Tumini (54), warga Desa Nglanduk, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jatim, selama puluhan tahun menderita penyakit aneh.
Suami Tumini, Marto (65), Minggu (21/6), mengatakan, akibat penyakit aneh tersebut, sebagian wajah Tumini telah hilang dan berlubang. Bagian kedua matanya, hidung, dan bibir hilang. Yang tersisa hanya tinggal dagu dan kening saja.
"Selama bertahun-tahun, penyakit tersebut terus menggerogoti bagian wajah istri saya. Satu per satu bagian wajah Tumini rusak akibat penyakit tersebut. Karena tidak ada mata maka ia tidak dapat melihat. Demikian juga tidak dapat berbicara, karena bibir dan jaringan pendukungnya lainnya sudah tidak sempurna," ujarnya.
Menurut dia, penyakit aneh tersebut telah menyerang istrinya selama hampir 30 tahun lebih. Namun, karena keajaiban Tuhan, Tumini bisa bertahan meski jaringan hidung untuk bernafasnya juga tidak sempurna akibat penyakit tersebut. Bahkan kesadaran dan indera pendenagaran Tumini juga masih bagus.
Marto bercerita, penyakit tersebut menyerang saat istrinya masih berusia 20 tahunan. Awalnya hanya berupa sebuah bintil menyerupai jerawat di hidung Tumini. Namun, lama kelamaan semakin membesar, berasa panas dan gatal.
"Waktu itu sudah pernah diperiksakan ke rumah sakit. Bahkan, istri saya juga sempat dirawat di Rumah Sakit dr. Sutomo Surabaya. Selama tiga bulan dirawat di sana, istri saya tidak sembuh-sembuh. Karena alasan tidak ada biaya, akhirnya saya bawa pulang. Dokter bilang penyakit istri saya adalah kanker," kata Marto yang kesehariannya hanya seorang butuh tani.
Setelah dirawat di Surabaya, Tumini juga sempat dirawat di Rumah sakit dr. Sudono Madiun. Namun sama saja, tidak membuahkan hasil dan akhirnya memilih untuk dirawat di rumah saja. Seiring dengan itu, jerawat Tumini semakin membesar.
Bahkan, selain membesar, penyakit jerawat tersebut juga membuat beberapa bagian anatomi wajah Tumini rusak, mengelupas, dan akhirnya lepas. Kini yang tersisa wajah Tumini mengalami lubang selebar 10-15 cm dan sedalam 7-10 cm.
"Kini, obat untuk istri saya hanya mengandalkan obat ramuan sendiri dari bahan utama tembakau untuk mengusir lalat yang kerap mengerubungi. Meski dapat berjalan, namun ia membutuhkan tuntunan karena tidak dapat melihat lagi. Selain itu, ia juga menggunakan kerudung untuk menutupi lubang di wajahnya," kata Marto menerangkan.
Kesehariannya, selain tinggal bersama suaminya, Tumini juga ditemani oleh anak semata wayangnya, Wasirindra (34) yang belum berkeluarga. Tumini banyak mengurung diri di dalam kamar dan menghindar dari keadaan di sekitarnya.
"Ibu banyak mengurung di dalam kamar. Kadang ia bergumam tidak kuat menahan sakit di tubuhnya. Malahan, akhir-akhir ini ibu sering berkeiginan untuk mengakhiri hidupnya," kata Wasirindra sedih.
Keluarga hanya berusaha untuk menjaga kondisi kejiwaan Tumini, dan berharap ada uluran tangan dari tetangga dan pemerintah daerah setempat. Karena untuk biaya pengobatan, keluarga Tumini sudah tidak mampu lagi melakukannya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Tulus Purnomo, mengaku jika Pemerintah Kabupaten Madiun sudah pernah memberikan tindakan medis. Namun, penderita menolak untuk dibawa ke rumah sakit.
