpisah. Laut China Selatan mulai membentuk seperti yang ada hari ini.
Oppenheimer lantas menambahkan, banjir ketiga terjadi pada 8.500 tahun lalu. Benua Sundaland akhirnya tenggelam sepenuhnya karena air naik lagi 20 meter. Terbentuklah jajaran pulau-pulau Indonesia, dan Semenanjung Malaysia terpisah dengan Nusantara.
Meskipun naik perlahan, Oppenheimer mengatakan kenaikan air laut ini sangat berpengaruh kepada seluruh manusia penghuni Sundaland. Mereka pun terpaksa berimigrasi, menyebar ke seluruh dunia.
Jika Anda ingin tahu lebih banyak tentang Indonesia dan Sundaland pada Zaman Es, Anda bisa membeli buku Eden In The East. Buku ini rencananya akan diterbitkan oleh Ufuk Press pada akhir Oktober ini.
2 komentar :
Halo.. salam kenal.. saya merupakan pemula dalam dunia blog dan butuh bimbingan dari senior-senior sekalian. mudah-mudahan kita bisa saling share dan silaturahmi dengan baik. saya akan sangat senang apabila saya di follow balik oleh senior saya ini. terimakasih :)
Wah tks atas resensinya. Saya bukan peminat buku fiksi, tapi saya penasaran tentang kontroversi buku ini. thx ya resensinya cukup menjawab rasa penasaran saya.. saling kunjung boz ya..
Posting Komentar