Daisy Fajarina DPO Interpol Perancis - Daisy Fajarina ibu dari Manohara Odeliat Pinot yang akhir-akhir ini banyak menghiasi pemberitaan media massa Indonesia ternyata adalah seorang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) interpol Prancis.
Senior Liasion Officer (SLO) Polri di KBRI Kuala Lumpur Kombes Pol Brata Mandala mengungkapkan, sejak setahun lalu Daisy ternyata telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Interpol Perancis.
"Sepengetahuan kami, red notice Daisy Fajarina sudah dikirimkan oleh Interpol ke seluruh dunia. Jadi sebenarnya dia bisa ditangkap di mana saja," ungkap Brata ketika seperti yang dikutip dari detik.com, Kamis (4/6/2009).
Brata mengatakan, sebetulnya Daisy pernah menyatakan dirinya sedang dicari polisi Perancis untuk hearing karena suatu perkara kriminal dengan status tersangka ketika dia sedang dicekal masuk di KLIA oleh Pemerintah Malaysia. Namun pengakuan tersebut tidak ditindaklajuti.
"Karena ketika itu saya diminta oleh kedutaan untuk membantu melepaskan dia dari pencekalan di KLIA. Dia hanya cerita pendek mengenai problem tidak ada lagi suaminya. Sebab, suaminya yang di Perancis dipenjara karena perkara kriminal," tutur Brata.
Sebelumnya pada 15 Maret 2009, Brata menceritakan, dirinya mendapat telepon dari Kabareskrim Komjen Pol Susno Duaji untuk membantu menemani Daisy membuat laporan mengenai dugaan penganiayaan yang dialami Manohara ke Kabareskrim Kepolisian Malaysia Datuk Mohd Bakri Mohd Zinnin.
Namun secara tiba-tiba, pada 19 Maret 2009 pukul 12 siang, lanjut Brata, dirinya mendapat telepon kalau Daisy dicekal di bandara KLIA Kuala Lumpur. "Karena insiden ini, jadi bubar rencana untuk membuat laporan di Malaysia. Hampir enam jam saya di KLIA untuk melepaskan Daisy dari pencekalan hingga akhirnya berhasil dideportasi kembali ke Jakarta. Ketika di sanalah Daisy bercerita singkat mengenai problemnya tersebut," sambung dia.
Bahkan Brata menjelaskan, dirinya menyarankan kepada Daisy untuk menggunakan pengacara di Indonesia yang mampu berkoordinasi dengan pengacara di Malaysia. Hal ini untuk memudahkan dalam membuat laporan di kepolisian Malaysia.
Kepastian bahwa Daisy masuk dalam DPO Interpol Perancis diperoleh Brata ketika mengikuti pertemuan seluruh SLO polisi dari sejumlah negara dalam forum International Foreign Law Enforcement Community (IFLEC) di Hotel Ambhara Jakarta yang diadakan oleh interpol Indonesia.
Dalam sesi diskusi forum tersebut, SLO polisi dari kedutaan Perancis meminta agar Daisy ditangkap dan diekstradisi untuk dapat mengikuti persidangan di Perancis.
"Tapi saya menolak saat itu, untuk melindungi Daisy karena dia adalah WNI. Tidak akan diserahkan kepada pihak asing," cetus Brata.
Apalagi Brata menegaskan, Indonesia dan Perancis tidak memiliki perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance Treaty (MLAT).
Malah dalam forum tersebut, Brata mengusulkan agar kepolisian Perancis meminta kepada Depkumham RI agar dapat dilakukan pemeriksaan jarak jauh terhadap Daisy. Menurutnya, ini bersifat G to G.
Secara teknis, pengadilan terhadap Daisy dilakukan misalnya di PN Jakarta Pusat dan teleconference dengan pengadilan di Perancis.
"Hanya Perancis terima tidak cara seperti itu. Jika bersedia, kamu siap membantu. Kalau Daisy menang dalam pengadilan, maka otomatis red notice ditarik dari seluruh dunia. Tapi jika terbukti bersalah, ya dihukum di Indonesia," pungkasnya.
Sementara itu, saat Daisy dan Dewi Sari Asih (putri sulung Daisy) hendak dikonfirmasi detikcom, ponselnya mati. Demikian pengacaranya, OC Kaligis. Sementara pengacara lainnya, Yuri Andre Darma, meminta waktu 10 menit.
