SERSAN Mayor Paskhas Tohir dan Sersan Dua Paskhas Dadi baru saja memulai makan siang. Bagi para peterjun, makan paling nikmat adalah setelah terjun. Payung terjun sudah selesai dilipat. Sepatu yang kotor karena becek saat landing di Lanud Margahayu Sulaiman pun sudah dicuci.
Suapan makanan kali pertama baru masuk ke mulut. Saat bersiap memasukkan sendokan kedua terdengar kabar mengejutkan dari radio. Fokker 27 yang baru mereka naiki crash landing di Lanud Husein Sastranegara.
Padahal, baru 20 menit lalu mereka masih bersama 16 siswa terjun payung Para Lanjut Tempur (PLT) dan 6 kru pesawat nahas itu. "Saya enggak bisa makan lagi sampai sekarang. Saya syok sekali," kata Serda Dadi kepada Tribun, Senin (6/4).
Sama halnya dengan apa yang dirasakan Serma Tohir. "Saya tidak menyangka. Saat take off memang agak mendung. Tapi di atas ketinggian 7.000 kaki cuaca clear," timpalnya. Tohir dan Dadi adalah dua di antara pelatih terjun payung Paskhas AU Lanud Sulaiman Bandung. Mereka termasuk dalam tim pelatih program PLT bagi Angkatan ke-33 Paskhas AU.
Siswa yang tewas berasal dari berbagai kesatuan di lingkungan Paskhas, yakni Bravo (6 orang), Yon 464 Malang (3), Yon 461 Halim PK (4), Yon 467 Halim PK (1), Yon 463 Madiun (1), dan Kompi Medan (1). Seorang korban lagi adalah pelatih Pasukan Baiconai dari Wing 3 Lanud Sulaiman. Jumlah siswa di angkatan ke-33 ini 35 orang.
Setelah menjalani latihan kering (ground) dan bina kelas selama sebulan, kemarin siswa memasuki masa orientasi. Mereka harus melihat para pelatih lompat dari pesawat. Jumlah siswa dibagi dua kelompok. Sebagian siswa ikut pesawat pada sorti pagi pukul 09.00 dan sebagian siswa lain ikut pada sorti kedua pukul 12.30. Mereka inilah yang menjadi korban. "Siswa baru boleh terjun besok," kata Serma Tohir yang pernah memperkuat tim terjun payung Sumsel pada PON 2004.
"Saya dan delapan pelatih lainnya terjun pada run kedua. Pada run pertama terjun delapan pelatih. Kami landing dengan selamat di Margahayu," kenang Tohir yang sudah mengantongi 1.500 kali terjun.
Sementara menurut Serda Dadi, yang juga pernah memperkuat tim Sumsel di PON 2004, tidak ada tanda-tanda akan terjadi kecelakaan. "Cuaca memang mendung dan hujan. Tapi, di atas clear. Siswa dan para kru biasa-biasa saja," kata Serda Dadi.
"Saya masih blank. Saya terbayang saat mengajar mereka di kelas dan lapangan," tuturnya. Dadi bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup. Satu-satunya firasat yang ia dapat, sejak pukul 04.00, anak bungsunya yang berusia delapan bulan rewel.
"Biasanya kalau nangis mau digendong ibunya. Tapi kali ini ia diam kalau saya yang gendong. Kalau saya letakkan di kasur nangis. Saya harus gendong terus. Enggak taunya akan ada peristiwa memilukan seperti ini," ungkapnya. Pelatih lain yang terjun di antaranya penerjun senior Rusli dan Kalengkongan. (kompas.com)
Suapan makanan kali pertama baru masuk ke mulut. Saat bersiap memasukkan sendokan kedua terdengar kabar mengejutkan dari radio. Fokker 27 yang baru mereka naiki crash landing di Lanud Husein Sastranegara.
Padahal, baru 20 menit lalu mereka masih bersama 16 siswa terjun payung Para Lanjut Tempur (PLT) dan 6 kru pesawat nahas itu. "Saya enggak bisa makan lagi sampai sekarang. Saya syok sekali," kata Serda Dadi kepada Tribun, Senin (6/4).
Sama halnya dengan apa yang dirasakan Serma Tohir. "Saya tidak menyangka. Saat take off memang agak mendung. Tapi di atas ketinggian 7.000 kaki cuaca clear," timpalnya. Tohir dan Dadi adalah dua di antara pelatih terjun payung Paskhas AU Lanud Sulaiman Bandung. Mereka termasuk dalam tim pelatih program PLT bagi Angkatan ke-33 Paskhas AU.
Siswa yang tewas berasal dari berbagai kesatuan di lingkungan Paskhas, yakni Bravo (6 orang), Yon 464 Malang (3), Yon 461 Halim PK (4), Yon 467 Halim PK (1), Yon 463 Madiun (1), dan Kompi Medan (1). Seorang korban lagi adalah pelatih Pasukan Baiconai dari Wing 3 Lanud Sulaiman. Jumlah siswa di angkatan ke-33 ini 35 orang.
Setelah menjalani latihan kering (ground) dan bina kelas selama sebulan, kemarin siswa memasuki masa orientasi. Mereka harus melihat para pelatih lompat dari pesawat. Jumlah siswa dibagi dua kelompok. Sebagian siswa ikut pesawat pada sorti pagi pukul 09.00 dan sebagian siswa lain ikut pada sorti kedua pukul 12.30. Mereka inilah yang menjadi korban. "Siswa baru boleh terjun besok," kata Serma Tohir yang pernah memperkuat tim terjun payung Sumsel pada PON 2004.
"Saya dan delapan pelatih lainnya terjun pada run kedua. Pada run pertama terjun delapan pelatih. Kami landing dengan selamat di Margahayu," kenang Tohir yang sudah mengantongi 1.500 kali terjun.
Sementara menurut Serda Dadi, yang juga pernah memperkuat tim Sumsel di PON 2004, tidak ada tanda-tanda akan terjadi kecelakaan. "Cuaca memang mendung dan hujan. Tapi, di atas clear. Siswa dan para kru biasa-biasa saja," kata Serda Dadi.
"Saya masih blank. Saya terbayang saat mengajar mereka di kelas dan lapangan," tuturnya. Dadi bersyukur masih diberi kesempatan untuk hidup. Satu-satunya firasat yang ia dapat, sejak pukul 04.00, anak bungsunya yang berusia delapan bulan rewel.
"Biasanya kalau nangis mau digendong ibunya. Tapi kali ini ia diam kalau saya yang gendong. Kalau saya letakkan di kasur nangis. Saya harus gendong terus. Enggak taunya akan ada peristiwa memilukan seperti ini," ungkapnya. Pelatih lain yang terjun di antaranya penerjun senior Rusli dan Kalengkongan. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar