Pondok Pesantren Salafiyah Al-Bajigur, Desa Tenunan, Kecamatan Manding, Sumenep, Madura diminati masyarakat. Pasalnya, pondok ini menerima santri yang mengalami gangguan jiwa, stres atau pecandu narkoba hingga kemasukan jin yang dapat disembuhkan dalam waktu singkat.
Pondok yang berjarak 12 km dari jantung kota Sumenep ke arah utara ini, sudah menyembuhkan 700-an orang gila sejak berdiri tahun 1999 silam. Hanya mengikuti proses penyembuhan secara alami di alam terbuka oleh pengasuhnya, KH Abdurrahman dan dibantu salah seorang ahli refleksi, Ustadz Cecep.
Tempat penampungan orang gila ini hampir sama dengan pondok pesantren pada umumnya. Selain menampung orang gila, pondok ini pun menampung orang-orang yang normal. Tak ada perbedaan dengan santri yag normal, santri yang gila pun ditempatkan di bangunan yang permanen.
Namun bagi santri yang emosinya masih tergolong tinggi atau sering ngamuk dan memukul, mereka ditempatkan di pondok gedek (terbuat dari bambu) lalu diikat kaki tangan dengan rantai besi.
Dalam proses penyembuhan hari pertama, santri gila terlebih dahulu diberi air putih, lalu dimandikan. Untuk menghilangkan kekuatan jin yang seringkali memunculkan emosi tidak terkendali, santri gila ini dipijat refleksi. Tentunya diimbangi dengan doa-doa khusus yang dimiliki sang pengasuh.
Menurut Ustadz Cecep yang biasa membantu dalam proses penyembuhan orang gila, pada malam harinya ratusan santri yang normal membaca burda (salawat), dikhususkan ke santri gila tersebut. Tepat tengah malam, mereka dimandikan air putih dicampur dengan air kelapa hijau seraya didoakan untuk kesembuhannya.
"Dengan mengikuti proses pengobatan itu, maka keesokan harinya akan ada perkembangan baik," kata Cecep kepada detiksurabaya.com di kompleks Pondok Pesantren Al-Bajigur, Desa Tenunan, Kecamatan Manding, Sumenep, Jumat (8/8/2008).
Proses selanjutnya, para santri gila ini setiap hari harus mengikuti pijat refleksi dan minum air putih yang sudah disediakan oleh pengasuh. Sekaligus pendekatan kejiwaan melalui komunikasi kasih sayang dari pengasuh dan perawat. Tujuannya, untuk menetralisir penyakit jiwa yang sudah lama bersarang dan menghilangkan tekanan jiwa mereka.
Mereka yang hanya setres karena putus sekolah, cinta dan cita-cita yang tidak tercapai hanya membutuhkan waktu pengobatan 3 sampai 4 bulan. Namun, bagi mereka yang kecanduan narkoba membutuhkan waktu 1 sampai 2 tahun.
"Yang paling sulit penyembuhannya itu mereka yang kecanduan narkoba, tapi tetap bisa ditolong dengan izin Allah," kata Cecep.
Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bajigur, KH Abdurrahman menjelaskan, kendala terberat menampung santri gila, selain seringkali makan tanaman warga sekitar, juga kadang menghilang di pondok. Sehingga para pengurus harus mencarinya.
"Lokasi pondok seluas 2 hektar belum ada temboknya, sehingga sedikit menyulitkan para pengurus pondok dalam melakukan penjagaan," kata Abdurrahman kepada detiksurabaya.com di kompleks pondok.
Meski begitu dirinya berharap perhatian dari pemerintah, sebab selama ini belum pernah mendapat bantuan kecuali dari kalangan pengusaha dan anggota DPRD atas nama pribadi.
Padahal, masyarakat Sumenep dan luar Madura sangat antusias untuk mengobati keluarganya yang sedang mengalami gangguan jiwa. Bahkan, kadang-kadang pihak pondok yang menemukan orang gila di jalanan di bawah pulang untuk diobati.
