Sosok bocah cantik yang bermain di halaman sebuah rumah berdinding keramik pada Kamis (20/11) siang itu, tampak berbeda dari teman-teman sepermainannya. Bocah itu berumur 18 bulan dengan badan gemuk, kulit putih bersih, rambut berombak indah dan hidung mancung. Wajah kearab-araban bocah bernama Rani Dwi Lestari ini gampang dibedakan dengan wajah khas Jawa teman-teman sebanya.
Memang, Rani yang tinggal bersama ibu kandung dan ayah angkatnya di Desa Wringin Telu, Kecamatan Puger, Jember ini berdarah campuran: Jawa dan Arab. Lalu kenapa bocah itu bisa berada di Puger, yang berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kota Jember?
Rani memang anak kandung dari –sebut saja-- Nur, 38. Namun Wagiman, 40, yang telah menjadi suami Nur selama 20 tahun terakhir, bukanlah ayah kandung Rani. Nur mengandung Rani setelah dia diperkosa oleh keponakan majikannya saat bekerja di Jeddah, Saudi Arabia. Sejak tiga minggu lalu, Rani menginjak Indonesia dan kemudian tinggal bersama ibunya di Puger.
Nurs menuturkan, dia mulai pergi ke Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga (PRT) pada April 2006 lewat PT AG yang berada di Malang. Setahun pertama Nur di Saudi tidak ada masalah. Komunikasi terus berjalan dengan keluarga di Puger, dan bahkan setelah 5 bulan bekerja ia bisa mengirimkan uang Rp 4,2 juta.
Tapi setelah itu komunikasi terputus. Keluarga baru mengetahui kondisi Nur pada Februari 2008 dari kabar lewat sepucuk surat yang ditulis teman Nur di Saudi. Surat itu membuat keluarga di Puger kaget. Sebab, isinya memberitahu bahwa Nur sedang dipenjara di tahanan khusus wanita Ar Ruwais Woman Detention Centre di Jeddah karena perbuatan asusila. Dia dikenai hukuman dua tahun plus hukuman cambuk.
Nur menuturkan, pemenjaraannya berawal ketika dirinya melahirkan Rani pada April 2007 lalu. Nur melahirkan Rani di rumah majikannya Abdullah M Argani di kota Jeddah. Tidak ada yang tahu dirinya melahirkan, namun suara bayi membuat seisi rumah kaget. Penghuni rumah itu akhirnya mengetahui bahwa Nur melahirkan seorang bayi perempuan.
Kelahiran anak Nur itu tentu membuat majikannya kalang kabut. Majikannya lantas menuduh Nur telah berzina dengan orang tidak dikenal. "Padahal, saya sudah berulangkali mengaku bahwa saya diperkosa, dan yang memperkosa itu keponakan juragan sendiri," tutur Nur dengan polos saat ditemui Surya.
Tetapi, tak satupun keluarga juragannya mempercayai ceritanya. Nur tak menyangka, juragannya yang dia kenal baik dan tidak pelit itu, akhirnya harus melaporkan dirinya ke aparat kepolisian. Karena tuduhan berbuat zina, Nur akhirnya dihukum penjara usai empat hari berada di rumah sakit untuk perawatan kelahirannya. “Saya harus membawa bayi saya karena tidak ada yang mau merawat. Jadi, sejak bayi merah, Rani sudah menemani saya di penjara,” kata Nur sambil agak menerawang.
Untunglah, selama di penjara bayinya mendapatkan perawatan cukup memadai. "Saya bisa meminuminya ASI. Oleh pihak penjara, anak saya juga diberi susu kaleng dan imunisasi rutin. Jadi anak saya sehat," kata Nur.
Meski berada di penjara, Nur melewati hari-harinya dengan cukup terhibur dan penuh kesibukan karena kehadiran Rani. Suasana berubah ketika hari pelaksanaan hukuman cambuk tiba. Sesuai aturan hukum di Saudi, mereka yang terjerat kasus perkosaan dikenai hukuman cambuk dengan rotan. Dan untuk kasus Nur, dia terancam 2.000 kali cambukan yang mesti dicicil selama 2 tahun.
Nur kemudian bisa berkirim surat ke suami dan keluarganya di Puger. “Saya bilang bahwa saya mempunyai anak karena diperkosa keponakan majikan. Saya minta suami saya untuk menikah lagi. Ternyata dia tidak mau dan akan menunggu saya," kata Nur, yang mengaku bangga dengan suaminya.
Setelah pihak LSM buruh migran Indonesia mendapatkan info tentang Nur dari para buruh di Saudi, nasib Nur mulai terpantau pemerintah Indonesia. Dan hukuman 2.000 kali cambukan, akhirnya cuma didapatkannya sebanyak 50 kali. “Ada sejumlah wanita Indonesia lainnya yang menjalani hukuman di Ar Ruwais,” ucap Nur.Pada akhir Oktober lalu, Nur dibebaskan. Tak mau berurusan lebih panjang jika harus menggugat keponakan majikannya, Nur memutuskan segera pulang ke Indonesia.
Sempat Nur ingin memberikan Rani kepada orang Saudi yang berminat. Tapi, justru keluarga dan suaminya di Puger memberi dukungan dan siap menerima kedatangan Nur bersama bayinya. “Suami saya berpesan agar Rani ikut dibawa pulang. Suami saya sangat menerima. Itu yang menguatkan saya untuk menerima keadaan ini dengan pasrah,” kata Nur.
