Masa oil boom bagi Indonesia sudah berlalu dua dekade silam. Namun, zaman keemasan itu diperkirakan bisa terulang. Wakil Presiden Jusuf Kalla optimistis Indonesia segera kembali menjadi kekuatan ekonomi berbasis energi di dunia. Tapi, komoditasnya bukan minyak bumi seperti era 1980-an, namun gas.
''Saya optimistis Indonesia berjaya sebagai produsen gas alam cair terbesar di dunia. Satu dekade ke depan adalah masa Indonesia mengekspor gas. Saya yakinkan itu pada Anda,'' ujar Jusuf Kalla ketika membuka konferensi dan pameran internasional Forum Indogas 2009 di Jakarta Convention Center kemarin (19/1).
Hadir dalam kesempatan itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Iin Arifin Takhyan, serta sejumlah pebisnis migas nasional dan internasional.
Kalla menegaskan, lapangan gas yang potensial untuk menjadikan Indonesia sebagai negara surplus energi, antara lain, Tangguh, Natuna, Selat Makassar, Masela, dan Senoro. Sejauh ini, lapangan gas yang telah dieksplorasi adalah Sumatera (Aceh, Jambi, Riau), Kalimantan (Bontang), dan Jawa (Cepu dan Laut Jawa).
Menurut data Departemen ESDM, potensi cadangan gas Indonesia tercatat 190 triliun kaki kubik (TCF). Sekitar 140 TCF merupakan cadangan terbukti dan baru 90 TCF terikat komitmen kontrak.
Eksploitasi ladang gas sudah dilakukan sejumlah perusahaan multinasional hampir separo abad. Dari Lapangan Arun dan Bontang, Indonesia bisa mengekspor gas ke Jepang dan Korea. Meski demikian, kedua lapangan itu diakui sudah menua sehingga tak bisa digenjot sebanyak dulu. ''Tanpa investasi baru, kita tidak bisa memproduksi dan mengekspor gas," katanya.
Pada era 1970 sampai 1980-an yang dikenal dengan era oil boom, minyak bumi pernah menyumbang 90 persen pendapatan ekspor. Dengan kebutuhan energi dunia yang terus meningkat, posisi tawar Indonesia akan kembali meningkat.
''Bila industri asing menggunakan gas Indonesia, industrinya harus dibawa mendekat ke sumber gas. Jadi, mereka harus datang untuk berinvestasi di Indonesia. Bukan seperti sekarang, kita yang kirim gas ke luar negeri," jelasnya.
Selain mengekspor gas alam cair, Indonesia menggunakan sebanyak-banyaknya gas untuk industri dalam negeri. ''Selain devisa dari penjualan ekspor, bangkitnya industri dalam negeri akan menyerap tenaga kerja lebih banyak," katanya.
Di dalam negeri sendiri, kebutuhan pupuk yang mencapai tujuh juta ton per tahun memerlukan kontinuitas pasokan gas. Pemerintah juga mendorong pemanfaatan gas alam dengan program konversi bahan bakar minyak untuk retail dan pembangkit listrik. (jawapos.co.id)
''Saya optimistis Indonesia berjaya sebagai produsen gas alam cair terbesar di dunia. Satu dekade ke depan adalah masa Indonesia mengekspor gas. Saya yakinkan itu pada Anda,'' ujar Jusuf Kalla ketika membuka konferensi dan pameran internasional Forum Indogas 2009 di Jakarta Convention Center kemarin (19/1).
Hadir dalam kesempatan itu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro, Wakil Direktur Utama PT Pertamina Iin Arifin Takhyan, serta sejumlah pebisnis migas nasional dan internasional.
Kalla menegaskan, lapangan gas yang potensial untuk menjadikan Indonesia sebagai negara surplus energi, antara lain, Tangguh, Natuna, Selat Makassar, Masela, dan Senoro. Sejauh ini, lapangan gas yang telah dieksplorasi adalah Sumatera (Aceh, Jambi, Riau), Kalimantan (Bontang), dan Jawa (Cepu dan Laut Jawa).
Menurut data Departemen ESDM, potensi cadangan gas Indonesia tercatat 190 triliun kaki kubik (TCF). Sekitar 140 TCF merupakan cadangan terbukti dan baru 90 TCF terikat komitmen kontrak.
Eksploitasi ladang gas sudah dilakukan sejumlah perusahaan multinasional hampir separo abad. Dari Lapangan Arun dan Bontang, Indonesia bisa mengekspor gas ke Jepang dan Korea. Meski demikian, kedua lapangan itu diakui sudah menua sehingga tak bisa digenjot sebanyak dulu. ''Tanpa investasi baru, kita tidak bisa memproduksi dan mengekspor gas," katanya.
Pada era 1970 sampai 1980-an yang dikenal dengan era oil boom, minyak bumi pernah menyumbang 90 persen pendapatan ekspor. Dengan kebutuhan energi dunia yang terus meningkat, posisi tawar Indonesia akan kembali meningkat.
''Bila industri asing menggunakan gas Indonesia, industrinya harus dibawa mendekat ke sumber gas. Jadi, mereka harus datang untuk berinvestasi di Indonesia. Bukan seperti sekarang, kita yang kirim gas ke luar negeri," jelasnya.
Selain mengekspor gas alam cair, Indonesia menggunakan sebanyak-banyaknya gas untuk industri dalam negeri. ''Selain devisa dari penjualan ekspor, bangkitnya industri dalam negeri akan menyerap tenaga kerja lebih banyak," katanya.
Di dalam negeri sendiri, kebutuhan pupuk yang mencapai tujuh juta ton per tahun memerlukan kontinuitas pasokan gas. Pemerintah juga mendorong pemanfaatan gas alam dengan program konversi bahan bakar minyak untuk retail dan pembangkit listrik. (jawapos.co.id)
0 komentar :
Posting Komentar