DJUYOTO SUNTANI, Presiden Komite Perdamaian Dunia (World Peace Committee), adalah seorang putra Indonesia, meramalkan Indonesia pecah tahun 2015. Djuyoto menganggap pemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bagian dari skenario internasional, yang ia sebut dengan Invisible Organization lluminati.
Institusi kemasyarakatan internasional yang dipimpinnya saat ini, memiliki jaringan di seluruh dunia dan mempunyai pengaruh kuat pada dunia internasional.
Tidak seorangpun mengira negara Uni Soviet yang merupakan negara super power dapat pecah dan musnah dalam sekejap. Negara yang dulunya disegani dan menjadi tumpuan kekuatan Fakta Pertahanan Warsawa di Eropa tersebut, di awal tahun 1990 akhirnya terpecah menjadi 15 negara merdeka. Demikian juga negara Yugoslavia yang pada akhirnya terpecah menjadi lima negara. Perang etnis dan pembantaian di wilayah eks Yugoslavia itu merupakan tragedi kemanusian yang paling sadis yang pernah terjadi pasca perang dunia II. Meskipun Penduduknya memiliki bahasa dan ras yang sama, struktur fisik dan wajah sama, hal itu tidak dapat menjadikan jaminan bahwa perpecahan tidak akan terjadi di negara itu. Agama merupakan faktor utama terjadinya perpecahan di sana, meskipun diakui bahwa semua agama yang ada berasal dari satu nabi yang sama Ibrahim (versi Islam) Abraham (versi Kristen) dan Avram (versi Yahudi) yang lahir di Babilonia (Irak sekarang).
Lahirnya NKRI yang diproklamirkan tahun 1945 (abad 20 masehi) pada prinsipnya merupakan persatuan III (ketiga) dari seluruh kesatuan di bumi nusantara ini. Dalam sejarah, di wilayah nusantara sudah pernah ada dua kekuatan imperium besar yang pernah mengalami kejayaan pada masanya. Tercatat dalam sejarah persatuan pertama terjadi pada masa Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan (Abad 6 sampai 7 Masehi). Persatuan kedua pada masa Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur (13 hingga 14 Masehi) yang pernah mengalami suatu masa yang disebut gemah ripah loh jinawi. Kedua imperium itu kemudian lenyap dari muka bumi setelah bertahan 70 tahun.
Memasuki usia 63 tahun, NKRI telah banyak mengalami kejadian yang merupakan ujian terhadap kekuatan ikatan kebangsaan yang mempersatukan keberagaman kita, yang disebut dengan nasionalisme. Sejarah mencatat bagaimana keadaan bangsa ini di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno pada masa orde lama, dengan sistem politik multi partai saat itu hingga ke demokrasi terpimpin. Demikian juga di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada masa orde baru dengan sistem politik yang lebih sederhana dan demokrasi Pancasilanya. Selanjutnya, memasuki orde reformasi di masa kepemimpinan tiga orang presiden dengan masing-masing masa pemerintahan seumur jagung hingga masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan berakhir tahun 2009 nanti. Secara keseluruhan pergantian dari orde ke orde berikutnya selalu diawali dengan unjuk rasa atau juga diwarnai pemberontakan. Unjuk rasa yang dilakukan rakyat dan mahasiswa atau pun pemberontakan yang dilakukan oleh separatis, merupakan ungkapan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan pemerintah yang berkuasa yang dianggap tidak memihak kepada kepentingan rakyat, serta tak mampu mengatasi persoalan kesulitan hidup dan kemiskinan yang diderita oleh rakyat. Tentu tidak kita harapkan bahwa perjalanan bangsa ini akan tercatat dalam sejarah sebagai ”Republik Indonesia, Jakarta (Abad 20 sampai 21)”.
Krisis Energi dan Pemiskinan
Hasil kajian mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat William Cohen dengan tim 15-nya patut kita cermati. Kajian dengan klasifikasi not for distribute yang berjudul lengkap ”Asia Tahun 2025 dan Pengaruhnya terhadap Keamanan Nasional Amerika di Abad 21”, dengan tegas memprediksi sesungguhnya menskenariokan bahwa Indonesia dan Pakistan akan hilang dari peta bumi disebabkan negara-negara itu berfusi melalui proses aliansi antar negara atau tercabik-cabik akibat pertikaian dan perperangan antar daerah. Lebih rinci tentang Indonesia dikatakan, sebab lenyapnya Indonesia lebih dikarenakan terjadi krisis yang bukannya mengecil namun kian tahun kian bertambah besar. Benarkah kajian ini hanya sebatas kajian visioner ataukah visi yang akan diwujudkan oleh jaringan internasional terhadap NKRI?
Krisis energi dan pangan memang merupakan persoalan dunia. Namun, untuk Indonesia yang kaya sumber daya alam (SDA), rasanya krisis tersebut seperti kontradiktif. Gaya pemerintahan yang takut dikatakan tidak berbuat dan berpikir singkat telah membuat negara ini terperangkap dalam globalisasi ekonomi dunia. Pasar bebas dunia yang tidak lain adalah liberalisasi ekonomi, telah memperdaya sumber daya ekonomi nasional kita.