"Dinkes Kabupaten Madiun sudah pernah memberikan penanganan terhadap Tumini. Namun, waktu itu yang bersangkutan menolak untuk dibawa ke rumah sakit dengan alasan sudah pasrah," katanya. (kompas.com)
Suami Tumini, Marto (65), Minggu (21/6), mengatakan, akibat penyakit aneh tersebut, sebagian wajah Tumini telah hilang dan berlubang. Bagian kedua matanya, hidung, dan bibir hilang. Yang tersisa hanya tinggal dagu dan kening saja.
"Selama bertahun-tahun, penyakit tersebut terus menggerogoti bagian wajah istri saya. Satu per satu bagian wajah Tumini rusak akibat penyakit tersebut. Karena tidak ada mata maka ia tidak dapat melihat. Demikian juga tidak dapat berbicara, karena bibir dan jaringan pendukungnya lainnya sudah tidak sempurna," ujarnya.
Menurut dia, penyakit aneh tersebut telah menyerang istrinya selama hampir 30 tahun lebih. Namun, karena keajaiban Tuhan, Tumini bisa bertahan meski jaringan hidung untuk bernafasnya juga tidak sempurna akibat penyakit tersebut. Bahkan kesadaran dan indera pendenagaran Tumini juga masih bagus.
Marto bercerita, penyakit tersebut menyerang saat istrinya masih berusia 20 tahunan. Awalnya hanya berupa sebuah bintil menyerupai jerawat di hidung Tumini. Namun, lama kelamaan semakin membesar, berasa panas dan gatal.
"Waktu itu sudah pernah diperiksakan ke rumah sakit. Bahkan, istri saya juga sempat dirawat di Rumah Sakit dr. Sutomo Surabaya. Selama tiga bulan dirawat di sana, istri saya tidak sembuh-sembuh. Karena alasan tidak ada biaya, akhirnya saya bawa pulang. Dokter bilang penyakit istri saya adalah kanker," kata Marto yang kesehariannya hanya seorang butuh tani.
Setelah dirawat di Surabaya, Tumini juga sempat dirawat di Rumah sakit dr. Sudono Madiun. Namun sama saja, tidak membuahkan hasil dan akhirnya memilih untuk dirawat di rumah saja. Seiring dengan itu, jerawat Tumini semakin membesar.
Bahkan, selain membesar, penyakit jerawat tersebut juga membuat beberapa bagian anatomi wajah Tumini rusak, mengelupas, dan akhirnya lepas. Kini yang tersisa wajah Tumini mengalami lubang selebar 10-15 cm dan sedalam 7-10 cm.
"Kini, obat untuk istri saya hanya mengandalkan obat ramuan sendiri dari bahan utama tembakau untuk mengusir lalat yang kerap mengerubungi. Meski dapat berjalan, namun ia membutuhkan tuntunan karena tidak dapat melihat lagi. Selain itu, ia juga menggunakan kerudung untuk menutupi lubang di wajahnya," kata Marto menerangkan.
Kesehariannya, selain tinggal bersama suaminya, Tumini juga ditemani oleh anak semata wayangnya, Wasirindra (34) yang belum berkeluarga. Tumini banyak mengurung diri di dalam kamar dan menghindar dari keadaan di sekitarnya.
"Ibu banyak mengurung di dalam kamar. Kadang ia bergumam tidak kuat menahan sakit di tubuhnya. Malahan, akhir-akhir ini ibu sering berkeiginan untuk mengakhiri hidupnya," kata Wasirindra sedih.
Keluarga hanya berusaha untuk menjaga kondisi kejiwaan Tumini, dan berharap ada uluran tangan dari tetangga dan pemerintah daerah setempat. Karena untuk biaya pengobatan, keluarga Tumini sudah tidak mampu lagi melakukannya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun, Tulus Purnomo, mengaku jika Pemerintah Kabupaten Madiun sudah pernah memberikan tindakan medis. Namun, penderita menolak untuk dibawa ke rumah sakit.
"Dinkes Kabupaten Madiun sudah pernah memberikan penanganan terhadap Tumini. Namun, waktu itu yang bersangkutan menolak untuk dibawa ke rumah sakit dengan alasan sudah pasrah," katanya. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar