PP Nomor 19 Tahun 2010 - PP Nomor 19 Tahun 2010 adalah peraturan pemerintah yang mengatur tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan serta Kedudukan Keuangan Gubernur sebagai wakil pemerintah di wilayah provinsi.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2010 ini disebutkan oleh Meteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, bahwa tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota, tapi hanya akan menambah kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
"PP 19 Tahun 2010 tidak sedikit pun mengeliminasi pasal-pasal yang ada dalam UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah, tapi bobot kewenangan gubernur diperkuat dan titik otonomi daerah tetap di kabupaten/kota," kata mantan Gubernur Sumbar itu di Padang, Minggu (21/2).
Dalam PP Nomor 19 Tahun 2010 juga disebutkan akan mengatur sebagian kewenangan pemerintah pusat yang akan dijalankan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di tingkat daerah. Sementara menurut Gamawan, ada terdapat tiga tingkatan dalam kehidupan, yakni etika yang menyangkut hubungan antara orang dengan orang lain, moral (sosial kemasyarakatan) atau bila moral terlanggar maka pelaku terkena sanksi sosial dan sanksi hukum.
"Kalau etika dan moral tidak jalan sehingga harus hukum yang dijalankan lagi, maka perlu dituangkan dalam Undang-undang. Saya melihat ada bupati yang tiga tahun diundang tidak pernah datang sekalipun. Apakah bisa pemerintahan dijalankan seperti itu," katanya.
Menurut dia, sistem yang ada berlaku secara nasional dan tak mungkin pemerintah akan bisa berjalan baik kalau tidak utuh dilaksanakan. "Kan kabupaten/kota itu bukanlah sebuah kerajaan kecil atau seperti distrik di negara-negara federal, tapi merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.
Justru itu, sinergi antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi dengan pemerintah pusat harus ditata karena sistemnya nasional. Tak mungkin, kata Gamawan lagi, ada gubernur yang tidak setuju dengan Keputusan Presdien (Keppres), misalnya RPJM yang diatur dengan Kepres, apakah bisa gubernur mengatakan tak setuju.
Selain itu, apakah ada bupati dan wali kota yang tidak loyal terhadap Keppres, dan tingkat provinsi apakah boleh kabupaten/kota tak setuju dengan Perda provinsi, tentu tidak mungkin. Oleh karena itu, katanya, harus ada produk hukum turunan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
"Kalau sekarang ada satu kabupaten atau kota tidak mau menjalankan, apakah cukup dengan sanski moral saja. Itu tata kelola bernegara dan berpemerintahan," katanya.
Ia mengatakan PP yang disebut-sebut itu merupakan hukum administrasi pemerintahan, bukan moral administrasi pemerintahan, sebab hukum administrasi dan moral administrasi juga berbeda.
Oleh karena itu, ia mendukung ada sanksi bagi mereka yang tidak menjalankannya sebagaimana dituangkan dalam PP 19. Dalam kesempatan itu, Gamawan sambil berkelakar, saat dirinya menjadi Gubernur Sumbar, banyak yang bertanya, bahkan ada yang bilang untuk apa diatur-atur.
"Ada juga yang mengatakan Gubernur Gamawan ini penuh wacana saja dan hal itu merupakan bukti wacana yang muncul dulu," katanya.
dikutip dari situs Mediaindonesia.com
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2010 ini disebutkan oleh Meteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi, bahwa tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah kabupaten dan kota, tapi hanya akan menambah kewenangan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.
"PP 19 Tahun 2010 tidak sedikit pun mengeliminasi pasal-pasal yang ada dalam UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah, tapi bobot kewenangan gubernur diperkuat dan titik otonomi daerah tetap di kabupaten/kota," kata mantan Gubernur Sumbar itu di Padang, Minggu (21/2).
Dalam PP Nomor 19 Tahun 2010 juga disebutkan akan mengatur sebagian kewenangan pemerintah pusat yang akan dijalankan gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di tingkat daerah. Sementara menurut Gamawan, ada terdapat tiga tingkatan dalam kehidupan, yakni etika yang menyangkut hubungan antara orang dengan orang lain, moral (sosial kemasyarakatan) atau bila moral terlanggar maka pelaku terkena sanksi sosial dan sanksi hukum.
"Kalau etika dan moral tidak jalan sehingga harus hukum yang dijalankan lagi, maka perlu dituangkan dalam Undang-undang. Saya melihat ada bupati yang tiga tahun diundang tidak pernah datang sekalipun. Apakah bisa pemerintahan dijalankan seperti itu," katanya.
Menurut dia, sistem yang ada berlaku secara nasional dan tak mungkin pemerintah akan bisa berjalan baik kalau tidak utuh dilaksanakan. "Kan kabupaten/kota itu bukanlah sebuah kerajaan kecil atau seperti distrik di negara-negara federal, tapi merupakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.
Justru itu, sinergi antara pemerintah kabupaten/kota, provinsi dengan pemerintah pusat harus ditata karena sistemnya nasional. Tak mungkin, kata Gamawan lagi, ada gubernur yang tidak setuju dengan Keputusan Presdien (Keppres), misalnya RPJM yang diatur dengan Kepres, apakah bisa gubernur mengatakan tak setuju.
Selain itu, apakah ada bupati dan wali kota yang tidak loyal terhadap Keppres, dan tingkat provinsi apakah boleh kabupaten/kota tak setuju dengan Perda provinsi, tentu tidak mungkin. Oleh karena itu, katanya, harus ada produk hukum turunan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
"Kalau sekarang ada satu kabupaten atau kota tidak mau menjalankan, apakah cukup dengan sanski moral saja. Itu tata kelola bernegara dan berpemerintahan," katanya.
Ia mengatakan PP yang disebut-sebut itu merupakan hukum administrasi pemerintahan, bukan moral administrasi pemerintahan, sebab hukum administrasi dan moral administrasi juga berbeda.
Oleh karena itu, ia mendukung ada sanksi bagi mereka yang tidak menjalankannya sebagaimana dituangkan dalam PP 19. Dalam kesempatan itu, Gamawan sambil berkelakar, saat dirinya menjadi Gubernur Sumbar, banyak yang bertanya, bahkan ada yang bilang untuk apa diatur-atur.
"Ada juga yang mengatakan Gubernur Gamawan ini penuh wacana saja dan hal itu merupakan bukti wacana yang muncul dulu," katanya.
dikutip dari situs Mediaindonesia.com
0 komentar :
Posting Komentar