RUU Nikah Siri - RUU Nikah Siri atau Rancangan Undang-Undang Hukum Materil oleh Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang akan memidanakan pernikahan tanpa dukeman resmi atau yang biasa disebut sebagai nikah siri, kini tengah memicu kontroversi ditengah-tengah masyarakat.
Seperti halnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai pemidanaan nikah siri yang diatur dalam Draf RUU Nikah Siri adalah sebagai langkah tidak benar.
"Saya kira ini tidak benar.Nikah siri cukup diadministrasikan saja. Harusnya yang lebih dulu dipidanakan itu yang tidak nikah (berhubungan seks di luar nikah).Saya yakin ini ada agenda tersembunyi untuk melegalkan yang melakukan seks bebas (free sex) dan menyalahkan yang nikah," 2kata Hasyim kepada harian Seputar Indonesia (SI) di Gedung PBNU Jakarta kemarin.
Pemerintah sejauh ini bersikukuh memperjuangkan draf RUU Nikah Siri yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Patrialis Akbar menegaskan, nikah siri perlu diatur agar ada kepastian hukum dalam pernikahan dan kepastian hukum anak-anak mereka. "Jadi yang bagus kan nikah itu ada suratnya.
Jadi jangan hanya, maaf ya, dalam tanda kutip, lakilaki itu jangan sekadar make aja dong.Tanggung jawabnya di mana dong? Lahir batin dong! Kanitu bagian dari perkawinan, jadi dia harus bertanggung jawab. Kalau punya anak, anaknya jadi tanggung jawabnya," ujar Patrialis Akbar di sela-sela kunjungan ke LP Anak Kelas II A Tangerang mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin.
Untuk diketahui, draf usulan RUU Nikah Siri Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan menampung pasal tentang nikah siri atau nikah yang tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). Pasal tersebut menyebutkan, jika seseorang melakukan nikah siri atau melakukan kawin kontrak,ia dapat diancam dengan pidana penjara.
Pasal 143 RUU UU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.
Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.
Menurut Patrialias,masyarakat harus diberi kesadaran bahwa nikah itu tidak sekadar nikah atau bohong-bohongan. Menurutnya, banyaknya pria menikah di bawah tangan dan janda-janda muda menjadi stimulasi agar hal tersebut perlu diatur. Ditegaskan, pengaturan pernikahan bukan berarti negara ikut campur dalam masalah agama. “Kalau kehidupan bermasyarakat tidak diatur,masyarakat bisa kacau.
Ya, kalau kehidupan beragama itu misalnya begini, orang mengaji harus mengaji dari jam sekian sampai sekian, itu baru namanya ikut campur,”jelasnya. Di tempat sama, Menteri Agama Suryadharma Ali menuturkan bahwa draf RUU tersebut sudah dibuat sekitar lima tahun lalu atau sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Agama. Karena itu, pembahasan mengenai nikah siri akan kembali dilihat pasal demi pasal oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR.
Dari daftar inventarisasi masalah yang telah masuk itu,akan muncul berbagai pandangan mengenai rancangan pasal itu.“Mungkin saja ada yang cocok atau kurang cocok, mungkin nanti bertemu, pemikiran yang lebih sesuai dari apa yang dikonsepkan sekarang,”ujarnya. Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengakui, nikah siri dalam syariah agama disahkan.
Namun dalam peraturan undang-undang hal itu tidak bisa disahkan karena belum tercatat dalam administrasi negara. Untuk itu, Suryadharma meminta para pelaku nikah siri untuk segera mencatatkan perkawinannya ke KUA. "Mereka harus mencatatkan itu (pernikahannya ke KUA), bukan berarti nikahnya nggak sah. Bila tidak sah kan berarti berzina bertahun-tahun," katanya.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nasarudin Umar menjelaskan, maksud draf RUU tersebut tiada lain hanya untuk menjadikan kewibawaan perkawinan terjaga karena dalam Islam perkawinan adalah hal yang suci. Selain itu,RUU ini diajukan terkait masalah kemanusiaan.
