Perhatian masyarakat Australia sedang tertuju pada Jaksa Agung New South Wales (NSW) John Hatzistergos. Sebab, lewat Learn to Include (LTI) yang menjadi program institusinya, kejaksaan agung secara tidak langsung telah merestui beredarnya buku anak kontroversial, "Where Did I Really Come From."
Buku tentang reproduksi karangan Narelle Wickham itu menjadi kontroversi karena mencantumkan tentang keluarga homoseksual. Yakni, keluarga yang terdiri atas pasangan lesbian atau gay dan anak angkat mereka. "Kadangkala, seorang perempuan sangat ingin punya anak, tapi tidak mau berhubungan seksual dengan seorang pria. Jadi, dia membesarkan bayinya sendiri atau berdua dengan perempuan lainnya. Maka, bayi tersebut mempunyai dua ibu," tulis Wickham.
Pada bab kehamilan tidak alami dijelaskan bahwa seorang perempuan akan mendatangi dokter untuk mendapatkan sperma dari donor. "Atau, perempuan tersebut bisa menemui seorang pria yang dia kenal dan bersedia memberikan spermanya," papar Wickham dalam bukunya. Kalimat-kalimat tersebut jelas mengundang reaksi keras para orang tua. Juga kubu oposisi dan lembaga-lembaga nonprofit yang peduli anak-anak.
"Saya rasa, anak-anak tidak terlalu tertarik pada hal semacam itu. Mereka malah lebih tertarik pada toilet training," ujar Jubir Komunitas Oposisi Pru Goward seperti dilansir AAP kemarin (4/5). Atas kasus itu, dia juga mengkritik pemerintahan lokal Hatzistergos karena memprioritaskan topik yang tidak perlu. Padahal, kata dia, masih banyak topik penting lain yang bisa diangkat dalam program LTI.
Menurut dia, keluarga homoseksual cenderung masuk kategori interaksi sosial, bukan pengetahuan seksual. "Tidak ada yang salah dengan menumbuhkan toleransi dan kepekaan sosial terhadap perbedaan. Tapi, mengapa harus topik keluarga homoseksual yang diangkat. Bahkan, saya masih menganggapnya sebagai misteri," papar Goward.
Selain itu, buku yang dianjurkan untuk dibaca kelompok umur 2-12 tahun tersebut menuliskan definisi yang terlalu vulgar tentang hubungan seksual. Di situ dituliskan dengan gamblang bahwa hubungan seksual terjadi ketika "seorang perempuan dan laki-laki saling berpelukan dan bercumbu dan alat kelamin laki-laki tersebut masuk ke alat kelamin perempuan."
Jubir Focus On The Family Deb Sorensen menegaskan bahwa kalimat tersebut tidak akan dipahami anak-anak. Menurut dia, target usia buku yang diilhami buku senada terbitan 1992 itu terlalu muda. "Buku ini justru menodai nilai-nilai tradisional sebuah keluarga dana menanggalkan sensitivitas kita (terhadap isu-isu homoseksual)," paparnya seperti dikutip Daily Telegraph kemarin.
Namun, Wickham membela diri. Dia menegaskan, buku karangannya itu sudah disesuaikan dengan kelompok umur 2-12 tahun. Apalagi, lanjut dia, yang dituliskan di situ adalah fakta. "Lewat buku ini, kami hanya ingin menyatakan kepada anak-anak bahwa ada banyak cara untuk mendapatkan anak," urainya. (kepritoday.com)
Buku tentang reproduksi karangan Narelle Wickham itu menjadi kontroversi karena mencantumkan tentang keluarga homoseksual. Yakni, keluarga yang terdiri atas pasangan lesbian atau gay dan anak angkat mereka. "Kadangkala, seorang perempuan sangat ingin punya anak, tapi tidak mau berhubungan seksual dengan seorang pria. Jadi, dia membesarkan bayinya sendiri atau berdua dengan perempuan lainnya. Maka, bayi tersebut mempunyai dua ibu," tulis Wickham.
Pada bab kehamilan tidak alami dijelaskan bahwa seorang perempuan akan mendatangi dokter untuk mendapatkan sperma dari donor. "Atau, perempuan tersebut bisa menemui seorang pria yang dia kenal dan bersedia memberikan spermanya," papar Wickham dalam bukunya. Kalimat-kalimat tersebut jelas mengundang reaksi keras para orang tua. Juga kubu oposisi dan lembaga-lembaga nonprofit yang peduli anak-anak.
"Saya rasa, anak-anak tidak terlalu tertarik pada hal semacam itu. Mereka malah lebih tertarik pada toilet training," ujar Jubir Komunitas Oposisi Pru Goward seperti dilansir AAP kemarin (4/5). Atas kasus itu, dia juga mengkritik pemerintahan lokal Hatzistergos karena memprioritaskan topik yang tidak perlu. Padahal, kata dia, masih banyak topik penting lain yang bisa diangkat dalam program LTI.
Menurut dia, keluarga homoseksual cenderung masuk kategori interaksi sosial, bukan pengetahuan seksual. "Tidak ada yang salah dengan menumbuhkan toleransi dan kepekaan sosial terhadap perbedaan. Tapi, mengapa harus topik keluarga homoseksual yang diangkat. Bahkan, saya masih menganggapnya sebagai misteri," papar Goward.
Selain itu, buku yang dianjurkan untuk dibaca kelompok umur 2-12 tahun tersebut menuliskan definisi yang terlalu vulgar tentang hubungan seksual. Di situ dituliskan dengan gamblang bahwa hubungan seksual terjadi ketika "seorang perempuan dan laki-laki saling berpelukan dan bercumbu dan alat kelamin laki-laki tersebut masuk ke alat kelamin perempuan."
Jubir Focus On The Family Deb Sorensen menegaskan bahwa kalimat tersebut tidak akan dipahami anak-anak. Menurut dia, target usia buku yang diilhami buku senada terbitan 1992 itu terlalu muda. "Buku ini justru menodai nilai-nilai tradisional sebuah keluarga dana menanggalkan sensitivitas kita (terhadap isu-isu homoseksual)," paparnya seperti dikutip Daily Telegraph kemarin.
Namun, Wickham membela diri. Dia menegaskan, buku karangannya itu sudah disesuaikan dengan kelompok umur 2-12 tahun. Apalagi, lanjut dia, yang dituliskan di situ adalah fakta. "Lewat buku ini, kami hanya ingin menyatakan kepada anak-anak bahwa ada banyak cara untuk mendapatkan anak," urainya. (kepritoday.com)
0 komentar :
Posting Komentar