Hingga saat ini santri gila yang saat ini masih dirawat intensif sebanyak 21 orang, 2 diantaranya perempuan asal Gersik. Dan santri normal yang mengikuti jenjang pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah umum (SMU) mencapai ratusan
Sumber: www.detiksurabaya.com
Pondok yang berjarak 12 km dari jantung kota Sumenep ke arah utara ini, sudah menyembuhkan 700-an orang gila sejak berdiri tahun 1999 silam. Hanya mengikuti proses penyembuhan secara alami di alam terbuka oleh pengasuhnya, KH Abdurrahman dan dibantu salah seorang ahli refleksi, Ustadz Cecep.
Tempat penampungan orang gila ini hampir sama dengan pondok pesantren pada umumnya. Selain menampung orang gila, pondok ini pun menampung orang-orang yang normal. Tak ada perbedaan dengan santri yag normal, santri yang gila pun ditempatkan di bangunan yang permanen.
Namun bagi santri yang emosinya masih tergolong tinggi atau sering ngamuk dan memukul, mereka ditempatkan di pondok gedek (terbuat dari bambu) lalu diikat kaki tangan dengan rantai besi.
Dalam proses penyembuhan hari pertama, santri gila terlebih dahulu diberi air putih, lalu dimandikan. Untuk menghilangkan kekuatan jin yang seringkali memunculkan emosi tidak terkendali, santri gila ini dipijat refleksi. Tentunya diimbangi dengan doa-doa khusus yang dimiliki sang pengasuh.
Menurut Ustadz Cecep yang biasa membantu dalam proses penyembuhan orang gila, pada malam harinya ratusan santri yang normal membaca burda (salawat), dikhususkan ke santri gila tersebut. Tepat tengah malam, mereka dimandikan air putih dicampur dengan air kelapa hijau seraya didoakan untuk kesembuhannya.
"Dengan mengikuti proses pengobatan itu, maka keesokan harinya akan ada perkembangan baik," kata Cecep kepada detiksurabaya.com di kompleks Pondok Pesantren Al-Bajigur, Desa Tenunan, Kecamatan Manding, Sumenep, Jumat (8/8/2008).
Proses selanjutnya, para santri gila ini setiap hari harus mengikuti pijat refleksi dan minum air putih yang sudah disediakan oleh pengasuh. Sekaligus pendekatan kejiwaan melalui komunikasi kasih sayang dari pengasuh dan perawat. Tujuannya, untuk menetralisir penyakit jiwa yang sudah lama bersarang dan menghilangkan tekanan jiwa mereka.
Mereka yang hanya setres karena putus sekolah, cinta dan cita-cita yang tidak tercapai hanya membutuhkan waktu pengobatan 3 sampai 4 bulan. Namun, bagi mereka yang kecanduan narkoba membutuhkan waktu 1 sampai 2 tahun.
"Yang paling sulit penyembuhannya itu mereka yang kecanduan narkoba, tapi tetap bisa ditolong dengan izin Allah," kata Cecep.
Sementara Pengasuh Pondok Pesantren Al-Bajigur, KH Abdurrahman menjelaskan, kendala terberat menampung santri gila, selain seringkali makan tanaman warga sekitar, juga kadang menghilang di pondok. Sehingga para pengurus harus mencarinya.
"Lokasi pondok seluas 2 hektar belum ada temboknya, sehingga sedikit menyulitkan para pengurus pondok dalam melakukan penjagaan," kata Abdurrahman kepada detiksurabaya.com di kompleks pondok.
Meski begitu dirinya berharap perhatian dari pemerintah, sebab selama ini belum pernah mendapat bantuan kecuali dari kalangan pengusaha dan anggota DPRD atas nama pribadi.
Padahal, masyarakat Sumenep dan luar Madura sangat antusias untuk mengobati keluarganya yang sedang mengalami gangguan jiwa. Bahkan, kadang-kadang pihak pondok yang menemukan orang gila di jalanan di bawah pulang untuk diobati.
Hingga saat ini santri gila yang saat ini masih dirawat intensif sebanyak 21 orang, 2 diantaranya perempuan asal Gersik. Dan santri normal yang mengikuti jenjang pendidikan dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah umum (SMU) mencapai ratusan
Sumber: www.detiksurabaya.com
0 komentar :
Posting Komentar