Dia berharap, adanya UU ini nantinya akan mempermudah anak mendapatkan haknya seperti dapat warisan, hak perwalian, pembuatan KTP, paspor,serta tunjangan kesehatan dan sebagainya. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan dukungannya terhadap draf RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan.Dalam pandangannya, nikah siri itu lebih banyak merugikan anak-anak dan kaum perempuan.
"Anak-anak yang lahir dari kawin siri itu tidak diakui hukum dan tidak mendapatkan hak waris," jelasnya di Gedung MK kemarin. Mahfud menyatakan,perempuan yang dinikahi secara siri tidak diakui oleh hukum sehingga jika seseorang mempunyai dua istri, kemudian istri pertama adalah hasil pernikahan yang tercatat dan istri kedua adalah hasil nikah siri,maka istri pertama sangat kuat di hadapan hukum.
"Jika istri pertama mengatakan saya istri yang sah,maka hal itu tidak bisa dilawan dengan hukum, "jelasnya.Kendati demikian, dia menggariskan bahwa RUU tersebut perlu didiskusikan. Ketua Umum Fatayat NU Maria Ulfa Anshor juga mendukung langkah pemerintah mengatur kawin siri. Secara tegas dia menyatakan kawin siri dan kawin kontrak sangat berisiko bagi perempuan untuk menjadi korban.
Dia menolak pendapat yang menyebut pengaturan itu melanggar HAM walaupun perkawinan merupakan isu privat. “Penegakan HAM bukan berarti semua hal yang terkait dengan persoalan privat tidak ada aturannya. Negara mengatur dalam rangka memberikan koridor. Nikah siri bisa berdampak timbulnya ketidakadilan bagi perempuan,”katanya.
Masalah Perdata
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Arwani Faishal mengingatkan bahwa pernikahan adalah masalah perdata. Karena itu akan menjadi kezaliman pemerintah jika memenjarakan pelakunya. Dia kemudian membandingkan dengan pelaku kumpul kebo yang jelas-jelas bertentangan dengan agama mana pun, tapi tidak pernah dikenai sangsi pidana oleh negara.
"Lho, orang-orang yang menjalankan ajaran agama justru diancam dengan hukuman penjara? Jika ini terjadi justru negara malah bertindak zalim,"kata Arwani. Menurutnya, pernikahan siri atau pernikahan yang tidak didaftarkan secara administratif kepada negara adalah perkara perdata yang tidak tepat jika diancam dengan hukuman penjara. Bahkan sanksi material (denda) juga tetap memiliki dampak sangat buruk bagi masyarakat.
"Bila mengenakan denda dalam jumlah tertentu untuk orangorang yang melakukan nikah siri, tentu hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Bukan masalah bagi mereka yang punya uang banyak. Namun tidak adil bagi mereka yang secara ekonomi hidupnya pas-pasan,"kata Arwani. Dalam pandangannya, nikah siri memiliki berbagai dampak positif (maslahah) dan dampak negatif (mafsadah) yang sama-sama besar.
Jika dilegalkan, akan sangat rawan disalahgunakan dan jika tidak diakui akan bertentangan dengan syariat Islam. "Untuk itu dampak negatif dan positif pernikahan siri harus dikaji dan disikapi bersama,"katanya.
Seperti halnya Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi menilai pemidanaan nikah siri yang diatur dalam Draf RUU Nikah Siri adalah sebagai langkah tidak benar.
"Saya kira ini tidak benar.Nikah siri cukup diadministrasikan saja. Harusnya yang lebih dulu dipidanakan itu yang tidak nikah (berhubungan seks di luar nikah).Saya yakin ini ada agenda tersembunyi untuk melegalkan yang melakukan seks bebas (free sex) dan menyalahkan yang nikah," 2kata Hasyim kepada harian Seputar Indonesia (SI) di Gedung PBNU Jakarta kemarin.
Pemerintah sejauh ini bersikukuh memperjuangkan draf RUU Nikah Siri yang sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Patrialis Akbar menegaskan, nikah siri perlu diatur agar ada kepastian hukum dalam pernikahan dan kepastian hukum anak-anak mereka. "Jadi yang bagus kan nikah itu ada suratnya.
