Laporan tersebut disampaikan dokter forensik perempuan pertama Jordania, Isra'a Tawalbeh, berdasar penemuan profesional dan catatan statistik. ''Sebanyak 1.300 hingga 1.400 kasus pemerkosaan terjadi di Jordania tiap tahun. Korbannya adalah anak-anak, laki-laki dan perempuan,'' kata dokter spesialis di National Center for Forensic Medicine, Jordania, tersebut.
Menurut Tawalbeh, dominasi korban laki-laki dalam kasus pemerkosaan di Jordania berkaitan erat dengan budaya masyarakat setempat. ''Pelaku pemerkosaan biasanya menarget anak-anak yang bermain di luar. Karena di sini anak perempuan tidak boleh keluar rumah, korbannya justru lebih banyak anak laki-laki,'' ujarnya. Bagian dari tradisi kolot tersebut justru menyelamatkan banyak anak perempuan.
Di Jordania, pelaku pemerkosaan yang terbukti bersalah dijatuhi hukuman mati. Bukan hanya pemerkosa perempuan, tapi juga pelaku pemerkosaan terhadap anak-anak. Tapi, karena masing-masing kasusnya diperiksa terpisah, sangat jarang pelaku pemerkosaan menerima hukuman maksimal. Biasanya, kata Tawalbeh, keluarga korban justru menyerah dan membuat pelaku pemerkosaan melenggang bebas.
Dalam kesempatan tersebut, dia menegaskan kembali pentingnya pendidikan seks usia dini di sekolah-sekolah. ''Pendidikan seks adalah kunci utama yang bisa membentengi anak-anak dari kejahatan semacam itu. Sebab, anak-anak biasanya tidak tahu bahwa yang sedang mereka alami itu adalah pemerkosaan,'' ungkapnya. Sayangnya, kultur sosial Jordania tidak mendukung pendidikan seks semacam itu. (kepritoday)
0 komentar :
Posting Komentar