Setelah selama ini hanya menyebarkan ilmunya lewat ceramah-ceramah dan kuliah, Annisa Rania Putri kini mulai menjangkau lebih banyak orang. Bocah ajaib berusia 9 tahun itu menerbitkan sebuah buku yang berisi kumpulan tulisannya selama ini, yang diberi judul Hope Is on the Way: Kumpulan Pesan Alam. Rabu (10/9) malam, ditemani ayah-ibunya, Annisa mampir ke kantor Surya untuk berbagi cerita tentang bukunya (yang baru diluncurkan di Jakarta 29 Agustus lalu), sekaligus melakukan tanya jawab dengan awak redaksi Surya yang penasaran dengan
kelebihan Annisa.
Bocah yang menguasai bahasa Inggris, Arab, Korea dan Belanda tanpa belajar secara formal itu memang memiliki daya linuwih, kemampuan supranatural. Ia bisa melihat hal-hal ghaib yang tak bisa ditembus penglihatan orang awam; ia bisa menjangka masa depan, menyembuhkan orang sakit, serta melatih meditasi orang-orang dewasa.
Bahkan, saat berusia 6 tahun, Annisa sudah merancang arsitektur sebuah bangunan megah berlantai empat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta.
“Buku ini berisi kumpulan ceramah dan kuliah saya di berbagai tempat dan waktu. I just fixed some of them (Saya cuma memperbaiki beberapa saja) sebelum diterbitkan,” tutur Annisa yang tak bisa berbahasa Indonesia.
Perihal bahasa ini, orangtua Annisa (pasangan dr Arwin SpKj dan Yenni Handojo) beberapa kali sempat miskomunikasi dengan anaknya itu.
“Suatu saat, karena beberapa kali kami sempat tidak menangkap bahasa Annisa, dengan polos dia berujar `kenapa kok orangtua saya bodoh begini`,” tutur Yenni, yang tak pernah tersinggung tapi justru terhibur dan bersyukur memiliki anak Annisa yang dilahirkannya secara caesar di Jakarta pada 5 Juli 1999.
Meski masih anak-anak, buku Annisa jelas bukan untuk konsumsi anak-anak, apalagi anak seusianya. Bahkan remaja-pun belum tentu bisa mencerna pesan yang disampaikan Annisa dalam bukunya, yang diterbitkan kelompok penerbit Gramedia itu.
Sebab, isi pesan-pesan dalam tulisan Annisa memang `kelas berat`, filosofis dan mungkin baru bisa ditangkap oleh orang-orang dewasa atau yang sudah `tercerahkan`. Dia membahas, misalnya, tentang Misteri Kebijaksanaan, Kasih dan Keadilan serta makna puasa.
Semua isi buku itu berasal dari `pesan-pesan alam` yang bisa ditangkap Annisa kapan saja. Bisa tiba-tiba di sela-sela pembicaraan dengan orang lain, tapi kerap di keheningan malam.
“Kalau sedang mendapat `pesan alam`, tangan Annisa biasanya bergerak mencoret-coretkan `pesan alam` itu atau bibirnya seperti mengucapkan sesuatu. Hurufnya tak bisa dipahami orang lain kecuali dia sendiri,” kata Yenni.
Kelebihan Annisa sudah diakui banyak pihak. Wapres Jusuf Kalla pernah mengundangnya, berbagai universitas terkenal telah memintanya untuk memberi ceramah dan sebuah majelis taklim yang beranggotakan orang-orang kelas menengah-atas di Jakarta kerap mengundang Annisa.
Bocah itu juga memberi pelatihan dan konsultasi pada beberapa kelompok meditasi di ibukota.
Kalau sampai sekarang Annisa belum bersekolah, bukan bebarti orangtuanya membiarkannya. “Tapi, ketika sekolah, di dalam kelas justru gurunya yang belajar dari Annisa. Dia kemudian tak mau sekolah,” ucap Yenni.
Kemampuan berbahasa Inggris Annisa pun diperoleh secara alamiah. Setelah mulai bisa bicara saat berusia setahun lebih, tiba-tiba Annisa sudah cas cis cus dalam bahasa Inggris. Tentu, orangtuanya bingung karena bahasa Inggris bukanlah bahasa sehari-hari mereka.
Keanehan lain, ketika belum lancar bicara, saat diajak menjenguk neneknya yang sakit, Annisa bilang `kembang` dalam bahasa Inggris. Tak berapa lama, neneknya meninggal. Kembang tadi tampaknya isyarat kematian.
Saat ditanya Surya apa cita-citanya, Annisa bilang ingin menjadi pengacara (lawyer).
