Uang dan gemerlap dunia memang kerap buat orang gelap mata. Setidaknya begitu juga dengan Ir. Washington Sibarani. Betapa tidak, gara-gara rupiah, Washington tega menyeret ibu dan tiga saudara kandungnya jadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Kemarin (4/3), sidang anak pidanakan ibu kandung itu kembali digelar di PN Medan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi korban (Washington-red). “Karena pemalsuan akta No 114 itu, saya rugi 8 miliar. Bukan hanya rugi materil saja, tapi saya juga menderita kerugian inmaterial. Karena terbitnya akte tersebut hak saya sebagai pemegang saham hilang di CV Bintang Utara,” ujar Washington mengawali kesaksianya dihadapan majelis hakim yang diketuai Petriyanti SH, dan tiga terdakwa yakni, ibunya Ny Tiarma Pasaribu (78), dan tiga saudaranya, Bahara Sibarani (62), Firma Sibarani (48) dan Hardi Sibarani (59) .
Masih Washington, selaku Persero Komanditer (pasif) di CV Bintang Utara berdasarkan akta No 17 tahun 1996, ia keberatan karena tidak diikutsertakan dalam penerbitan akta No 114 tanggal 21 Februari 1997 mengenai pendgurusan izin trayek baru termasuk surat operasional CV. Bintang Utara. Atas dasr itu pula, anak ketiga dari 11 bersaudara itu menuding akta yang dibuat di notaris Alinah Hanum itu adalah palsu. Tak terima, Washington menggugat ibu dan ke tiga saudaranya secara perdata yang perkarannya kini masih dalam tahap banding. Karena awal gugatanya kalah, akhirnya Washington mempidanakan ibu dan saudaranya dengan tudingan penerbitan akta palsu CV Bintang Utara.
Hal senada juga diutarakan Hotlan Sibarani, anak kelima Ny Tiarma Pasaribu yang juga diperiksa sebagai saksi. Hanya saja Hotlan menerangkan dengan terbitnya akta No 114 itu, secara pribadi dirinya juga mengalami kerugian sebesar 5 miliar, karena tidak diikutsertakan sebagai pemegang saham. Ny Tiarma Pasaribu yang kala itu duduk di kursi roda membantah tegasketerangan kedua putranya itu. “Nggak benar semua yang mereka bilang itu buk hakim,” ujar Tiarma singkat.
Usai abang beradik ini, giliran Mindu Sibarani, anak bontot yang angkat bcara, berbeda dengan abang-abangnya, Mindu malah menyesalkan sikap Washington yang mempidanakan ibunya. “Mana ada anak yang mengatur orang tua, buk hakim. Perusahaan ini mutlak hak ibu saya, karena dialah Direktrisnya menggantikan bapak saya. Jadi keputusannya yang mengangkat Firma Sibarani sebagai wadirut itu menurut saya sah-sah saja. Aku sangat berharap mereka (Washinghton-red) berubah dan insyaf buk hakim, kalau dia minta secara baik-baik, ibu pasti ngasih, bukan dengan cara seperti ini,” ungkap Mindu sedih.
Masih Mindu, meski tak tahu-menahu soal akta-akta yang ada di CV Bintang Utara, baik itu akta No 17 maupun akta No 114, tapi di perusahaan itu ia digaji Rp 2,5 juta/sebulan. “Padahal saya juga pemilik saham, tapi saya tak pernah mempermasalahkan itu. Saya mengurus perusahaan ini, karena pesan dari ayah, agar kami tidak meninggalkan perusahaan itu. Untuk itu saya ikhlas mengurus harta orang tua saya ini buk hakim, bukan karena ada maksud lain,” ujar Mindu sembari meneteskan air mata.
Mendengar pernyataan itu, Ny Tiarma yang duduk disamping pengacaranya juga terlihat ikut menitikkan air mata. Usai Mindu menjelaskan kesaksiannya, Tiarma yang ditanya, membenarkan semua pernyataan putra bungsunya itu, “Benar semua apa yang dibilangnya itu buk hakim,” ujar Tiarma dengan deraian air mata. Terpisah, Edi Purwanto SH selaku kuasa hukum ketiga terdakwa ketika dikonfirmasi POSMETRO MEDAN menilai kesaksian Washington tak berdasar.
