29 November 2008

Penipuan Berkedok Hadiah Marak di Yogyakarta

Penipuan berkedok undian berhadiah menjadi kasus terbanyak yang dilaporkan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Kota Yogyakarta sepanjang tahun 2008. Hingga akhir November ini, tercatat 10 kasus, dan sudah diselesaikan semuanya.

Koordinator Sekretariat BPSK Kota Yogyakarta, Imam Nurwahid, Jumat (28/11), mengatakan, semua kasus undian berhadiah tersebut diselesaikan dengan mempertemukan kedua pihak. Pihak penipu akhirnya mengembalikan kerugiaan materiil konsumen.

Modus penipuan seperti itu beragam. Mereka ke mal, membagi undangan atau selebaran yang mencantumkan bahwa kita beruntung dan mendapat hadiah. “Bisa juga menggunakan media surat ke rumah. Hadiah itu bisa ditebus konsumen dengan murah,” katanya.

Namun apabila dicek ke toko, harganya ternyata jauh lebih murah. Aduan tentang penipuan berkedok undian berhadiah ini, dilaporkan konsumen ketika barang sudah dibeli dan dibawa pulang. Baru belakangan hari mereka tahu telah tertipu.

Selepas pindah kantor dari Jalan Kusumanegara ke balai kota awal 2008, BPSK mulai dikenal. BPSK Kota Yogyakarta yang bernaung di bawah Departemen Perdagangan ini berdiri sejak 2002. Di Indonesia terdapat delapan kota yang mempunyai BPSK.

Aman Yuriadijaya, Kepala BPSK yang juga Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) Kota Yogyakarta mengatakan, pihaknya menerima 50 aduan selama Januari-November 20008. Sebanyak 44 aduan sudah rampung ditangani.

Penyelesaian masalah lebih banyak dilakukan dengan cara mediasi, yakni mempertemukan dua pihak. “Cara ini lebih efektif. Hanya dua persen atau satu kasus yang penyelesaiannya dengan cara arbitrase (keputusan dibuat BPSK),” kata Aman.

Sesuai fungsinya BPSK tak menyentuh sampai pengadilan, sehingga dipastikan prosesnya lebih cepat, sederhana, dan mudah. Waktu yang diperlukan untuk mengambil keputusan selambat-lambatnya 21 hari kerja, terhitung sejak pengaduan konsumen diterima BPSK. Setelah penipuan berkedok undian berhadiah, pembelian rumah dan utang piutang menempati peringkat kedua dan ketiga, yakni enam dan tiga kasus (surya.co.id)

1 komentar :

David Pangemanan mengatakan...

MENGGUGAT PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT

Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku

Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk

menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku

Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap di Polda Jateng.
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi
dan menyesatkan masyarakat, sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar

terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK); adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini

sudah terlampau sesat dan bejat. Dan nekatnya hakim bejat ini menyesatkan masyarakat konsumen

Indonesia ini tentu berdasarkan asumsi bahwa masyarakat akan "trimo" terhadap putusan tersebut.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Masyarakat konsumen yang sangat dirugikan
mestinya berhak mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" dan menelanjangi kebusukan peradilan ini.
Siapa yang akan mulai??

David
HP. (0274)9345675

Tulisan Terkait: