Pemberian gelar Doktor Honoris Causa (HC) kepada Presiden SBY dinilai tidak memiliki sejarah keilmuan (ahistoris). Pemberian gelar itu merupakan kelanjutan dari politik pencitraan SBY terkait pemilu yang semakin dekat.
"SBY melakukan itu asal populer. Jelas ini pemainan politis," kata pengamat politik UI, Boni Hargens kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (3/2).
Menurut Boni, lembaga survei saja bisa dimainkan oleh SBY, begitu pula halnya dengan lembaga pendidikan. Hal tersebut, terbukti dengan pemberian gelar doktor honoris causa dari ITB. Dengan pemberian gelar oleh ITB, dinilai Boni, lembaga pendidikan sudah terseret permainan politik SBY.
"Gelar itu kan tidak jelas kategorinya apa. Jadi ini adalah pmberian gelar yang ahistoris, tidak ada sejarahnya, tidak ada alasannya," ucap dia.
SBY, sambung Boni, berniat terus melanjutkan politik pencitraannya. Karenanya, SBY menggunakan pembantu-pembantunya (menteri di Kabinet) untuk mempolitisir pemberian gelar tersebut.
"Kalau pun SBY pantas mendapat gelar doktor, ia pantas pendapat gelar kategori tebar pesona," cetusnya. (inilah.com)
"SBY melakukan itu asal populer. Jelas ini pemainan politis," kata pengamat politik UI, Boni Hargens kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa (3/2).
Menurut Boni, lembaga survei saja bisa dimainkan oleh SBY, begitu pula halnya dengan lembaga pendidikan. Hal tersebut, terbukti dengan pemberian gelar doktor honoris causa dari ITB. Dengan pemberian gelar oleh ITB, dinilai Boni, lembaga pendidikan sudah terseret permainan politik SBY.
"Gelar itu kan tidak jelas kategorinya apa. Jadi ini adalah pmberian gelar yang ahistoris, tidak ada sejarahnya, tidak ada alasannya," ucap dia.
SBY, sambung Boni, berniat terus melanjutkan politik pencitraannya. Karenanya, SBY menggunakan pembantu-pembantunya (menteri di Kabinet) untuk mempolitisir pemberian gelar tersebut.
"Kalau pun SBY pantas mendapat gelar doktor, ia pantas pendapat gelar kategori tebar pesona," cetusnya. (inilah.com)
0 komentar :
Posting Komentar