Sebuah situs kuno yang diperkirakan berasal dari zaman kerajaan kembali ditemukan. Lokasinya di kawasan hutan sengon di Dusun Bodag, Desa Wonorejo, Kecamatan Puncu.
Kedalamannya sekitar satu meter dari permukaan tanah. Namun, oleh petugas Perhutani diuruk kembali karena dikhawatirkan hilang.
Menurut sejumlah warga, situs itu pertama kali ditemukan oleh Slamet, 70, warga Desa Karangdinoyo, Kecamatan Kepung. Saat itu, dia sedang mencari dongklak kayu.
"Saat menggali, orangnya melihat ada batu-batu," cerita Musri, 70, tetangga Slamet.
Situs yang ditemukan antara lain berupa batuan lempeng atau biasa disebut umpak. Dimensinya sekitar satu kali setengah meter dengan ketebalan sekitar lima centimeter. "Ada tiga batu-batu yang lebar," terang penggembala kambing ini.
Selain itu ada juga puluhan batu-bata merah berukuran raksasa. Serta batu yang tengahnya ada lubang berbentuk kotak. "Batu batanya tertata rapi. Seperti pondasi," akunya.
Penemuan situs di kawasan Resor Pemangku Hutan (RPH) Jatirejo, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kediri itu langsung tersebar ke warga sekitar. Banyak warga yang melihat dan ada yang berusaha menggalinya.
"Ada satu batu yang sempat di angkat warga," cerita Musri.
Pihak Perhutani setempat yang mendengar kabar penemuan ini segera bergegas mengamankan lokasi.
"Kami langsung melakukan pengecekan di lokasi dan ternyata benar ada semacam peninggalan kuno," sebut Asisten Perhutani (Aper) KPH Kediri Engkap Kapriadi.
Menurutnya situs tersebut berada di petak 19 RPH Jatirejo. Hutan tempat situs itu ditemukan sendiri baru ditebang seminggu sebelum penemuan. Makanya banyak warga yang mencari dongklak kayu di kawasan itu.
Setelah memastikan adanya penemuan itu, pihak Perhutani langsung mengubungi muspikia setempat. Lalu situs itu langsung diurug kembali. "Batu yang awalnya sudah dikeluarkan saya minta dimasukkan kembali dan diurug lagi," lanjutnya.
Pengurukan tersebut, kata Engkap, ditujukan untuk melindungi keberadaan situs itu. "Supaya tidak hilang, rusak dan sebagainya kalau digali warga," kata Engkap di kantornya kemarin. Apalagi situs itu terletak di kawasan hutan milik pemerintah. "Kami juga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggalian," jelasnya.
Sebelum mengurugnya kembali, pihak Perhutani sempat mengambil beberapa doto penemuan itu. Dari gambar yang ada tampak ada batu bata merah yang berukir, batu dengan lubang di tengah atau yang biasa disebut dengan lingga serta batu-batu berbentuk balok. "Kami juga memasang patok dan rafia untuk menandai tempatnya," kata Engkap.
Hal itu katanya agar jika ada pihak dari Dinas Pariwisata atau BP3 Trowulan yang ingin melakukan penggalian lagi dan melakukan penelitian mudah mencarinya. "Penemuan ini sudah kami laporkan ke muspika. Kalau mau ditindaklanjuti pihak berwenang silakan. Yang jelas sekarang kami amankan dulu," kata mantan Asper KPH Nganjuk itu. (kepritoday.com)
Kedalamannya sekitar satu meter dari permukaan tanah. Namun, oleh petugas Perhutani diuruk kembali karena dikhawatirkan hilang.
Menurut sejumlah warga, situs itu pertama kali ditemukan oleh Slamet, 70, warga Desa Karangdinoyo, Kecamatan Kepung. Saat itu, dia sedang mencari dongklak kayu.
"Saat menggali, orangnya melihat ada batu-batu," cerita Musri, 70, tetangga Slamet.
Situs yang ditemukan antara lain berupa batuan lempeng atau biasa disebut umpak. Dimensinya sekitar satu kali setengah meter dengan ketebalan sekitar lima centimeter. "Ada tiga batu-batu yang lebar," terang penggembala kambing ini.
Selain itu ada juga puluhan batu-bata merah berukuran raksasa. Serta batu yang tengahnya ada lubang berbentuk kotak. "Batu batanya tertata rapi. Seperti pondasi," akunya.
Penemuan situs di kawasan Resor Pemangku Hutan (RPH) Jatirejo, Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) Kediri itu langsung tersebar ke warga sekitar. Banyak warga yang melihat dan ada yang berusaha menggalinya.
"Ada satu batu yang sempat di angkat warga," cerita Musri.
Pihak Perhutani setempat yang mendengar kabar penemuan ini segera bergegas mengamankan lokasi.
"Kami langsung melakukan pengecekan di lokasi dan ternyata benar ada semacam peninggalan kuno," sebut Asisten Perhutani (Aper) KPH Kediri Engkap Kapriadi.
Menurutnya situs tersebut berada di petak 19 RPH Jatirejo. Hutan tempat situs itu ditemukan sendiri baru ditebang seminggu sebelum penemuan. Makanya banyak warga yang mencari dongklak kayu di kawasan itu.
Setelah memastikan adanya penemuan itu, pihak Perhutani langsung mengubungi muspikia setempat. Lalu situs itu langsung diurug kembali. "Batu yang awalnya sudah dikeluarkan saya minta dimasukkan kembali dan diurug lagi," lanjutnya.
Pengurukan tersebut, kata Engkap, ditujukan untuk melindungi keberadaan situs itu. "Supaya tidak hilang, rusak dan sebagainya kalau digali warga," kata Engkap di kantornya kemarin. Apalagi situs itu terletak di kawasan hutan milik pemerintah. "Kami juga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penggalian," jelasnya.
Sebelum mengurugnya kembali, pihak Perhutani sempat mengambil beberapa doto penemuan itu. Dari gambar yang ada tampak ada batu bata merah yang berukir, batu dengan lubang di tengah atau yang biasa disebut dengan lingga serta batu-batu berbentuk balok. "Kami juga memasang patok dan rafia untuk menandai tempatnya," kata Engkap.
Hal itu katanya agar jika ada pihak dari Dinas Pariwisata atau BP3 Trowulan yang ingin melakukan penggalian lagi dan melakukan penelitian mudah mencarinya. "Penemuan ini sudah kami laporkan ke muspika. Kalau mau ditindaklanjuti pihak berwenang silakan. Yang jelas sekarang kami amankan dulu," kata mantan Asper KPH Nganjuk itu. (kepritoday.com)
0 komentar :
Posting Komentar