Jadi jangan hanya, maaf ya, dalam tanda kutip, lakilaki itu jangan sekadar make aja dong.Tanggung jawabnya di mana dong? Lahir batin dong! Kanitu bagian dari perkawinan, jadi dia harus bertanggung jawab. Kalau punya anak, anaknya jadi tanggung jawabnya," ujar Patrialis Akbar di sela-sela kunjungan ke LP Anak Kelas II A Tangerang mendampingi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin.
Untuk diketahui, draf usulan RUU Nikah Siri Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan menampung pasal tentang nikah siri atau nikah yang tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). Pasal tersebut menyebutkan, jika seseorang melakukan nikah siri atau melakukan kawin kontrak,ia dapat diancam dengan pidana penjara.
Pasal 143 RUU UU yang hanya diperuntukkan bagi pemeluk Islam ini menggariskan, setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan perkawinan tidak di hadapan pejabat pencatat nikah dipidana dengan ancaman hukuman bervariasi, mulai dari enam bulan hingga tiga tahun dan denda mulai dari Rp6 juta hingga Rp12 juta. Selain kawin siri,draf RUU juga menyinggung kawin mutah atau kawin kontrak.
Pasal 144 menyebut, setiap orang yang melakukan perkawinan mutah dihukum penjara selama-lamanya 3 tahun dan perkawinannya batal karena hukum. RUU itu juga mengatur soal perkawinan campur (antardua orang yang berbeda kewarganegaraan). Pasal 142 ayat 3 menyebutkan, calon suami yang berkewarga negaraan asing harus membayar uang jaminan kepada calon istri melalui bank syariah sebesar Rp500 juta.
Menurut Patrialias,masyarakat harus diberi kesadaran bahwa nikah itu tidak sekadar nikah atau bohong-bohongan. Menurutnya, banyaknya pria menikah di bawah tangan dan janda-janda muda menjadi stimulasi agar hal tersebut perlu diatur. Ditegaskan, pengaturan pernikahan bukan berarti negara ikut campur dalam masalah agama. “Kalau kehidupan bermasyarakat tidak diatur,masyarakat bisa kacau.
Ya, kalau kehidupan beragama itu misalnya begini, orang mengaji harus mengaji dari jam sekian sampai sekian, itu baru namanya ikut campur,”jelasnya. Di tempat sama, Menteri Agama Suryadharma Ali menuturkan bahwa draf RUU tersebut sudah dibuat sekitar lima tahun lalu atau sebelum dirinya menjabat sebagai Menteri Agama. Karena itu, pembahasan mengenai nikah siri akan kembali dilihat pasal demi pasal oleh fraksi-fraksi yang ada di DPR.
Dari daftar inventarisasi masalah yang telah masuk itu,akan muncul berbagai pandangan mengenai rancangan pasal itu.“Mungkin saja ada yang cocok atau kurang cocok, mungkin nanti bertemu, pemikiran yang lebih sesuai dari apa yang dikonsepkan sekarang,”ujarnya. Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mengakui, nikah siri dalam syariah agama disahkan.
Namun dalam peraturan undang-undang hal itu tidak bisa disahkan karena belum tercatat dalam administrasi negara. Untuk itu, Suryadharma meminta para pelaku nikah siri untuk segera mencatatkan perkawinannya ke KUA. "Mereka harus mencatatkan itu (pernikahannya ke KUA), bukan berarti nikahnya nggak sah. Bila tidak sah kan berarti berzina bertahun-tahun," katanya.
Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Nasarudin Umar menjelaskan, maksud draf RUU tersebut tiada lain hanya untuk menjadikan kewibawaan perkawinan terjaga karena dalam Islam perkawinan adalah hal yang suci. Selain itu,RUU ini diajukan terkait masalah kemanusiaan.
Dia berharap, adanya UU ini nantinya akan mempermudah anak mendapatkan haknya seperti dapat warisan, hak perwalian, pembuatan KTP, paspor,serta tunjangan kesehatan dan sebagainya. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan dukungannya terhadap draf RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan.Dalam pandangannya, nikah siri itu lebih banyak merugikan anak-anak dan kaum perempuan.
