Kalau kasus ini benar terjadi, sungguh memprihatinkan moral anak-anak sekarang ini. Tiga siswa Sekolah Dasar (SD) dilaporkan ke polisi karena diduga memerkosa teman dari satu sekolahnya sendiri.
Korbannya adalah --sebut saja-- Lara (10) yang terlahir dalam kondisi tuna rungu. Dia adalah siswa SD kelas 3 Desa Negeri Ratu, Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Lara harus menanggung beban seumur hidupnya karena diperkosa oleh tiga siswa teman sekolahnya sendiri, bahkan Lara juga sempat dipaksa melakukan oral seks oleh salah satu pelaku.
Peristiwanya terjadi, Selasa (14/4) lalu saat Lara pulang sekolah sekitar pukul 11.00. Di tengah perjalanan pulang dengan berjalan kaki, Lara dicegat tiga teman satu sekolah yakni Irh (10) teman sekelasnya, Cdr (13) kelas 6 dan Sah (11) kelas 4. Saat itulah, menurut Lara, dia diseret di semak-semak pinggir jalan desa, dan diperkosa bergilir oleh ketiga teman kecilnya itu. Kepala Lara pun kena pukulan salah satu pelaku karena mencoba melawan.
Ketika ditemui di Mapolres OKUT, Rabu (15/4) siang, ketiga tersangka pelaku yang datang didampingi orangtua masing-maisng tidak banyak bicara. Bahkan Cdr dan Irh nampak selalu menghindar dari pertanyaan dan bidikan kamera wartawan, sedangkan satu pelaku lagi, Sah, tengah menjalani pemeriksaan di ruangan khusus.
“Kami idak melakukan itu, memang kami pulang sekolah itu beriringan dan dia (Lara) sempat kami ganggu dengan kata-kata, setelah itu dia lari pulang melewati jalan pintas, kami terus pulang ke rumah masing-masing. Kami idak pernah melakukannya,” ungkap Cdr dengan bahasa Indonesia campur dengan bahasa daerah setempat.
Namun berselang beberapa jam kemudian menurut Cdr, dirinya dikejutkan dengan kedatangan ayah korban yang langsung marah-marah dan mencari orangtuanya dengan mengatakan bahwa Cdr telah memperkosa Lara. Aku tekejut, kok aku dituduh,” tambah Cdr.
Sementara itu rekannya yang lain, Irh, tidak banyak bicara bahkan setiap kata yang terucap dari mulutnya terkesan sudah diarahkan. “Nian kami tidak berbuat seperti itu, waktu kami pulang sekolah beriringan dan langsung ke rumah masing-masing, banyak saksi yang tahu,” ucapnya.
Sobirin, ayah Lara, kepada petugas merasa yakin dengan cerita yang telah disampaikan anaknya adalah benar dan tidak mengada-ada meskipun anaknya itu bicara dengan bahasa isyarat. “Sepulang sekolah itu dia makan, habis makan inilah dia cerita kalau kepalanya sakit dan pusing, selain itu dia juga dengan bahasa isyarat mengaku di cak inike (diperkosa, red),” ucap ayah korban dengan menirukan bahasa isyarat korban pakai jari telunjuk kiri dan kanan.
Bahkan dari cerita korban menurut Sobirin, anaknya dipaksa salah satu dari pelaku untuk melakoni adegan oral seks di semak-semak. Mendengar cerita korban yang masih polos dan lugu itulah lantas Sobirin mencari tahu siapa yang telah memerkosanya. Karena didesak terus, Lara lalu menuliskan nama pelaku pada secarik kertas yakni Cdr, Irh dan Sah.
Berbekal kopelan dan pengakuan korban ini lantas orangtua korban mendatangi kediaman ketiganya, namun justru dirinya mendapatkan ancaman dari orangtua ketiga pelaku, bahkan salah satu dari orangtua pelaku berani bersumpah kalau anaknya tidak melakukan perbuatan memalukan tersebut. “Dari namo yang ditulisnyo aku sangat yakin pelakunya tidak laen tigo orang tula,” tambah Sobirin.
Untuk membuktikan pengakuan Lara, Sobirin pun pada Selasa (14/4) sore membawanyan ke Puskesmas Martapura untuk mengecek kondisi kepala putrinya yang terasa sakit dan pusing setelah dipukul salah satu dari pelaku ketika aksi perkosaan ini terjadi.
“Awalnya aku ke Puskesmas Martapura itu bukan untuk visum, namun mengecek kondisi kepalanya yang katanya sakit. Entah mengapa setibanya di puskesmas justru timbul niat aku untuk memeriksakan alat vitalnya,” jelas Sobirin.
Karena tidak ada surat pengantar visum dari Polres, petugas puskesmas pun enggan melakukan visum sore itu, karena itulah kasus ini dilaporkannya ke Polres Ogan Komering Ulu Timur dan meminta untuk dilakukan visum. Dari hasil visum diketahui telah terjadi robek pada alat vital korban yang diduga disebabkan benda tumpul.