“Pernyataan itu tak ada dasarnya, dia (Washington-red) pemilik saham pasif, macam mana keuntungan mau dibagi kepadanya, kalau diapun tak ada memasukkan modalnya, dan itupun diakuinya tadi di persidangan, kalau dia tak pernah memasukkan modal. Jadi katanya yang dia dirugikan 8 miliar, dari mana dasarnya?, gugatannya secara perdata pun dikalahkan waktu itu,” jelas Edi sembari berjalan meninggalkan PN Medan. (posmetro-medan.com)
Kemarin (4/3), sidang anak pidanakan ibu kandung itu kembali digelar di PN Medan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi korban (Washington-red). “Karena pemalsuan akta No 114 itu, saya rugi 8 miliar. Bukan hanya rugi materil saja, tapi saya juga menderita kerugian inmaterial. Karena terbitnya akte tersebut hak saya sebagai pemegang saham hilang di CV Bintang Utara,” ujar Washington mengawali kesaksianya dihadapan majelis hakim yang diketuai Petriyanti SH, dan tiga terdakwa yakni, ibunya Ny Tiarma Pasaribu (78), dan tiga saudaranya, Bahara Sibarani (62), Firma Sibarani (48) dan Hardi Sibarani (59) .
Masih Washington, selaku Persero Komanditer (pasif) di CV Bintang Utara berdasarkan akta No 17 tahun 1996, ia keberatan karena tidak diikutsertakan dalam penerbitan akta No 114 tanggal 21 Februari 1997 mengenai pendgurusan izin trayek baru termasuk surat operasional CV. Bintang Utara. Atas dasr itu pula, anak ketiga dari 11 bersaudara itu menuding akta yang dibuat di notaris Alinah Hanum itu adalah palsu. Tak terima, Washington menggugat ibu dan ke tiga saudaranya secara perdata yang perkarannya kini masih dalam tahap banding. Karena awal gugatanya kalah, akhirnya Washington mempidanakan ibu dan saudaranya dengan tudingan penerbitan akta palsu CV Bintang Utara.
Hal senada juga diutarakan Hotlan Sibarani, anak kelima Ny Tiarma Pasaribu yang juga diperiksa sebagai saksi. Hanya saja Hotlan menerangkan dengan terbitnya akta No 114 itu, secara pribadi dirinya juga mengalami kerugian sebesar 5 miliar, karena tidak diikutsertakan sebagai pemegang saham. Ny Tiarma Pasaribu yang kala itu duduk di kursi roda membantah tegasketerangan kedua putranya itu. “Nggak benar semua yang mereka bilang itu buk hakim,” ujar Tiarma singkat.
Usai abang beradik ini, giliran Mindu Sibarani, anak bontot yang angkat bcara, berbeda dengan abang-abangnya, Mindu malah menyesalkan sikap Washington yang mempidanakan ibunya. “Mana ada anak yang mengatur orang tua, buk hakim. Perusahaan ini mutlak hak ibu saya, karena dialah Direktrisnya menggantikan bapak saya. Jadi keputusannya yang mengangkat Firma Sibarani sebagai wadirut itu menurut saya sah-sah saja. Aku sangat berharap mereka (Washinghton-red) berubah dan insyaf buk hakim, kalau dia minta secara baik-baik, ibu pasti ngasih, bukan dengan cara seperti ini,” ungkap Mindu sedih.
Masih Mindu, meski tak tahu-menahu soal akta-akta yang ada di CV Bintang Utara, baik itu akta No 17 maupun akta No 114, tapi di perusahaan itu ia digaji Rp 2,5 juta/sebulan. “Padahal saya juga pemilik saham, tapi saya tak pernah mempermasalahkan itu. Saya mengurus perusahaan ini, karena pesan dari ayah, agar kami tidak meninggalkan perusahaan itu. Untuk itu saya ikhlas mengurus harta orang tua saya ini buk hakim, bukan karena ada maksud lain,” ujar Mindu sembari meneteskan air mata.
Mendengar pernyataan itu, Ny Tiarma yang duduk disamping pengacaranya juga terlihat ikut menitikkan air mata. Usai Mindu menjelaskan kesaksiannya, Tiarma yang ditanya, membenarkan semua pernyataan putra bungsunya itu, “Benar semua apa yang dibilangnya itu buk hakim,” ujar Tiarma dengan deraian air mata. Terpisah, Edi Purwanto SH selaku kuasa hukum ketiga terdakwa ketika dikonfirmasi POSMETRO MEDAN menilai kesaksian Washington tak berdasar.
“Pernyataan itu tak ada dasarnya, dia (Washington-red) pemilik saham pasif, macam mana keuntungan mau dibagi kepadanya, kalau diapun tak ada memasukkan modalnya, dan itupun diakuinya tadi di persidangan, kalau dia tak pernah memasukkan modal. Jadi katanya yang dia dirugikan 8 miliar, dari mana dasarnya?, gugatannya secara perdata pun dikalahkan waktu itu,” jelas Edi sembari berjalan meninggalkan PN Medan. (posmetro-medan.com)
0 komentar :
Posting Komentar