"Anak-anak yang lahir dari kawin siri itu tidak diakui hukum dan tidak mendapatkan hak waris," jelasnya di Gedung MK kemarin. Mahfud menyatakan,perempuan yang dinikahi secara siri tidak diakui oleh hukum sehingga jika seseorang mempunyai dua istri, kemudian istri pertama adalah hasil pernikahan yang tercatat dan istri kedua adalah hasil nikah siri,maka istri pertama sangat kuat di hadapan hukum.
"Jika istri pertama mengatakan saya istri yang sah,maka hal itu tidak bisa dilawan dengan hukum, "jelasnya.Kendati demikian, dia menggariskan bahwa RUU tersebut perlu didiskusikan. Ketua Umum Fatayat NU Maria Ulfa Anshor juga mendukung langkah pemerintah mengatur kawin siri. Secara tegas dia menyatakan kawin siri dan kawin kontrak sangat berisiko bagi perempuan untuk menjadi korban.
Dia menolak pendapat yang menyebut pengaturan itu melanggar HAM walaupun perkawinan merupakan isu privat. “Penegakan HAM bukan berarti semua hal yang terkait dengan persoalan privat tidak ada aturannya. Negara mengatur dalam rangka memberikan koridor. Nikah siri bisa berdampak timbulnya ketidakadilan bagi perempuan,”katanya.
Masalah Perdata
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Arwani Faishal mengingatkan bahwa pernikahan adalah masalah perdata. Karena itu akan menjadi kezaliman pemerintah jika memenjarakan pelakunya. Dia kemudian membandingkan dengan pelaku kumpul kebo yang jelas-jelas bertentangan dengan agama mana pun, tapi tidak pernah dikenai sangsi pidana oleh negara.
"Lho, orang-orang yang menjalankan ajaran agama justru diancam dengan hukuman penjara? Jika ini terjadi justru negara malah bertindak zalim,"kata Arwani. Menurutnya, pernikahan siri atau pernikahan yang tidak didaftarkan secara administratif kepada negara adalah perkara perdata yang tidak tepat jika diancam dengan hukuman penjara. Bahkan sanksi material (denda) juga tetap memiliki dampak sangat buruk bagi masyarakat.
"Bila mengenakan denda dalam jumlah tertentu untuk orangorang yang melakukan nikah siri, tentu hal ini dapat menimbulkan ketidakadilan. Bukan masalah bagi mereka yang punya uang banyak. Namun tidak adil bagi mereka yang secara ekonomi hidupnya pas-pasan,"kata Arwani. Dalam pandangannya, nikah siri memiliki berbagai dampak positif (maslahah) dan dampak negatif (mafsadah) yang sama-sama besar.
Jika dilegalkan, akan sangat rawan disalahgunakan dan jika tidak diakui akan bertentangan dengan syariat Islam. "Untuk itu dampak negatif dan positif pernikahan siri harus dikaji dan disikapi bersama,"katanya.
7 komentar :
PENCATATAN NIKAH MUDAH DAN MURAH, KENAPA HARUS SIRI?
saya sangat tidak mengerti bagaimana arah pemikiran orang-orang yang menentang negara mengatur tentang nikah siri. secara hukum Islam, saya sepakat nikah siri adalah sah selama terpenuhi syarat dan rukun nikah. tetapi, pernahkah berfikir bagaimana akibat dari nikah siri?
contoh kasus, ada orang yang melakukan nikah siri dan kemudian dikaruniai beberapa anak. beberapa waktu kemudian, karena suatu sebab, si "suami" meninggalkan "istri"nya untuk MENIKAH secara RESMI (dicatatkan di KUA) dengan wanita lain (bisa jadi teman/tetangga "istri" yang dinikah siri).
Pertanyaannya sekarang, siapa yang jadi korban? ya, PEREMPUAN DAN ANAK-ANAK.
Ketika Komnas HAM menentang Draft RUU Perkawinan, saya bertanya apakah perempuan dan anak-anak tersebut tidak memiliki hak azasi yang layak dilindungi dan diperjuangkan?
Ketika Ketua PBNU, Wakil Ketua LBMNU dan Pak Din Syamsudin tidak membenarkan langkah pemerintah dan menganggapnya sebagai kezaliman, saya juga bertanya apakah benar jika pemerintah membiarkan warganya menjadi korban dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab? apakah zalim jika pemerintah melakukan upaya preventif untuk melindungi warganya?