Senior Liasion Officer (SLO) Polri di KBRI Kuala Lumpur Kombes Pol Brata Mandala mengungkapkan, sejak setahun lalu Daisy ternyata telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) oleh Interpol Perancis.
"Sepengetahuan kami, red notice Daisy Fajarina sudah dikirimkan oleh Interpol ke seluruh dunia. Jadi sebenarnya dia bisa ditangkap di mana saja," ungkap Brata ketika seperti yang dikutip dari detik.com, Kamis (4/6/2009).
Brata mengatakan, sebetulnya Daisy pernah menyatakan dirinya sedang dicari polisi Perancis untuk hearing karena suatu perkara kriminal dengan status tersangka ketika dia sedang dicekal masuk di KLIA oleh Pemerintah Malaysia. Namun pengakuan tersebut tidak ditindaklajuti.
"Karena ketika itu saya diminta oleh kedutaan untuk membantu melepaskan dia dari pencekalan di KLIA. Dia hanya cerita pendek mengenai problem tidak ada lagi suaminya. Sebab, suaminya yang di Perancis dipenjara karena perkara kriminal," tutur Brata.
Sebelumnya pada 15 Maret 2009, Brata menceritakan, dirinya mendapat telepon dari Kabareskrim Komjen Pol Susno Duaji untuk membantu menemani Daisy membuat laporan mengenai dugaan penganiayaan yang dialami Manohara ke Kabareskrim Kepolisian Malaysia Datuk Mohd Bakri Mohd Zinnin.
Namun secara tiba-tiba, pada 19 Maret 2009 pukul 12 siang, lanjut Brata, dirinya mendapat telepon kalau Daisy dicekal di bandara KLIA Kuala Lumpur. "Karena insiden ini, jadi bubar rencana untuk membuat laporan di Malaysia. Hampir enam jam saya di KLIA untuk melepaskan Daisy dari pencekalan hingga akhirnya berhasil dideportasi kembali ke Jakarta. Ketika di sanalah Daisy bercerita singkat mengenai problemnya tersebut," sambung dia.
Bahkan Brata menjelaskan, dirinya menyarankan kepada Daisy untuk menggunakan pengacara di Indonesia yang mampu berkoordinasi dengan pengacara di Malaysia. Hal ini untuk memudahkan dalam membuat laporan di kepolisian Malaysia.
Kepastian bahwa Daisy masuk dalam DPO Interpol Perancis diperoleh Brata ketika mengikuti pertemuan seluruh SLO polisi dari sejumlah negara dalam forum International Foreign Law Enforcement Community (IFLEC) di Hotel Ambhara Jakarta yang diadakan oleh interpol Indonesia.
Dalam sesi diskusi forum tersebut, SLO polisi dari kedutaan Perancis meminta agar Daisy ditangkap dan diekstradisi untuk dapat mengikuti persidangan di Perancis.
"Tapi saya menolak saat itu, untuk melindungi Daisy karena dia adalah WNI. Tidak akan diserahkan kepada pihak asing," cetus Brata.
Apalagi Brata menegaskan, Indonesia dan Perancis tidak memiliki perjanjian ekstradisi dan Mutual Legal Assistance Treaty (MLAT).
Malah dalam forum tersebut, Brata mengusulkan agar kepolisian Perancis meminta kepada Depkumham RI agar dapat dilakukan pemeriksaan jarak jauh terhadap Daisy. Menurutnya, ini bersifat G to G.
Secara teknis, pengadilan terhadap Daisy dilakukan misalnya di PN Jakarta Pusat dan teleconference dengan pengadilan di Perancis.
"Hanya Perancis terima tidak cara seperti itu. Jika bersedia, kamu siap membantu. Kalau Daisy menang dalam pengadilan, maka otomatis red notice ditarik dari seluruh dunia. Tapi jika terbukti bersalah, ya dihukum di Indonesia," pungkasnya.
Sementara itu, saat Daisy dan Dewi Sari Asih (putri sulung Daisy) hendak dikonfirmasi detikcom, ponselnya mati. Demikian pengacaranya, OC Kaligis. Sementara pengacara lainnya, Yuri Andre Darma, meminta waktu 10 menit.
0 komentar :
Posting Komentar