Kerusuhan Tarakan - Rusuh Tarakan, Kalimantan Timur kini tengah menjadi berita terhangat sepanjang malam. Kerusuhan Tarakan yang dipicu oleh tewasnya Abdullah Bin H Salim (58) karena dikeroyok 6 pemuda di wilayah Juanta Permai, Tarakan Utara.
Kronologis kerusuhan Tarakan itu sendiri terjadi pada, Senin (26/09/2010) pukul 22.00, minggu malam lalu. Ketika itu terjadi pertengkaran antara anak Abdullah bin H Salim yang bernama Abdul Rahman dengan 6 Pemuda.
Awalnya ia berniat membeli rokok di salah satu toko di pinggir jalan utama, di dekat jalan masuk kantor Kelurahan Juata Permai. Setelah membeli rokok, Rahman yang saat itu bersama rekannya bernama Jay, menanyakan keberadaan rekannya bernama Ruri kepada 6 pemuda itu.
"Saya cuma cari Ruri, tapi tidak ada. Mereka (6 orang) langsung memukul saya," kata Rahman seperti yang dikutip dari Jpnn.com.
Di saat kejadian itu, Jay lantas balik ke rumahnya di wilayah Belalung, untuk mengabarkan kejadian ini kepada salah satu keluarganya, Lili Sutrisna, dan ayah Rahman, (almarhum) Abdullah Bin H. Salim. Dikatakan Lili, awalnya hanya ia yang ingin melihat Rahman di lokasi itu. Namun ayah Rahman, Abdullah, juga ingin sekali ikut. “Kami sudah tahan agar beliau (almarhum) tidak ikut. Tapi tetap saja mau. Pas kami sampai disana, Rahman sudah babak belur. Almarhum juga kena sabetan parang,” ujar Lili Sutrisna yang mengaku menerima pukulan di wajahnya saat kejadian itu.
Rahman sendiri mengaku sudah tidak mengetahui apa-apa lagi pasca pertengkaran itu. “Setelah saya diantar ke rumah, saya langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi saya tidak tahu apa-apa lagi,” katanya seperti dikutip Radar Tarakan (grup JPNN).
Kejadian ini memicu kemarahan etnis Tidung. Sanak keluarga dan warga dari Persatuan Suku Asli Kalimantan Timur (Pusaka) tumpah ruah di kediaman keluarga korban di wilayah Belalung, Juata Permai, kemarin pagi sebelum dikebumikan di Gunung Daeng, Sebengkok Tiram pukul 15.00.
Rusuh di Tarakan Disulut Kesenjangan Sosial
Sementara itu tokoh masyarakat Tarakan, Kalimantan Timur, Sofyan Asnawie, menilai kerusuhan etnis setempat disebabkan adanya kesenjangan sosial yang lebar antara warga pribumi dan para pendatang. Warga pendatang mendominasi hampir semua lini sektor pemerintahan, ekonomi dan sosial.
"Di Pemerintahan Tarakan tidak ada warga pribumi yang menduduki jabatan tinggi, semua pendatang," paparnya seperti yang dikutip dari situs tempointeraktif.com.
Karenanya, Sofyan mengaku tidak kaget terjadi peristiwa kerusuhan etnis di Tarakan sehingga menyebabkan satu tewas dan satu terluka parah. Sofyan berharap ada pemerataan status sosial–ekonomi antara warga pendatang dan warga pribumi. Tiadanya kesenjangan, menurutnya, akan mampu mengikis kebencian di antara warga pribumi dan pendatang.
Kondisi Kota Tarakan hingga pukul 20.00 WITA Senin (27/9) masih mencekam. Ini buntut kerusuhan antaretnis yang terjadi di kawasan Juata Kerikil pada pagi dini hari tadi.
Kronologis kerusuhan Tarakan itu sendiri terjadi pada, Senin (26/09/2010) pukul 22.00, minggu malam lalu. Ketika itu terjadi pertengkaran antara anak Abdullah bin H Salim yang bernama Abdul Rahman dengan 6 Pemuda.
Awalnya ia berniat membeli rokok di salah satu toko di pinggir jalan utama, di dekat jalan masuk kantor Kelurahan Juata Permai. Setelah membeli rokok, Rahman yang saat itu bersama rekannya bernama Jay, menanyakan keberadaan rekannya bernama Ruri kepada 6 pemuda itu.
"Saya cuma cari Ruri, tapi tidak ada. Mereka (6 orang) langsung memukul saya," kata Rahman seperti yang dikutip dari Jpnn.com.
Di saat kejadian itu, Jay lantas balik ke rumahnya di wilayah Belalung, untuk mengabarkan kejadian ini kepada salah satu keluarganya, Lili Sutrisna, dan ayah Rahman, (almarhum) Abdullah Bin H. Salim. Dikatakan Lili, awalnya hanya ia yang ingin melihat Rahman di lokasi itu. Namun ayah Rahman, Abdullah, juga ingin sekali ikut. “Kami sudah tahan agar beliau (almarhum) tidak ikut. Tapi tetap saja mau. Pas kami sampai disana, Rahman sudah babak belur. Almarhum juga kena sabetan parang,” ujar Lili Sutrisna yang mengaku menerima pukulan di wajahnya saat kejadian itu.
Rahman sendiri mengaku sudah tidak mengetahui apa-apa lagi pasca pertengkaran itu. “Setelah saya diantar ke rumah, saya langsung dibawa ke rumah sakit. Jadi saya tidak tahu apa-apa lagi,” katanya seperti dikutip Radar Tarakan (grup JPNN).
Kejadian ini memicu kemarahan etnis Tidung. Sanak keluarga dan warga dari Persatuan Suku Asli Kalimantan Timur (Pusaka) tumpah ruah di kediaman keluarga korban di wilayah Belalung, Juata Permai, kemarin pagi sebelum dikebumikan di Gunung Daeng, Sebengkok Tiram pukul 15.00.
Rusuh di Tarakan Disulut Kesenjangan Sosial
Sementara itu tokoh masyarakat Tarakan, Kalimantan Timur, Sofyan Asnawie, menilai kerusuhan etnis setempat disebabkan adanya kesenjangan sosial yang lebar antara warga pribumi dan para pendatang. Warga pendatang mendominasi hampir semua lini sektor pemerintahan, ekonomi dan sosial.
"Di Pemerintahan Tarakan tidak ada warga pribumi yang menduduki jabatan tinggi, semua pendatang," paparnya seperti yang dikutip dari situs tempointeraktif.com.
Karenanya, Sofyan mengaku tidak kaget terjadi peristiwa kerusuhan etnis di Tarakan sehingga menyebabkan satu tewas dan satu terluka parah. Sofyan berharap ada pemerataan status sosial–ekonomi antara warga pendatang dan warga pribumi. Tiadanya kesenjangan, menurutnya, akan mampu mengikis kebencian di antara warga pribumi dan pendatang.
Kondisi Kota Tarakan hingga pukul 20.00 WITA Senin (27/9) masih mencekam. Ini buntut kerusuhan antaretnis yang terjadi di kawasan Juata Kerikil pada pagi dini hari tadi.
2 komentar :
kurangnya pendidikan sudah tahu ada korban tewas malah tidak lapor polisi dan etnis yang satunya terkenal suka berantem dan bikin onar bahkan diperguruan tinggi didaerahnya sekarang kena getahnya,
masyarakat kita sekarang ini mudah main tangan daripada musyawarah
yang penting ga membabibuta... kasiankan orang yg ga tao apa-apa... jgn sampe jadi sampit ke-2...
Posting Komentar