Dari pernikahannya dengan Wagiman, Nur dikarunai tiga anak, yang sudah beranjak remaja. “Saya terharu karena justru suami dan keluarga di sini sangat sayang pada Rani. Tak bisa saya bayangkan jadinya andaikata Rani saya serahkan pada orang Saudi yang menginginkan dia,” ucap Nur. (kompas.com)
Memang, Rani yang tinggal bersama ibu kandung dan ayah angkatnya di Desa Wringin Telu, Kecamatan Puger, Jember ini berdarah campuran: Jawa dan Arab. Lalu kenapa bocah itu bisa berada di Puger, yang berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kota Jember?
Rani memang anak kandung dari –sebut saja-- Nur, 38. Namun Wagiman, 40, yang telah menjadi suami Nur selama 20 tahun terakhir, bukanlah ayah kandung Rani. Nur mengandung Rani setelah dia diperkosa oleh keponakan majikannya saat bekerja di Jeddah, Saudi Arabia. Sejak tiga minggu lalu, Rani menginjak Indonesia dan kemudian tinggal bersama ibunya di Puger.
Nurs menuturkan, dia mulai pergi ke Arab Saudi sebagai pembantu rumah tangga (PRT) pada April 2006 lewat PT AG yang berada di Malang. Setahun pertama Nur di Saudi tidak ada masalah. Komunikasi terus berjalan dengan keluarga di Puger, dan bahkan setelah 5 bulan bekerja ia bisa mengirimkan uang Rp 4,2 juta.
Tapi setelah itu komunikasi terputus. Keluarga baru mengetahui kondisi Nur pada Februari 2008 dari kabar lewat sepucuk surat yang ditulis teman Nur di Saudi. Surat itu membuat keluarga di Puger kaget. Sebab, isinya memberitahu bahwa Nur sedang dipenjara di tahanan khusus wanita Ar Ruwais Woman Detention Centre di Jeddah karena perbuatan asusila. Dia dikenai hukuman dua tahun plus hukuman cambuk.
Nur menuturkan, pemenjaraannya berawal ketika dirinya melahirkan Rani pada April 2007 lalu. Nur melahirkan Rani di rumah majikannya Abdullah M Argani di kota Jeddah. Tidak ada yang tahu dirinya melahirkan, namun suara bayi membuat seisi rumah kaget. Penghuni rumah itu akhirnya mengetahui bahwa Nur melahirkan seorang bayi perempuan.
Kelahiran anak Nur itu tentu membuat majikannya kalang kabut. Majikannya lantas menuduh Nur telah berzina dengan orang tidak dikenal. "Padahal, saya sudah berulangkali mengaku bahwa saya diperkosa, dan yang memperkosa itu keponakan juragan sendiri," tutur Nur dengan polos saat ditemui Surya.
Tetapi, tak satupun keluarga juragannya mempercayai ceritanya. Nur tak menyangka, juragannya yang dia kenal baik dan tidak pelit itu, akhirnya harus melaporkan dirinya ke aparat kepolisian. Karena tuduhan berbuat zina, Nur akhirnya dihukum penjara usai empat hari berada di rumah sakit untuk perawatan kelahirannya. “Saya harus membawa bayi saya karena tidak ada yang mau merawat. Jadi, sejak bayi merah, Rani sudah menemani saya di penjara,” kata Nur sambil agak menerawang.
Untunglah, selama di penjara bayinya mendapatkan perawatan cukup memadai. "Saya bisa meminuminya ASI. Oleh pihak penjara, anak saya juga diberi susu kaleng dan imunisasi rutin. Jadi anak saya sehat," kata Nur.
Meski berada di penjara, Nur melewati hari-harinya dengan cukup terhibur dan penuh kesibukan karena kehadiran Rani. Suasana berubah ketika hari pelaksanaan hukuman cambuk tiba. Sesuai aturan hukum di Saudi, mereka yang terjerat kasus perkosaan dikenai hukuman cambuk dengan rotan. Dan untuk kasus Nur, dia terancam 2.000 kali cambukan yang mesti dicicil selama 2 tahun.
Nur kemudian bisa berkirim surat ke suami dan keluarganya di Puger. “Saya bilang bahwa saya mempunyai anak karena diperkosa keponakan majikan. Saya minta suami saya untuk menikah lagi. Ternyata dia tidak mau dan akan menunggu saya," kata Nur, yang mengaku bangga dengan suaminya.
Setelah pihak LSM buruh migran Indonesia mendapatkan info tentang Nur dari para buruh di Saudi, nasib Nur mulai terpantau pemerintah Indonesia. Dan hukuman 2.000 kali cambukan, akhirnya cuma didapatkannya sebanyak 50 kali. “Ada sejumlah wanita Indonesia lainnya yang menjalani hukuman di Ar Ruwais,” ucap Nur.Pada akhir Oktober lalu, Nur dibebaskan. Tak mau berurusan lebih panjang jika harus menggugat keponakan majikannya, Nur memutuskan segera pulang ke Indonesia.
Sempat Nur ingin memberikan Rani kepada orang Saudi yang berminat. Tapi, justru keluarga dan suaminya di Puger memberi dukungan dan siap menerima kedatangan Nur bersama bayinya. “Suami saya berpesan agar Rani ikut dibawa pulang. Suami saya sangat menerima. Itu yang menguatkan saya untuk menerima keadaan ini dengan pasrah,” kata Nur.
Dari pernikahannya dengan Wagiman, Nur dikarunai tiga anak, yang sudah beranjak remaja. “Saya terharu karena justru suami dan keluarga di sini sangat sayang pada Rani. Tak bisa saya bayangkan jadinya andaikata Rani saya serahkan pada orang Saudi yang menginginkan dia,” ucap Nur. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar