Prestasi Komisaris Besar Polisi Wiliardi Wizar langsung rontok karena dahsyatnya pemberitaan penangkapan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Padahal, tak kalah besar dari Antasari, Willy—demikian ia biasa disapa—adalah penegak hukum yang sempat menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resor Jakarta Selatan (2005-2007).
Sama seperti Antasari, ia pun seorang penegak hukum, yang kali ini harus berhadapan dengan masalah hukum yang begitu besar. Pembunuhan berencana! Sebagai seorang perwira polisi, Willy adalah kader yang berprestasi. Jika saja ia tak tersandung kasus ini, pada bulan Juli nanti jabatan direktur di Mabes Polri sudah menantinya. Setelah tamat menempuh pendidikan di Sekolah Staf Perwira Tinggi Mabes Polri akhir tahun lalu, ia segera menyandang pangkat brigadir jenderal untuk jabatan tadi.
Karier manis Willy ini terus memuncak setelah keberhasilannya mengungkap pabrik pembuat pil ekstasi terbesar di Indonesia, bulan April 2002. Kala itu, ia menjabat sebagai Kapolres Metro Tangerang, tempat pabrik itu berlokasi.
Di mata anak buahnya pun, lulusan Akabri Kepolisian tahun 1984 ini dikenal sebagai pemimpin yang baik. “Waktu Pak Willy bertugas di sini, dia menjabat dengan baik dan memerhatikan para bawahannya. Tidak pernah ada pemotongan insentif lagi, biasanya pada pimpinan sebelumnya ada saja pemotongan dari insentif yang turun,” kata Ridho (nama samaran), seorang perwira yang kini masih bertugas di Polres Jaksel.
Selain itu, Willy juga tidak pandang bulu dalam bergaul. Mulai dari para perwira sampai polisi yang pangkatnya masih rendah pasti di-”rangkul” olehnya. “Pak Willy baik dengan bawahannya, pernah waktu itu kami semua makan nasi bungkus bersama-sama, Pak Willy pun ikut gabung, dia enggak ngerasa risih,” kenang Ridho.
Kepada Kompas.com, Ridho juga menuturkan, saat menjabat, Willy memberikan banyak kelonggaran kepada jajarannya. Ia memberikan contoh kecil, pintu di dekat pelayanan SIM biasanya tertutup dan tidak boleh dilewati oleh siapa pun. Namun, pada saat Willy menjabat, pintu tersebut dibuka sehingga pelayanan bagi warga lebih mudah.
Tak hanya itu, Willy juga tidak pernah melakukan intervensi kepada bawahannya. Ia lebih menekankan pada pelayanan masyarakat. Saat apel pagi pun Willy tidak pernah berlama-lama memberikan arahan kepada bawahannya. “Jika pemimpin lain bisa melakukan apel itu paling tidak setengah jam, kalau Pak Willy paling lama hanya 15 menit. Apelnya pun tidak setiap hari, seminggu tiga kali saja,” ujar Ridho lagi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Panji (juga nama samaran) semasa menjabat Willy memang dekat dengan bawahannya. “Hubungan Pak Willy dan bawahan, seperti anak bapak,” ujar Kasat salah satu bagian di Polres Jaksel ini.
Namun, lain halnya dengan pendapat wartawan. Wiliardy dikenal sebagai sosok yang tertutup, ia hanya muncul pada kasus yang besar. Ia terakhir berbicara pada saat terjadi kasus pembunuhan dua anggota ormas kedaerahan yang terjadi di Kebayoran. Kasus-kasus lain biasanya akan dia lempar pada Helmi Santika, Kasat Reskrim pada waktu itu.
Nah, kini bersama delapan tersangka lain, Wiliardi Wizar ditangkap untuk kasus pembunuhan berencana, yang bukan lagi menjadi istilah baru bagi Willy. Akankah ini menjadi akhir perjalanan karier perwira ini? Atau kursi direktur di Mabes Polri tetap terbuka baginya?
