Koalisi untuk Keadilan Korban Lumpur Lapindo menyatakan ada kesepahaman kolektif yang tak serius dalam penanganan korban lumpur Lapindo antara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Wapres Jusuf Kalla, dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penyelesaian korban lumpur ini sengaja dibiarkan tanpa ada kejelasan ganti rugi dalam dua tahun terakhir.
Hal itu disampaikan Khalid Muhammad dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) saat konferensi pers bersama beberapa jaringan LSM penggiat HAM lainnya di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) di Jl Borobudur, Jakarta, Kamis (4/9) sore.
“Sudah berkali-kali korban mendesak Presiden segera memberi penyelesaian tetapi sampai saat ini hanya janji belaka. Apalagi DPR yang pernah akan mengusulkan bahwa peristiwa ini adalah bencana didukung pernyataan ahli, tapi untungnya tidak berhasil digolkan karena desakan masyarakat. Dari sini sudah terlihat skenario besar pembiaran ini,” tuturnya.
Sedangkan menurut Koordinator Kontras Usman Hamid, Presiden SBY juga tidak mengambil tindakan tegas terhadap salah satu menteri di kabinetnya yang terlibat dalam pembiaran penyelesaian korban ini.
“Kalau pembiaran terus terjadi dalam struktur pemerintah, baik eksekutif maupun legislatif, maka taruhannya akan ada sanksi politik dari masyarakat di pemilu mendatang. Jangan salahkan masyarakat kalau mereka nantinya golput semua, karena wakil rakayat tak bisa dipercaya lagi,” tuturnya.
Sampai saat ini, korban lumpur Lapindo masih belum menerima ganti rugi sebesar 80 persen (cash and carry) yang telah didesak selama ini. “Kami akan memantau proses ini sampai ada kejelasan dari pemerintah, kalau memang pemerintah masih ada atensi pada persoalan pelanggaran HAM di bidang ekonomi, sosial dan budaya dalam kasus pembiaran korban lumpur ini,” jelasnya
0 komentar :
Posting Komentar