Dugaan keterlibatan puluhan pelajar putri dan mahasiswi dalam praktik prostitusi di provinsi Banten terungkap setelah polisi menangkap Yeti Nurhayati alias Mamih, salah seorang mucikari yang didalam pemeriksaan diketahui, anak asuh Mamih bukan hanya Is, Hs, dan En yang ditangkap bersamanya.
Bersama suaminya, Iwan, ibu muda itu memiliki sekitar 20 anak asuh yang berasal dari kalangan pelajar putri dari tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) hingga mahasiswi. Bahkan, sebagian besar dari mereka masih aktif bersekolah atau kuliah.
Sistem perekrutannya dari mulut ke mulut. Biasanya para pelajar terjun ke dunia prostitusi karena dikenalkan oleh temannya yang sudah lebih dahulu menjadi pekerja seks komersial (PSK). Dengan demikian, Mamih tidak perlu mendatangi sekolah atau kampus untuk mendapatkan anak asuh.
”Anak-anak yang baru biasanya diajak temannya,” kata Ipda Herlia Hartarani, Kepala Unit Pelindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Serang Seperti yang dikutip dari Surya Online , Jumat (27/2).
Sebagian pelajar dan mahasiswi terpaksa menjadi PSK karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Umumnya para orangtua tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan anak-anak mereka. Pasalnya, jam kerja PSK pelajar dan mahasiswa itu dibatasi pukul 15.00-21.00. Mereka selalu punya alasan yang sama, yaitu main dengan teman dan mengerjakan tugas sekolah di rumah teman.
Sistem pemesanan pun sudah tergolong rapi dan tertutup. Untuk bisa berkencan, seorang pelanggan harus memesan melalui telepon kepada Mamih. Setelah itu, Mamih mengantarkan anak asuh kepada pelanggan ke tempat yang sudah dijanjikan.
Meski demikian, tidak semua pelanggan akan dengan mudah mendapatkan pesanannya. Sebab, sebagian besar PSK baru bersedia menemani pelanggan apabila sudah kehabisan uang sehingga tidak setiap hari mereka siap menerima tawaran kerja.
Seperti diberitakan sebelumnya, tarif yang dikenakan para pelajar dan mahasiswa itu Rp 500.000-Rp 1 juta untuk satu kali kencan. Bahkan, apabila pelayanan memuaskan, para PSK itu biasa mendapatkan uang lebih. ”Dari pengakuan mereka, salah satu pelanggannya adalah anggota dewan. Tetapi kami tidak tahu dewan yang mana,” tutur Herlia.
Para PSK itu pun tak sembarangan memilih calon pelanggan. Mamih Yeti membatasi pelanggan hanya berasal dari Serang, Pandeglang, Cilegon, dan Lebak saja. Dia tidak menerima tawaran pesanan dari orang luar Banten.
Tempat kencan yang dipilih juga tidak sembarangan. Dari hasil pemeriksaan diketahui, mereka biasa berkencan di sebuah hotel di Jakarta dan dua hotel di kawasan Cilegon.
Sementara itu, kemarin, tiga pelajar yang ditangkap bersama Mamih Yeti dikembalikan kepada keluarga masing-masing. Penyerahan itu dilakukan karena polisi menilai orangtua mereka bersedia membina anak-anak mereka. ”Namun, kami tetap mengawasi tiga pelajar putri itu,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Serang Ajun Komisaris Sofwan Hermanto.
Bersama suaminya, Iwan, ibu muda itu memiliki sekitar 20 anak asuh yang berasal dari kalangan pelajar putri dari tingkat sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) hingga mahasiswi. Bahkan, sebagian besar dari mereka masih aktif bersekolah atau kuliah.
Sistem perekrutannya dari mulut ke mulut. Biasanya para pelajar terjun ke dunia prostitusi karena dikenalkan oleh temannya yang sudah lebih dahulu menjadi pekerja seks komersial (PSK). Dengan demikian, Mamih tidak perlu mendatangi sekolah atau kampus untuk mendapatkan anak asuh.
”Anak-anak yang baru biasanya diajak temannya,” kata Ipda Herlia Hartarani, Kepala Unit Pelindungan Perempuan dan Anak Satuan Reserse Kriminal Polres Serang Seperti yang dikutip dari Surya Online , Jumat (27/2).
Sebagian pelajar dan mahasiswi terpaksa menjadi PSK karena terdesak kebutuhan ekonomi.
Umumnya para orangtua tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan anak-anak mereka. Pasalnya, jam kerja PSK pelajar dan mahasiswa itu dibatasi pukul 15.00-21.00. Mereka selalu punya alasan yang sama, yaitu main dengan teman dan mengerjakan tugas sekolah di rumah teman.
Sistem pemesanan pun sudah tergolong rapi dan tertutup. Untuk bisa berkencan, seorang pelanggan harus memesan melalui telepon kepada Mamih. Setelah itu, Mamih mengantarkan anak asuh kepada pelanggan ke tempat yang sudah dijanjikan.
Meski demikian, tidak semua pelanggan akan dengan mudah mendapatkan pesanannya. Sebab, sebagian besar PSK baru bersedia menemani pelanggan apabila sudah kehabisan uang sehingga tidak setiap hari mereka siap menerima tawaran kerja.
Seperti diberitakan sebelumnya, tarif yang dikenakan para pelajar dan mahasiswa itu Rp 500.000-Rp 1 juta untuk satu kali kencan. Bahkan, apabila pelayanan memuaskan, para PSK itu biasa mendapatkan uang lebih. ”Dari pengakuan mereka, salah satu pelanggannya adalah anggota dewan. Tetapi kami tidak tahu dewan yang mana,” tutur Herlia.
Para PSK itu pun tak sembarangan memilih calon pelanggan. Mamih Yeti membatasi pelanggan hanya berasal dari Serang, Pandeglang, Cilegon, dan Lebak saja. Dia tidak menerima tawaran pesanan dari orang luar Banten.
Tempat kencan yang dipilih juga tidak sembarangan. Dari hasil pemeriksaan diketahui, mereka biasa berkencan di sebuah hotel di Jakarta dan dua hotel di kawasan Cilegon.
Sementara itu, kemarin, tiga pelajar yang ditangkap bersama Mamih Yeti dikembalikan kepada keluarga masing-masing. Penyerahan itu dilakukan karena polisi menilai orangtua mereka bersedia membina anak-anak mereka. ”Namun, kami tetap mengawasi tiga pelajar putri itu,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Serang Ajun Komisaris Sofwan Hermanto.
0 komentar :
Posting Komentar