Tutup Luka Lama Film Balibo Dilarang - Alasan Lembaga Sensor Film (LSF) melarang film Balibo Five diputar dalam perhelatan Jakarta Internasional Film Festival (JiFFest) adalah untuk menutupi luka lama.
"Pelarangan ini mencoba menutup luka lama yang tidak perlu (ditimbulkan) jika film tersebut diputar di masyarakat. Pelarangan film ini demi menjaga hubungan baik antara Indonesia-Australia," ujar Ketua Komisi I DPR Kemal Aziz Stamboel di DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2009).
Dia menambahkan, LSF pastinya memiliki alasan-alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam melarang pemutaran film Balibo Five itu. "Saya rasa pemerintah sudah melakukan penyelidikan, dan hasilnya sudah jelas. Film tersebut sudah tidak pada tempatnya," tandas dia.
Bahkan, lanjutnya, film ini bukan upaya untuk membangun kerja sama yang baik. Ada traumatik sosial yang berpotensi timbul di masyarakat jika film tersebut diputar.
"Masalahnya sudah diteliti habis. Balibo bercerita tentang lima wartawan yang meninggal karena kesalahan pihak yang bertikai waktu itu. Peristiwanya sudah lama, sekitar 35 tahun lalu di Timor-Timur," paparnya.
Sementara menurut anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya, pihaknya akan selalu mendorong setiap tindakan LSF dalam konteks pelarangan film yang dapat menyinggung kedaulatan negara.
"Ini sensitif. Kami juga mendukung pelarangan film oleh LSF yang menyinggung isu-isu SARA dalam konteks berbangsa dan bernegara," ujar Tantowi.
Film Balibo Five diangkat dari kisah terbunuhnya lima wartawan asing di Balibo, wilayah perbatasan di Timor Timur (kini Timor Leste) pada 1975.
Lima wartawan asal Australia, Selandia Baru, dan Inggris itu tewas saat meliput masuknya tentara Indonesia ke Timor Leste. Berdasarkan hasil investigasi, pengadilan koroner New South Wales menyatakan kelima wartawan dibunuh tentara Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia berpendapat lain. Tewasnya wartawan asing itu karena terjebak di medan peperangan.
"Pelarangan ini mencoba menutup luka lama yang tidak perlu (ditimbulkan) jika film tersebut diputar di masyarakat. Pelarangan film ini demi menjaga hubungan baik antara Indonesia-Australia," ujar Ketua Komisi I DPR Kemal Aziz Stamboel di DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (2/12/2009).
Dia menambahkan, LSF pastinya memiliki alasan-alasan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam melarang pemutaran film Balibo Five itu. "Saya rasa pemerintah sudah melakukan penyelidikan, dan hasilnya sudah jelas. Film tersebut sudah tidak pada tempatnya," tandas dia.
Bahkan, lanjutnya, film ini bukan upaya untuk membangun kerja sama yang baik. Ada traumatik sosial yang berpotensi timbul di masyarakat jika film tersebut diputar.
"Masalahnya sudah diteliti habis. Balibo bercerita tentang lima wartawan yang meninggal karena kesalahan pihak yang bertikai waktu itu. Peristiwanya sudah lama, sekitar 35 tahun lalu di Timor-Timur," paparnya.
Sementara menurut anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya, pihaknya akan selalu mendorong setiap tindakan LSF dalam konteks pelarangan film yang dapat menyinggung kedaulatan negara.
"Ini sensitif. Kami juga mendukung pelarangan film oleh LSF yang menyinggung isu-isu SARA dalam konteks berbangsa dan bernegara," ujar Tantowi.
Film Balibo Five diangkat dari kisah terbunuhnya lima wartawan asing di Balibo, wilayah perbatasan di Timor Timur (kini Timor Leste) pada 1975.
Lima wartawan asal Australia, Selandia Baru, dan Inggris itu tewas saat meliput masuknya tentara Indonesia ke Timor Leste. Berdasarkan hasil investigasi, pengadilan koroner New South Wales menyatakan kelima wartawan dibunuh tentara Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia berpendapat lain. Tewasnya wartawan asing itu karena terjebak di medan peperangan.
0 komentar :
Posting Komentar