12 Agustus 2008

Teror Kelelawar Penghisap Darah, 38 Tewas

Warga Suku Indian Warao di Caracas, Venezuela, dicekam ketakutan. Mereka menghadapi teror kelelawar pengisap darah. Setidaknya sudah 38 orang meninggal akibat gigitan kelelawar vampir itu dalam kurun setahun terakhir.


''Ini benar-benar penyakit monster'' kata Tirso Gomez, tabib Indian Warao. Menurut Gomez, baru kali ini masyarakat Warao sangat cemas akibat ulah kelelawar. Apalagi, binatang malam bersayap itu juga menyerang anak-anak mereka. Untuk mengantisipasi serangan kelelawar tersebut, sebagian besar warga memelihara kucing.

Bukan hanya si kecil yang jadi incaran makhluk haus darah itu. Kelelawar pembunuh tersebut juga mengintai ahli medis. Dokter Clara Mantini Briggs dari Universitas California menceritakan pengalamannya ketika meneliti Suku Warao di delta Amarico. Dia menemukan darah di seprai saat bangun pagi dua pekan lalu. Briggs sadar bahwa dirinya baru saja digigit kelelawar. ''Saya yakin digigit kelelawar. Saya akan meminta vaksinasi.''

Briggs melaporkan, sedikitnya 38 anggota Suku Warao Indian meninggal sejak Juni 2007. Sebanyak 16 orang di antaranya meninggal dalam dua bulan terakhir. Para korban itu umumnya mengembuskan napas terakhir dalam rentang waktu dua hingga tujuh hari setelah digigit.

Dokter Briggs yang meneliti bersama suaminya menduga, korban gigitan kelelawar ganas itu meninggal akibat terjangkit virus rabies. Indikasinya sama. Di antaranya, sakit kepala, nyeri badan, dan gatal pada kaki yang diikuti kelumpuhan serta takut air. Para korban juga menjadi kaku sebelum meninggal.

Tengara itu dibenarkan Dr Charles Rupprecht, kepala program Pusat Pengendalian dan Pencegahan Rabies di Atlanta. ''Rekaman tanda klinis yang ada menunjuk pada rabies,'' kata Rupprecht sebagaimana dikutip AFP. ''Pencegahan terus dilakukan. Menghindarkan gigitan dan memvaksinasi mereka yang berisiko tergigit.''

Departemen Kesehatan Venezuela menerjunkan personel untuk menyelidiki teror kelelawar tersebut. Untuk mencegah lebih banyak korban, mereka akan mendistribusikan kasa nyamuk dan mengirimkan ''perahu ambulans''. Transportasi sungai itu dibutuhkan karena Suku Indian Warao tinggal terpencil di delta Sungai Orinoco.

Menteri Kependudukan Venezuela, Nicia Maldonado, mengatakan bahwa penyebaran rabies oleh kelelawar vampir itu merupakan masalah di daerah tropis Amerika Latin. Kasus serupa pernah terjadi di Brazil dan Peru.

Maldonado juga menyatakan, berdasar penelitian, degradasi lingkungan turut berperan dalam peristiwa tersebut. Kegiatan-kegiatan, seperti penambangan, penebangan, dan proyek-proyek konstruksi yang tak terkontrol, merupakan pemicunya. ''Kelelawar vampir sebenarnya mudah beradaptasi. Namun, bila daerah kekuasaan mereka diganggu atau mangsa mereka mulai langka, homo sapiens adalah makanan yang paling mudah,'' paparnya.

Sumber: www.tanahkaro.com

0 komentar :

Tulisan Terkait: