21 Juli 2013

Contoh Dialog Interaktif

Contoh Dialog Interaktif - Dialog interaktif terdiri dari dua kata, yaitu dialog dan interaktif, dimana kata dialog berarti karya tulis yang disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih, sementara pengertian interaktif adalah bersifat saling aksi. Apabila kedua kata ini digabungkan, maka akan berarti karya tulis yg disajikan dalam bentuk percakapan antara dua tokoh atau lebih dan bersifat saling melakukan interaksi.

Bagi Anda seorang pelajar sekolah yang duduk di bangku SMP atau SMA juga akan berhadapan dengan pelajaran tentang dialog interaktif, umumnya pelajaran ini akan ditemukan pada mata pelajaran bahasa Indonesia.

Bagi teman-teman yang kebetulan sedang mendapatkan tugas dari sekolah untuk menyusun contoh dialog interaktif, maka untuk memudahkan teman-teman dalam menyelesaikan contoh dialog interaktif yang diminta oleh guru, maka berikut ini blog Karo Cyber akan mempublikasikan salah satu contohnya kepada kamu.

Berikut adalah contoh dialog interaktif yang diperoleh blog Karo Cyber dari situs Tempo, dimana dialog interaktif ini sendiri dilakukan kepada Ustad berpengaruh di New York dengan nama Muhammad Syamsi Ali.
Apa cita-cita masa kecil Anda?
Menjadi tentara. Menurut saya, tentara itu profesi paling hebat. Apalagi saya suka berkelahi.

Kenakalan paling fatal apa yang pernah Anda lakukan waktu kecil?
Saya pernah masuk tahanan polisi selama tujuh hari. Gara-garanya ada siswa pesantren yang menantang saya berkelahi. Merasa tertantang, ya, saya lawan. Hidung siswa itu patah dan harus masuk rumah sakit. Saya pun diadukan ke polisi.

Lalu, bagaimana Anda bisa menjadi imam di New York?
Itu karena undangan Duta Besar Republik Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) saat itu, Nugroho Wisnumurti. Saya bertemu Pak Nugroho di Jeddah, Arab Saudi. Kebetulan waktu itu saya tidak betah mengajar di Islamic Education Foundation Jeddah (yayasan pendidikan milik Amir Mamduh, adik Raja Fahd) karena adanya diskriminasi.

Dari Pakistan, Arab Saudi, lalu ke Amerika. Anda mengalami gegar budaya?
Pasti. Saya waktu itu senang, tapi juga waswas. Di kepala saya itu, semua gejolak di Afganistan dan Timur Tengah adalah desain Zionis Amerika. Tapi sopir taksi pertama yang saya tumpangi dari bandara ke Kantor Perwakilan Indonesia di PBB bernama Muhammad Fazil, orang Pakistan. Sepanjang perjalanan, kami bicara. Dari situ, pola pikir saya mulai berubah.

Setelah lama pergi, bagaimana Anda melihat perkembangan umat Islam di Indonesia?
Islam didominasi oleh kepentingan politik. Sebenarnya, mau memakai Islam sebagai kekuatan politik, silakan. Mau memakai Islam sebagai dasar politik, juga silakan. Tapi jangan dipolitisasi. Yang terjadi sekarang, banyak partai menjadikan Islam sebagai obyek politik.

Apa yang terpikir saat melihat intoleransi dan tekanan kepada kelompok minoritas di Indonesia?
Sedih. Ini mungkin proses pematangan demokrasi. Amerika juga tidak langsung matang. Kita tahu perjuangan warga kulit hitam di sana yang dipimpin Martin Luther King tidaklah gampang. Tapi pemerintah tetap harus tegas. Hukum harus ditegakkan, dan harus ada peran aktif ormas Islam, seperti Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.

Maksudnya?
Sebagai ormas besar, NU dan Muhammadiyah harus berinisiatif mempertemukan mereka yang sedang berkonflik. Harus ada kedewasaan. Sebagai mayoritas, yang kita bangun bukanlah rasa takut, tapi justru harus mengayomi. Itu dilakukan Rasul.

Lalu, bagaimana dengan kelompok garis keras yang terus menggunakan kekerasan, misalnya Front Pembela Islam (FPI)?
Ya hukum harus jelas. Teman-teman seperti di FPI ini harus introspeksi diri. Apa yang mereka lakukan belum tentu membawa dampak positif. Karena, ketika dengan alasan melakukan nahi munkar (mencegah perbuatan buruk), tapi dilakukan dengan kekerasan, kemungkaran justru bertambah. Orang semakin benci.

Apa perubahan terpenting bagi umat muslim Amerika pasca-tragedi 11 September?
Islam sekarang menjadi mainstream. Amerika, yang dulu dikenal sebagai bangsa Kristen-Yahudi, sekarang menjadi Kristen, Yahudi, Islam, Hindu, Buddha, dan semuanya. Dan yang pasti, pola komunikasi antar-agama berubah. Kami bahkan tak lagi menggunakan istilah dialog, melainkan kerja sama. Dialog identik dengan elite. Para pimpinan agamanya bertemu, tapi masyarakat tetap berkelahi. Karena itu kita ubah.

Kerja sama seperti apa?
Di New York, kita buat "Soup Kitchen for Homeless". Jadi di dapur umum itu, masyarakat muslim, Yahudi, Kristen masak bersama untuk orang miskin. Ada juga "Midnight Run". Kami keluar di tengah malam, membagikan sandwich dan minuman untuk orang di jalanan. Yang muslim memakai peci, yang Kristen memakai salib, dan Yahudi memakai peci yahudi. Para gelandangan heran melihat kami karena bisa bergandengan.

Bagaimana Anda memulai kerja sama dengan umat agama lain pasca-tragedi 11 September?
Saya mulai mengunjungi gereja yang dekat dengan masjid Indonesia di Manhattan. Saya juga berdialog dengan Rabi Marc Schneier, satu dari 50 rabi yang berpengaruh di Amerika. Saya kini justru dekat dengan dia. Bahkan konsep dialog lintas agama kami berdua dipelajari oleh rabi dan imam dari Eropa dan Amerika Latin yang datang ke New York. Gerakan itu jadi meluas sehingga menjadi gerakan internasional.

Anda mendapat serangan atau ancaman karena kedekatan Anda dengan rabi dan pendeta, juga sinagog dan gereja?
Tidak pernah ada ancaman. Di Amerika, ancaman adalah kriminal. Apalagi sampai memukul. Yang terjadi, saya dijelek-jelekkan. Lihat saja di Internet. Banyak sekali hujatan buat saya. Ada yang membuat website khusus yang ada foto saya dengan tulisan "A Liar". Isinya wawancara saya yang diambil sepotong-sepotong dari berbagai media. Saya dituduh anti-syariah. Tapi saya tidak terlalu memikirkan.

Bagaimana peran pemerintah dalam melindungi kerukunan umat beragama?

Luar biasa. Ketika komunitas umat Islam diobok-obok, mereka justru mengayomi kami. Di bawah Michael Bloomberg (Wali Kota New York), kami diberi kebebasan. Islam, kalau diberi kebebasan, seperti ikan mendapatkan air. Sebanyak 10 persen dari penduduk New York—yang sekitar 8 juta itu—adalah muslim. Pernah ada kejadian menarik. Meski Bloomberg bukan muslim, dia pernah ikut salat Jumat. Ketika itu, dia datang untuk mengucapkan terima kasih atas dukungannya dalam pemilu. Dia pun mendengarkan khotbah saya tentang Islam dan pluralisme. Seusai khotbah, saya minta dia ke pojokan. Eh ternyata dia malah ikut salat di belakang. Tapi itu politik… ha-ha-ha….

Bagaimana dengan perkembangan pembangunan Islamic Center di dekat “ground zero” yang pernah menjadi perdebatan?

Sekarang ini tetap dipakai salat Jumat dan salat lima waktu. Ada kuliah rutin Al-Quran untuk anak-anak. Saya mengajar beberapa kali di sana. Tapi memang, untuk renovasi, butuh biaya besar. Di Islamic Center itu rencananya akan dibangun juga museum 11 September, lengkap dengan pusat kulinernya.

Apa rencana Anda ke depan?
Saya selalu ingin memperlihatkan bahwa Islam itu bersahabat, meski saya terus dituduh bekerja sama dengan Yahudi Zionis.
Itulah salah satu contoh dialog interaktif yang dapat kami publikasikan kepada teman-teman melalui kesempatan ini. Semoga informasi yang sudah kami publikasikan kiranya dapat berguna bagi teman-teman yang sudah membacanya.

0 komentar :

Tulisan Terkait: