Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) memprediksi harga minyak dunia akan menuju keseimbangan baru, yakni di kisaran 70-80 dolar AS per barel.
Presiden OPEC Chakib Khelil dalam paparannya di depan pemangku kepentingan energi Indonesia, di Jakarta, mengatakan, keyakinan tersebut dikarenakan tingkat harga minyak sekarang ini tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
"Harga sekarang ini lebih disebabkan spekulasi harga minyak di waktu mendatang, bukan akibat faktor pasokan dan permintaan," katanya. Terbukti, lanjutnya, dalam dua minggu terakhir ini harga minyak merosot tajam hingga 25 dolar AS per barel.
Namun, Khelil belum bisa memprediksikan kapan harga 70-80 dolar AS tersebut akan terjadi.
Harga minyak sempat melesat ke rekor tertinggi hingga 147 dolar AS per barel pada 11 Juli lalu. Namun, menurun cukup tajam dalam dua minggu terakhir dan hingga saat ini berkisar 124-125 dolar AS per barel.
Keyakinan lain bahwa harga minyak akan mencapai 70-80 dolar AS per barel, lanjutnya, adalah kondisi geopolitik terutama di Iran dan Irak yang akan semakin membaik.
Menurut dia, Irak sebenarnya mampu berproduksi hingga tujuh juta barel per hari, namun faktor keamanan tidak memungkinkan hal tersebut.
Iran, tambahnya, juga bisa memproduksi minyak lebih besar, namun masih terkena sanksi.
Ditambah lagi, kata Khelil, mata uang dolar AS akan semakin menguat dan permintaan minyak China dan India juga tidak akan setinggi dulu lagi karena sudah mencapai keseimbangannya. "Faktor-faktor itu akan membuat harga minyak akan menurun di masa datang," katanya.
Khelil juga menyatakan ketidaksetujuannya jika harga minyak tinggi maka perlu dibarengi dengan kenaikan produksi. Mengenai keputusan Indonesia keluar OPEC, Khelil mengatakan, hal tersebut tergantung Pemerintah Indonesia.
"Apakah mau tetap, keluar, atau hanya menjadi peninjau, semua tergantung Indonesia," katanya. Saat ditanya mengenai pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia, Khelil mengatakan, Indonesia memiliki peluang besar karena memiliki lahan yang luas.
Dalam kesempatan itu, Chakib juga mengungkapkan bahwa OPEC tidak akan menaikkan produksi. "Kami masih menunggu seperti apa musim dingin yang akan dihadapi. Namun, kami melihat tidak perlu ada tambahan pasokan, karena sudah berlebih," katanya.
Sebelumnya, OPEC sudah menambah produksi yang berasal dari Arab Saudi. Menurut Khelil, pihaknya tidak setuju jika harga minyak yang tinggi maka OPEC harus menaikkan produksi.
Terbukti, lanjutnya, harga minyak mengalami penurunan hingga 25 dolar AS per barel sekarang ini. Ia menambahkan, pihaknya melihat kecenderungan kenaikan harga selama semester pertama tahun 2007 sama dengan semester 2008. Khelil juga mengatakan, nilai tukar dolar AS memengaruhi harga minyak dunia.
Sumber: www.suarakarya-online.com
Presiden OPEC Chakib Khelil dalam paparannya di depan pemangku kepentingan energi Indonesia, di Jakarta, mengatakan, keyakinan tersebut dikarenakan tingkat harga minyak sekarang ini tidak mencerminkan kondisi sebenarnya.
"Harga sekarang ini lebih disebabkan spekulasi harga minyak di waktu mendatang, bukan akibat faktor pasokan dan permintaan," katanya. Terbukti, lanjutnya, dalam dua minggu terakhir ini harga minyak merosot tajam hingga 25 dolar AS per barel.
Namun, Khelil belum bisa memprediksikan kapan harga 70-80 dolar AS tersebut akan terjadi.
Harga minyak sempat melesat ke rekor tertinggi hingga 147 dolar AS per barel pada 11 Juli lalu. Namun, menurun cukup tajam dalam dua minggu terakhir dan hingga saat ini berkisar 124-125 dolar AS per barel.
Keyakinan lain bahwa harga minyak akan mencapai 70-80 dolar AS per barel, lanjutnya, adalah kondisi geopolitik terutama di Iran dan Irak yang akan semakin membaik.
Menurut dia, Irak sebenarnya mampu berproduksi hingga tujuh juta barel per hari, namun faktor keamanan tidak memungkinkan hal tersebut.
Iran, tambahnya, juga bisa memproduksi minyak lebih besar, namun masih terkena sanksi.
Ditambah lagi, kata Khelil, mata uang dolar AS akan semakin menguat dan permintaan minyak China dan India juga tidak akan setinggi dulu lagi karena sudah mencapai keseimbangannya. "Faktor-faktor itu akan membuat harga minyak akan menurun di masa datang," katanya.
Khelil juga menyatakan ketidaksetujuannya jika harga minyak tinggi maka perlu dibarengi dengan kenaikan produksi. Mengenai keputusan Indonesia keluar OPEC, Khelil mengatakan, hal tersebut tergantung Pemerintah Indonesia.
"Apakah mau tetap, keluar, atau hanya menjadi peninjau, semua tergantung Indonesia," katanya. Saat ditanya mengenai pengembangan bahan bakar nabati di Indonesia, Khelil mengatakan, Indonesia memiliki peluang besar karena memiliki lahan yang luas.
Dalam kesempatan itu, Chakib juga mengungkapkan bahwa OPEC tidak akan menaikkan produksi. "Kami masih menunggu seperti apa musim dingin yang akan dihadapi. Namun, kami melihat tidak perlu ada tambahan pasokan, karena sudah berlebih," katanya.
Sebelumnya, OPEC sudah menambah produksi yang berasal dari Arab Saudi. Menurut Khelil, pihaknya tidak setuju jika harga minyak yang tinggi maka OPEC harus menaikkan produksi.
Terbukti, lanjutnya, harga minyak mengalami penurunan hingga 25 dolar AS per barel sekarang ini. Ia menambahkan, pihaknya melihat kecenderungan kenaikan harga selama semester pertama tahun 2007 sama dengan semester 2008. Khelil juga mengatakan, nilai tukar dolar AS memengaruhi harga minyak dunia.
Sumber: www.suarakarya-online.com
0 komentar :
Posting Komentar