Krisis energi yang berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) telah menimbulkan banyak persoalan. Naiknya harga BBM tersebut telah memicu kenaikan bahan kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan harga BBM kedua selama pemerintahan SBY telah menciptakan jutaan orang miskin baru di negara ini. Tidak heran kita lihat melalui media, bahwa semakin banyak masyarakat stres hingga terpaksa bunuh diri ataupun bunuh anak sendiri karena tak mampu menanggung biaya hidup yang samakin mahal. Di lain hal para wakil rakyat banyak yang tertangkap korupsi sampai nikmati sekretaris pribadi. Ironinya, saat menterinya hidup makmur saat rakyat terendam lumpur, KPK tidak berbuat apa-apa. Unjuk rasa belakangan ini juga telah mengembalikan memori kita kepada masa awal peralihan ke orde baru, di mana rakyat saat itu juga menuntut kesejahteraan rakyat kepada pemerintah melalui tiga tuntutan rakyat atau apa yang dinamakan dengan Tri Tura.
Dalam kondisi SDA Indonesia dikuasai pihak asing, sangat sulit memastikan bahwa pemerintah sekarang ini dapat mengatasi krisis energi yang sedang berlangsung. Penguasaan asing terhadap SDA, sarana vital serta Badan Usaha Milik Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak di negara ini, terlihat bagaikan perangkap yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan pemerintahan dan negara ini.
Krisis energi yang berkepanjangan dan dampak turunan yang ditimbulkannya, semakin terlihat bagaikan upaya pemiskinan sistematik yang sedang berlangsung. Hal ini semakin membuat rakyat gelisah dan menumpuk ketidakpercayaan terhadap pemerintahan yang berkuasa. Mungkinkah posisi negara ini sudah berada pada status on the track skenario pemusnahan NKRI dari muka bumi ini, sebagaimana dinyatakan Presiden World Peace Committee yang dituding aktornya adalah Invisible Organization lluminati?
Pemilu 2009 dengan sistem multi partai akan menjadi perhatian bersama. Dengan 34 parpol yang ada, bukan tidak mungkin terjadi kerusuhan akibat gesekan kepentingan politik masing-masing partai. Dan ini menjadi barometer sampai sejauh mana kedewasaan berpolitik bangsa Indonesia. (kepritoday.com)
Institusi kemasyarakatan internasional yang dipimpinnya saat ini, memiliki jaringan di seluruh dunia dan mempunyai pengaruh kuat pada dunia internasional.
Tidak seorangpun mengira negara Uni Soviet yang merupakan negara super power dapat pecah dan musnah dalam sekejap. Negara yang dulunya disegani dan menjadi tumpuan kekuatan Fakta Pertahanan Warsawa di Eropa tersebut, di awal tahun 1990 akhirnya terpecah menjadi 15 negara merdeka. Demikian juga negara Yugoslavia yang pada akhirnya terpecah menjadi lima negara. Perang etnis dan pembantaian di wilayah eks Yugoslavia itu merupakan tragedi kemanusian yang paling sadis yang pernah terjadi pasca perang dunia II. Meskipun Penduduknya memiliki bahasa dan ras yang sama, struktur fisik dan wajah sama, hal itu tidak dapat menjadikan jaminan bahwa perpecahan tidak akan terjadi di negara itu. Agama merupakan faktor utama terjadinya perpecahan di sana, meskipun diakui bahwa semua agama yang ada berasal dari satu nabi yang sama Ibrahim (versi Islam) Abraham (versi Kristen) dan Avram (versi Yahudi) yang lahir di Babilonia (Irak sekarang).
Lahirnya NKRI yang diproklamirkan tahun 1945 (abad 20 masehi) pada prinsipnya merupakan persatuan III (ketiga) dari seluruh kesatuan di bumi nusantara ini. Dalam sejarah, di wilayah nusantara sudah pernah ada dua kekuatan imperium besar yang pernah mengalami kejayaan pada masanya. Tercatat dalam sejarah persatuan pertama terjadi pada masa Kerajaan Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan (Abad 6 sampai 7 Masehi). Persatuan kedua pada masa Kerajaan Majapahit di Trowulan, Jawa Timur (13 hingga 14 Masehi) yang pernah mengalami suatu masa yang disebut gemah ripah loh jinawi. Kedua imperium itu kemudian lenyap dari muka bumi setelah bertahan 70 tahun.