Setidaknya, Kepala Divisi Humas (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira masih mengatakan bahwa nasib koleganya ini baru akan ditetapkan jika sudah ada putusan pengadilan. (surya.co.id)
Sama seperti Antasari, ia pun seorang penegak hukum, yang kali ini harus berhadapan dengan masalah hukum yang begitu besar. Pembunuhan berencana! Sebagai seorang perwira polisi, Willy adalah kader yang berprestasi. Jika saja ia tak tersandung kasus ini, pada bulan Juli nanti jabatan direktur di Mabes Polri sudah menantinya. Setelah tamat menempuh pendidikan di Sekolah Staf Perwira Tinggi Mabes Polri akhir tahun lalu, ia segera menyandang pangkat brigadir jenderal untuk jabatan tadi.
Karier manis Willy ini terus memuncak setelah keberhasilannya mengungkap pabrik pembuat pil ekstasi terbesar di Indonesia, bulan April 2002. Kala itu, ia menjabat sebagai Kapolres Metro Tangerang, tempat pabrik itu berlokasi.
Di mata anak buahnya pun, lulusan Akabri Kepolisian tahun 1984 ini dikenal sebagai pemimpin yang baik. “Waktu Pak Willy bertugas di sini, dia menjabat dengan baik dan memerhatikan para bawahannya. Tidak pernah ada pemotongan insentif lagi, biasanya pada pimpinan sebelumnya ada saja pemotongan dari insentif yang turun,” kata Ridho (nama samaran), seorang perwira yang kini masih bertugas di Polres Jaksel.
Selain itu, Willy juga tidak pandang bulu dalam bergaul. Mulai dari para perwira sampai polisi yang pangkatnya masih rendah pasti di-”rangkul” olehnya. “Pak Willy baik dengan bawahannya, pernah waktu itu kami semua makan nasi bungkus bersama-sama, Pak Willy pun ikut gabung, dia enggak ngerasa risih,” kenang Ridho.
Kepada Kompas.com, Ridho juga menuturkan, saat menjabat, Willy memberikan banyak kelonggaran kepada jajarannya. Ia memberikan contoh kecil, pintu di dekat pelayanan SIM biasanya tertutup dan tidak boleh dilewati oleh siapa pun. Namun, pada saat Willy menjabat, pintu tersebut dibuka sehingga pelayanan bagi warga lebih mudah.
Tak hanya itu, Willy juga tidak pernah melakukan intervensi kepada bawahannya. Ia lebih menekankan pada pelayanan masyarakat. Saat apel pagi pun Willy tidak pernah berlama-lama memberikan arahan kepada bawahannya. “Jika pemimpin lain bisa melakukan apel itu paling tidak setengah jam, kalau Pak Willy paling lama hanya 15 menit. Apelnya pun tidak setiap hari, seminggu tiga kali saja,” ujar Ridho lagi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Panji (juga nama samaran) semasa menjabat Willy memang dekat dengan bawahannya. “Hubungan Pak Willy dan bawahan, seperti anak bapak,” ujar Kasat salah satu bagian di Polres Jaksel ini.
Namun, lain halnya dengan pendapat wartawan. Wiliardy dikenal sebagai sosok yang tertutup, ia hanya muncul pada kasus yang besar. Ia terakhir berbicara pada saat terjadi kasus pembunuhan dua anggota ormas kedaerahan yang terjadi di Kebayoran. Kasus-kasus lain biasanya akan dia lempar pada Helmi Santika, Kasat Reskrim pada waktu itu.
Nah, kini bersama delapan tersangka lain, Wiliardi Wizar ditangkap untuk kasus pembunuhan berencana, yang bukan lagi menjadi istilah baru bagi Willy. Akankah ini menjadi akhir perjalanan karier perwira ini? Atau kursi direktur di Mabes Polri tetap terbuka baginya?
Setidaknya, Kepala Divisi Humas (Kadiv Humas) Mabes Polri Irjen Abubakar Nataprawira masih mengatakan bahwa nasib koleganya ini baru akan ditetapkan jika sudah ada putusan pengadilan. (surya.co.id)
0 komentar :
Posting Komentar