Namanya penipu, banyak cara yang mereka gunakan untuk mengelabui mangsanya. Termasuk mengaku-aku sebagai Panglima TNI.
Arif, Amir, Burhan Nur, Adi, Patri, Rizal, Laco dan Fahri memang penipu nekat. Mereka berkomplot bukan hanya mengaku Panglima TNI. Ada juga yang mengaku sebagai Gubernur Bali, Kapoldas Bangka Belitung, Kapolwiltabes Bandung, dan Bupati Karanganyar.
"Mereka mengaku sebagai pejabat negara lalu meminta uang kepada perusahaan yang menjadi rekanan pemerintah atau mengaku pejabat tinggi lalu minta uang kepada pejabat lainnya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Zulkarnaen di Jakarta, Rabu (18/2).
8 Orang tersebut ditangkap tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya di Perumahan Taman Cipulir, Ciledug, Tangerang.
Menurut Zulkarnaen, kawanan itu sempat mengaku Panglima TNI lalu meminta uang Rp 100 juta kepada pejabat Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN).
Barang bukti yang disita antara lain mesin faks, printer, laptop, aneka kartu ATM, aneka buku tabungan dan buku petunjuk telepon.
Kasat Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Nico Afinta mengatakan, jika berhasil menggaet korban, komplotan ini mendapatkan uang Rp 20 juta hingga Rp 20 juta untuk satu kali pengiriman.
Agar tidak mudah tertangkap, mereka langsung menutup rekening setelah mendapatkan transfer dari korban.
"Mereka telah memakai hampir 100 rekening. Jika satu rekening menerima Rp 20 juta hingga Rp 30 juta maka uang yang didapatkan bisa mencapai miliaran rupiah," ujarnya.
Uang itu hanya dipakai untuk hidup mewah dan foya-foya di Jakarta. Namun ada juga yang dikirim ke kampung halamannya di Sindrap, Sulsel.
"Kalau dinilai sasaran dan jumlah uang yang ada, komplotan ini termasuk paling lihai dan paling meyakinkan jika dibandingkan dengan jaringan lain," ujarnya.
Saat berbicara dengan calon korban, salah satu tersangka mengaku sebagai ajudan pejabat lalu menghubungi para korban lewat telepon.
"Jadi, ada yang berperan sebagai ajudan pejabat, pejabat tinggi, membuka rekening, mencari data calon korban bahkan menggunakan internet dan nomor telepon 108 untuk mencari calon korban," ujarnya.
Aksi para tersangka terbongkar ketika mereka mengaku sebagai Panglima TNI dan Sekretaris Ditjen Farmasi dan Alat Kesehatan Depkes.
Polda Metro Jaya yang menangani kedua kasus ini lalu mengintai salah satu rumah di Perumahan Taman Cipulir karena keduanya menelpon dari lokasi yang sama.
"Mereka tertangkap di rumah itu saat sedang merencanakan untuk menipu calon korban berikutnya," terangnya. (inilah.com)
Arif, Amir, Burhan Nur, Adi, Patri, Rizal, Laco dan Fahri memang penipu nekat. Mereka berkomplot bukan hanya mengaku Panglima TNI. Ada juga yang mengaku sebagai Gubernur Bali, Kapoldas Bangka Belitung, Kapolwiltabes Bandung, dan Bupati Karanganyar.
"Mereka mengaku sebagai pejabat negara lalu meminta uang kepada perusahaan yang menjadi rekanan pemerintah atau mengaku pejabat tinggi lalu minta uang kepada pejabat lainnya," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Zulkarnaen di Jakarta, Rabu (18/2).
8 Orang tersebut ditangkap tim Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya di Perumahan Taman Cipulir, Ciledug, Tangerang.
Menurut Zulkarnaen, kawanan itu sempat mengaku Panglima TNI lalu meminta uang Rp 100 juta kepada pejabat Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN).
Barang bukti yang disita antara lain mesin faks, printer, laptop, aneka kartu ATM, aneka buku tabungan dan buku petunjuk telepon.
Kasat Kejahatan dengan Kekerasan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Nico Afinta mengatakan, jika berhasil menggaet korban, komplotan ini mendapatkan uang Rp 20 juta hingga Rp 20 juta untuk satu kali pengiriman.
Agar tidak mudah tertangkap, mereka langsung menutup rekening setelah mendapatkan transfer dari korban.
"Mereka telah memakai hampir 100 rekening. Jika satu rekening menerima Rp 20 juta hingga Rp 30 juta maka uang yang didapatkan bisa mencapai miliaran rupiah," ujarnya.
Uang itu hanya dipakai untuk hidup mewah dan foya-foya di Jakarta. Namun ada juga yang dikirim ke kampung halamannya di Sindrap, Sulsel.
"Kalau dinilai sasaran dan jumlah uang yang ada, komplotan ini termasuk paling lihai dan paling meyakinkan jika dibandingkan dengan jaringan lain," ujarnya.
Saat berbicara dengan calon korban, salah satu tersangka mengaku sebagai ajudan pejabat lalu menghubungi para korban lewat telepon.
"Jadi, ada yang berperan sebagai ajudan pejabat, pejabat tinggi, membuka rekening, mencari data calon korban bahkan menggunakan internet dan nomor telepon 108 untuk mencari calon korban," ujarnya.
Aksi para tersangka terbongkar ketika mereka mengaku sebagai Panglima TNI dan Sekretaris Ditjen Farmasi dan Alat Kesehatan Depkes.
Polda Metro Jaya yang menangani kedua kasus ini lalu mengintai salah satu rumah di Perumahan Taman Cipulir karena keduanya menelpon dari lokasi yang sama.
"Mereka tertangkap di rumah itu saat sedang merencanakan untuk menipu calon korban berikutnya," terangnya. (inilah.com)
0 komentar :
Posting Komentar