Terakhir, ketika agak bergurau Surya bertanya apakah kantor Surya `bersih`, Annisa menjawab,”yang ada mahluk putih, bukan hitam. Tidak apa-apa, mereka baik, pelindung.”
Ibunya, Yenni Handojo, yang memperhatikan gerak-gerik anaknya itu, beberapa kali berujar,”Annisa, Annisa…
Sumber: www.surya.co.id
kelebihan Annisa.
Bocah yang menguasai bahasa Inggris, Arab, Korea dan Belanda tanpa belajar secara formal itu memang memiliki daya linuwih, kemampuan supranatural. Ia bisa melihat hal-hal ghaib yang tak bisa ditembus penglihatan orang awam; ia bisa menjangka masa depan, menyembuhkan orang sakit, serta melatih meditasi orang-orang dewasa.
Bahkan, saat berusia 6 tahun, Annisa sudah merancang arsitektur sebuah bangunan megah berlantai empat di kawasan Kelapa Gading, Jakarta.
“Buku ini berisi kumpulan ceramah dan kuliah saya di berbagai tempat dan waktu. I just fixed some of them (Saya cuma memperbaiki beberapa saja) sebelum diterbitkan,” tutur Annisa yang tak bisa berbahasa Indonesia.
Perihal bahasa ini, orangtua Annisa (pasangan dr Arwin SpKj dan Yenni Handojo) beberapa kali sempat miskomunikasi dengan anaknya itu.
“Suatu saat, karena beberapa kali kami sempat tidak menangkap bahasa Annisa, dengan polos dia berujar `kenapa kok orangtua saya bodoh begini`,” tutur Yenni, yang tak pernah tersinggung tapi justru terhibur dan bersyukur memiliki anak Annisa yang dilahirkannya secara caesar di Jakarta pada 5 Juli 1999.
Meski masih anak-anak, buku Annisa jelas bukan untuk konsumsi anak-anak, apalagi anak seusianya. Bahkan remaja-pun belum tentu bisa mencerna pesan yang disampaikan Annisa dalam bukunya, yang diterbitkan kelompok penerbit Gramedia itu.
Sebab, isi pesan-pesan dalam tulisan Annisa memang `kelas berat`, filosofis dan mungkin baru bisa ditangkap oleh orang-orang dewasa atau yang sudah `tercerahkan`. Dia membahas, misalnya, tentang Misteri Kebijaksanaan, Kasih dan Keadilan serta makna puasa.
Semua isi buku itu berasal dari `pesan-pesan alam` yang bisa ditangkap Annisa kapan saja. Bisa tiba-tiba di sela-sela pembicaraan dengan orang lain, tapi kerap di keheningan malam.
“Kalau sedang mendapat `pesan alam`, tangan Annisa biasanya bergerak mencoret-coretkan `pesan alam` itu atau bibirnya seperti mengucapkan sesuatu. Hurufnya tak bisa dipahami orang lain kecuali dia sendiri,” kata Yenni.
Kelebihan Annisa sudah diakui banyak pihak. Wapres Jusuf Kalla pernah mengundangnya, berbagai universitas terkenal telah memintanya untuk memberi ceramah dan sebuah majelis taklim yang beranggotakan orang-orang kelas menengah-atas di Jakarta kerap mengundang Annisa.
Bocah itu juga memberi pelatihan dan konsultasi pada beberapa kelompok meditasi di ibukota.
Kalau sampai sekarang Annisa belum bersekolah, bukan bebarti orangtuanya membiarkannya. “Tapi, ketika sekolah, di dalam kelas justru gurunya yang belajar dari Annisa. Dia kemudian tak mau sekolah,” ucap Yenni.
Kemampuan berbahasa Inggris Annisa pun diperoleh secara alamiah. Setelah mulai bisa bicara saat berusia setahun lebih, tiba-tiba Annisa sudah cas cis cus dalam bahasa Inggris. Tentu, orangtuanya bingung karena bahasa Inggris bukanlah bahasa sehari-hari mereka.
Keanehan lain, ketika belum lancar bicara, saat diajak menjenguk neneknya yang sakit, Annisa bilang `kembang` dalam bahasa Inggris. Tak berapa lama, neneknya meninggal. Kembang tadi tampaknya isyarat kematian.
Saat ditanya Surya apa cita-citanya, Annisa bilang ingin menjadi pengacara (lawyer).
Terakhir, ketika agak bergurau Surya bertanya apakah kantor Surya `bersih`, Annisa menjawab,”yang ada mahluk putih, bukan hitam. Tidak apa-apa, mereka baik, pelindung.”
Ibunya, Yenni Handojo, yang memperhatikan gerak-gerik anaknya itu, beberapa kali berujar,”Annisa, Annisa…
Sumber: www.surya.co.id
0 komentar :
Posting Komentar