Memasuki usia 63 tahun, NKRI telah banyak mengalami kejadian yang merupakan ujian terhadap kekuatan ikatan kebangsaan yang mempersatukan keberagaman kita, yang disebut dengan nasionalisme. Sejarah mencatat bagaimana keadaan bangsa ini di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno pada masa orde lama, dengan sistem politik multi partai saat itu hingga ke demokrasi terpimpin. Demikian juga di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto pada masa orde baru dengan sistem politik yang lebih sederhana dan demokrasi Pancasilanya. Selanjutnya, memasuki orde reformasi di masa kepemimpinan tiga orang presiden dengan masing-masing masa pemerintahan seumur jagung hingga masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang akan berakhir tahun 2009 nanti. Secara keseluruhan pergantian dari orde ke orde berikutnya selalu diawali dengan unjuk rasa atau juga diwarnai pemberontakan. Unjuk rasa yang dilakukan rakyat dan mahasiswa atau pun pemberontakan yang dilakukan oleh separatis, merupakan ungkapan ketidakpuasan terhadap kepemimpinan pemerintah yang berkuasa yang dianggap tidak memihak kepada kepentingan rakyat, serta tak mampu mengatasi persoalan kesulitan hidup dan kemiskinan yang diderita oleh rakyat. Tentu tidak kita harapkan bahwa perjalanan bangsa ini akan tercatat dalam sejarah sebagai ”Republik Indonesia, Jakarta (Abad 20 sampai 21)”.
Krisis Energi dan Pemiskinan
Hasil kajian mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat William Cohen dengan tim 15-nya patut kita cermati. Kajian dengan klasifikasi not for distribute yang berjudul lengkap ”Asia Tahun 2025 dan Pengaruhnya terhadap Keamanan Nasional Amerika di Abad 21”, dengan tegas memprediksi sesungguhnya menskenariokan bahwa Indonesia dan Pakistan akan hilang dari peta bumi disebabkan negara-negara itu berfusi melalui proses aliansi antar negara atau tercabik-cabik akibat pertikaian dan perperangan antar daerah. Lebih rinci tentang Indonesia dikatakan, sebab lenyapnya Indonesia lebih dikarenakan terjadi krisis yang bukannya mengecil namun kian tahun kian bertambah besar. Benarkah kajian ini hanya sebatas kajian visioner ataukah visi yang akan diwujudkan oleh jaringan internasional terhadap NKRI?
Krisis energi dan pangan memang merupakan persoalan dunia. Namun, untuk Indonesia yang kaya sumber daya alam (SDA), rasanya krisis tersebut seperti kontradiktif. Gaya pemerintahan yang takut dikatakan tidak berbuat dan berpikir singkat telah membuat negara ini terperangkap dalam globalisasi ekonomi dunia. Pasar bebas dunia yang tidak lain adalah liberalisasi ekonomi, telah memperdaya sumber daya ekonomi nasional kita.
Krisis energi yang berdampak pada kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) telah menimbulkan banyak persoalan. Naiknya harga BBM tersebut telah memicu kenaikan bahan kebutuhan pokok lainnya. Kenaikan harga BBM kedua selama pemerintahan SBY telah menciptakan jutaan orang miskin baru di negara ini. Tidak heran kita lihat melalui media, bahwa semakin banyak masyarakat stres hingga terpaksa bunuh diri ataupun bunuh anak sendiri karena tak mampu menanggung biaya hidup yang samakin mahal. Di lain hal para wakil rakyat banyak yang tertangkap korupsi sampai nikmati sekretaris pribadi. Ironinya, saat menterinya hidup makmur saat rakyat terendam lumpur, KPK tidak berbuat apa-apa. Unjuk rasa belakangan ini juga telah mengembalikan memori kita kepada masa awal peralihan ke orde baru, di mana rakyat saat itu juga menuntut kesejahteraan rakyat kepada pemerintah melalui tiga tuntutan rakyat atau apa yang dinamakan dengan Tri Tura.
Dalam kondisi SDA Indonesia dikuasai pihak asing, sangat sulit memastikan bahwa pemerintah sekarang ini dapat mengatasi krisis energi yang sedang berlangsung. Penguasaan asing terhadap SDA, sarana vital serta Badan Usaha Milik Negara yang menguasai hajat hidup orang banyak di negara ini, terlihat bagaikan perangkap yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan pemerintahan dan negara ini.
Krisis energi yang berkepanjangan dan dampak turunan yang ditimbulkannya, semakin terlihat bagaikan upaya pemiskinan sistematik yang sedang berlangsung. Hal ini semakin membuat rakyat gelisah dan menumpuk ketidakpercayaan terhadap pemerintahan yang berkuasa. Mungkinkah posisi negara ini sudah berada pada status on the track skenario pemusnahan NKRI dari muka bumi ini, sebagaimana dinyatakan Presiden World Peace Committee yang dituding aktornya adalah Invisible Organization lluminati?
Pemilu 2009 dengan sistem multi partai akan menjadi perhatian bersama. Dengan 34 parpol yang ada, bukan tidak mungkin terjadi kerusuhan akibat gesekan kepentingan politik masing-masing partai. Dan ini menjadi barometer sampai sejauh mana kedewasaan berpolitik bangsa Indonesia. (kepritoday.com)
0 komentar :
Posting Komentar