Beberapa wali murid SMPN 1 Kota Probolinggo memprotes kebijakan sekolah tersebut terkait jilbab. Pasalnya, untuk keperluan foto ijazah, para siswi kelas IX (kelas 3) yang berjilbab diharuskan melepas jilbab.
SMPN favorit di Kota Probolinggo itu melakukan pemotretan masal pada Senin (23/2). Para pelajar kelas IX menjalani pemotretan untuk foto ijazah. Sedangkan murid kelas VII (kelas 1) dipotret untuk pembuatan kartu pelajar.
Lalu untuk keperluan foto ijazah, siswi yang berjilbab diharuskan melepas jilbabnya. Ini yang memicu protes. Salah seorang wali murid mengaku mendengar kabar itu dari anaknya yang duduk di kelas IX. Menurutnya, ketika anaknya difoto memang tidak bersamaan dengan siswa laki-laki. Tetapi, yang motret adalah orang laki-laki.
"Anak saya bilang waktu foto ijazah disuruh melepas jilbab. Anak saya itu tidak mau melepas jilbabnya. Tapi, karena untuk ijazah akhirnya anak saya bersedia. Bagaimana ini bisa terjadi?" kata pria tersebut.
Menurutnya, SMPN 1 sudah bagus membuat aturan siswi muslim dianjurkan bahkan wajib mengenakan jilbab dan pakaian lengan panjang. Tetapi, kebijakan foto ijazah ini justru bertolak belakang. "Ini masalah moral dan identitas seseorang," katanya.
Kepala SMPN 1 Budi Wahyu Rianto menyatakan pelepasan jilbab untuk foto ijazah itu memang atas instruksinya. Budi menyatakan, SMPN 1 memang sekolah pertama yang menganjurkan semua siswi muslim untuk memakai jilbab. Sedangkan yang non muslim harus mengenakan seragam panjang.
Lalu mengapa siswi berjilbab diharuskan melepas jilbab untuk foto ijazah? "Mengenai foto, itu satu hal yang tersisa. Belum ada peraturan atau surat resmi dari departemen atau dinas mengenai foto ijazah mengenakan jilbab. Makanya saya terapkan aturan zaman dulu. Prinsipnya hanya untuk menghindari masalah di kemudian hari," terang Budi.
Menurutnya, saat ini pihak sekolah tidak tahu para muridnya akan melanjutkan sekolah di mana. Pihak sekolah hanya khawatir ada muridnya sampai tidak diterima karena masalah foto berjilbab. Sebab, kata Budi, tidak semua lembaga menerima ijazah dengan foto berjilbab. "Kalau tidak diterima, kan malah kasihan," ucapnya.
Lelaki yang pernah menempuh pendidikan di Australia ini menyatakan mengambil kebijakan tersebut semata-mata demi muridnya. "Agar tidak ada problem di kemudian hari. Terlebih, saya belum terima surat resmi dari dinas atau departemen soal aturan ini," tuturnya.
Soal pemotretan untuk foto ijazah, setiap sekolah memiliki cara sendiri-sendiri. Untuk SMPN 1, Budi sengaja meng-organize dengan cara pemotretan masal agar kualitas hasilnya sama bagus. Untuk itu Budi berharap agar semua pihak memahami kebijakannya tersebut.
Menurutnya, foto yang dihasilkan itu untuk persiapan ujian nasional, kartu ujian, kursi ujian dan ijazah. "Saya hanya ingin ada keseragaman aturan. Kalau memakai jilbab di foto ijazah tidak apa-apa, ya saya mendukung. Secara pribadi, saya lebih setuju jika foto di ijazah mengenakan jilbab," tutur Budi. (kepritoday.com)
SMPN favorit di Kota Probolinggo itu melakukan pemotretan masal pada Senin (23/2). Para pelajar kelas IX menjalani pemotretan untuk foto ijazah. Sedangkan murid kelas VII (kelas 1) dipotret untuk pembuatan kartu pelajar.
Lalu untuk keperluan foto ijazah, siswi yang berjilbab diharuskan melepas jilbabnya. Ini yang memicu protes. Salah seorang wali murid mengaku mendengar kabar itu dari anaknya yang duduk di kelas IX. Menurutnya, ketika anaknya difoto memang tidak bersamaan dengan siswa laki-laki. Tetapi, yang motret adalah orang laki-laki.
"Anak saya bilang waktu foto ijazah disuruh melepas jilbab. Anak saya itu tidak mau melepas jilbabnya. Tapi, karena untuk ijazah akhirnya anak saya bersedia. Bagaimana ini bisa terjadi?" kata pria tersebut.
Menurutnya, SMPN 1 sudah bagus membuat aturan siswi muslim dianjurkan bahkan wajib mengenakan jilbab dan pakaian lengan panjang. Tetapi, kebijakan foto ijazah ini justru bertolak belakang. "Ini masalah moral dan identitas seseorang," katanya.
Kepala SMPN 1 Budi Wahyu Rianto menyatakan pelepasan jilbab untuk foto ijazah itu memang atas instruksinya. Budi menyatakan, SMPN 1 memang sekolah pertama yang menganjurkan semua siswi muslim untuk memakai jilbab. Sedangkan yang non muslim harus mengenakan seragam panjang.
Lalu mengapa siswi berjilbab diharuskan melepas jilbab untuk foto ijazah? "Mengenai foto, itu satu hal yang tersisa. Belum ada peraturan atau surat resmi dari departemen atau dinas mengenai foto ijazah mengenakan jilbab. Makanya saya terapkan aturan zaman dulu. Prinsipnya hanya untuk menghindari masalah di kemudian hari," terang Budi.
Menurutnya, saat ini pihak sekolah tidak tahu para muridnya akan melanjutkan sekolah di mana. Pihak sekolah hanya khawatir ada muridnya sampai tidak diterima karena masalah foto berjilbab. Sebab, kata Budi, tidak semua lembaga menerima ijazah dengan foto berjilbab. "Kalau tidak diterima, kan malah kasihan," ucapnya.
Lelaki yang pernah menempuh pendidikan di Australia ini menyatakan mengambil kebijakan tersebut semata-mata demi muridnya. "Agar tidak ada problem di kemudian hari. Terlebih, saya belum terima surat resmi dari dinas atau departemen soal aturan ini," tuturnya.
Soal pemotretan untuk foto ijazah, setiap sekolah memiliki cara sendiri-sendiri. Untuk SMPN 1, Budi sengaja meng-organize dengan cara pemotretan masal agar kualitas hasilnya sama bagus. Untuk itu Budi berharap agar semua pihak memahami kebijakannya tersebut.
Menurutnya, foto yang dihasilkan itu untuk persiapan ujian nasional, kartu ujian, kursi ujian dan ijazah. "Saya hanya ingin ada keseragaman aturan. Kalau memakai jilbab di foto ijazah tidak apa-apa, ya saya mendukung. Secara pribadi, saya lebih setuju jika foto di ijazah mengenakan jilbab," tutur Budi. (kepritoday.com)
0 komentar :
Posting Komentar