Saya sepakat jika pemerintah juga mengatur orang-orang yang melakukan PERZINAHAN (kumpul kebo dll), tetapi bukankah RUU Perkawinan ini sebuah langkah maju untuk menjaga kewibawaan dan kesucian tujuan perkawinan?
Sebagai petugas di lapangan (Penghulu KUA) saya merasa RUU Perkawinan yang baru ini adalah senjata tambahan untuk mensosialisasikan dampak buruk pernikahan siri dan menganjurkan agar pernikahan dilakukan secara resmi (dicatatkan). Hal ini karena menurut persepsi saya dampak buruk nikah siri JAUH LEBIH BANYAK dibandingkan dampak baiknya. Nikah resmi jelas lebih melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak dibandingkan nikah siri. Meskipun semua juga kembali kepada pribadi masing-masing orang.
Terakhir, apasih susahnya mencatatkan perkawinan? Tinggal urus surat-surat dari desa/kelurahan, daftarkan ke KUA, bayar RP. 30.000,- BERES. Jadi, kalau mencatatkan perkawinan MUDAH DAN MURAH kenapa harus siri?
Berapa hari seorang yang sudah menikah mesti melaporkan kepada pemerintah (KUA), sehari? seminggu? sebulan? enam bulan?
gw si setuju ada ni UU...
jaman krang enak kali orang2... suka nikah... udah g suka cerai...
kyk orang pacaran.... tidak menghargai "SUMPAHNYA PADA TUHAN"...
berati dy tidak menghargai TUHAN itu sendiri....
jadi klo ada UU ini orang harus lebih berfikir secara materi maupun non materi buat nikah....
apalagi nikah siri ma kawin kontrak....
emangnya ni negara agama ya??? HUKUM COY.....
Aku heran kepada orang-orang yang membuat RUU nikah " sirri " dan yang menyetujuinya...... TAHU AGAMA ENGGAK SIH.....
nikah sirih memang enaaaak...? selingkuh
nikah siri???? q cm mw tanya hukun nikah sirih in berlku untuk sapa aj, si perempuan ap laki2 aj..atau justru dua2 nya????
Saya menikah siri karena keterlambatan administrasi suami yg WNA dr negara nonmuslim yg sekuler,,semua persyaratn waktu itu utk mnikah hampir selesai tnyata msh da 1 surat kterang dr negara asal yg mnyatakan setuju suami mnikah di ind terlambat dbuat,,sehingga sy bersama kedua pihak keluarga setuju utk mnikah secara agama islam dimana suami sudah muallaf dan tdk terikat perkawinan,scr agama islam syarat tpenuhi,,nah skrg sy ingin mcatat pnikahn di negara asal suami,krn suami inginnya km mcatat dsana dan kmudian melapor ktika kmbali k ind,akan tetapi pihak KUA mpersulit sy untuk mdapatkan surat pngantar dan keterangan belum tcata mnikah di KUA dgn alasan sy mnikah siri,,seharusnya ada dukungan pihak KUa utk pasangan yg ingin legalisasi tp mgp ada oknum mnyatakan sulit utk dkeluarkan surat tsb tanpa alasan yg kuat,,,sy jg bsyukur mlakukan pnikahn scr islam d IND dgn wali bapak sy dan dihadiri anggota kluarga,krn d negara asal suami yg nonmuslim sekular pnikahn bersifat legalisasi atau pencatatan utk pnikahn agama dserahkn k individu utk plaksanaannya,,mnurut anda bagaimana sikap oknum KUA tersebut,sama saja mlegalkan nikah siri krn surat utk bs sy mlegalkan pnikahan dpersulit,,,jadi jgn salahkan hy masyarakat yg mlakukan nikah siri tp tilik dulu kinerja petugas KUA dilapangan...klu masalah pbayarn administrasi yg kecil bilang dong,jgn bsikap arogan...mngancam masyarakat yg terjepit masalah...jd aparatur yg bener dong,sy jg aparatur tp ga smp sgitunya mnekan bangsa sendiri...
Posting Komentar