Aparat Polres OKUT langsung menindaklanjuti laporan Sobirin, dan pada Rabu (15/4) pagi petugas meringkus ketiga pelaku untuk diperiksa. Ketiganya masih mengenakan seragam sekolah putih merah didampingi orangtuanya masing-masing, sejumlah saksi serta diantar juga oleh perangkat desa.
“Tiga orang siswa yang diduga kuat telah memerkosa korban kini sudah kita panggil untuk dimintai keterangan dengan didampingi orangtua dan pejabat desa yang bersangkutan,” kata Kapolres OKUT AKBP ML John Mangundap SH SIK melalui Kasat Reskrim AKP Surachman.
Menurut Surachman karena ketiga pelaku masih di bawah umur dalam pemeriksaan perlu didampingi orangtua masing-masing. “Sejauh ini kita masih melakukan pemeriksaan. Yang jelas kasus ini akan kita ungkap dan jika nanti terbukti, tidak menutup kemungkinan pelaku akan ditahan,” tegasnya (kompas.com)
Korbannya adalah --sebut saja-- Lara (10) yang terlahir dalam kondisi tuna rungu. Dia adalah siswa SD kelas 3 Desa Negeri Ratu, Kecamatan Bunga Mayang, Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur. Lara harus menanggung beban seumur hidupnya karena diperkosa oleh tiga siswa teman sekolahnya sendiri, bahkan Lara juga sempat dipaksa melakukan oral seks oleh salah satu pelaku.
Peristiwanya terjadi, Selasa (14/4) lalu saat Lara pulang sekolah sekitar pukul 11.00. Di tengah perjalanan pulang dengan berjalan kaki, Lara dicegat tiga teman satu sekolah yakni Irh (10) teman sekelasnya, Cdr (13) kelas 6 dan Sah (11) kelas 4. Saat itulah, menurut Lara, dia diseret di semak-semak pinggir jalan desa, dan diperkosa bergilir oleh ketiga teman kecilnya itu. Kepala Lara pun kena pukulan salah satu pelaku karena mencoba melawan.
Ketika ditemui di Mapolres OKUT, Rabu (15/4) siang, ketiga tersangka pelaku yang datang didampingi orangtua masing-maisng tidak banyak bicara. Bahkan Cdr dan Irh nampak selalu menghindar dari pertanyaan dan bidikan kamera wartawan, sedangkan satu pelaku lagi, Sah, tengah menjalani pemeriksaan di ruangan khusus.
“Kami idak melakukan itu, memang kami pulang sekolah itu beriringan dan dia (Lara) sempat kami ganggu dengan kata-kata, setelah itu dia lari pulang melewati jalan pintas, kami terus pulang ke rumah masing-masing. Kami idak pernah melakukannya,” ungkap Cdr dengan bahasa Indonesia campur dengan bahasa daerah setempat.
Namun berselang beberapa jam kemudian menurut Cdr, dirinya dikejutkan dengan kedatangan ayah korban yang langsung marah-marah dan mencari orangtuanya dengan mengatakan bahwa Cdr telah memperkosa Lara. Aku tekejut, kok aku dituduh,” tambah Cdr.
Sementara itu rekannya yang lain, Irh, tidak banyak bicara bahkan setiap kata yang terucap dari mulutnya terkesan sudah diarahkan. “Nian kami tidak berbuat seperti itu, waktu kami pulang sekolah beriringan dan langsung ke rumah masing-masing, banyak saksi yang tahu,” ucapnya.
Sobirin, ayah Lara, kepada petugas merasa yakin dengan cerita yang telah disampaikan anaknya adalah benar dan tidak mengada-ada meskipun anaknya itu bicara dengan bahasa isyarat. “Sepulang sekolah itu dia makan, habis makan inilah dia cerita kalau kepalanya sakit dan pusing, selain itu dia juga dengan bahasa isyarat mengaku di cak inike (diperkosa, red),” ucap ayah korban dengan menirukan bahasa isyarat korban pakai jari telunjuk kiri dan kanan.
Bahkan dari cerita korban menurut Sobirin, anaknya dipaksa salah satu dari pelaku untuk melakoni adegan oral seks di semak-semak. Mendengar cerita korban yang masih polos dan lugu itulah lantas Sobirin mencari tahu siapa yang telah memerkosanya. Karena didesak terus, Lara lalu menuliskan nama pelaku pada secarik kertas yakni Cdr, Irh dan Sah.
Berbekal kopelan dan pengakuan korban ini lantas orangtua korban mendatangi kediaman ketiganya, namun justru dirinya mendapatkan ancaman dari orangtua ketiga pelaku, bahkan salah satu dari orangtua pelaku berani bersumpah kalau anaknya tidak melakukan perbuatan memalukan tersebut. “Dari namo yang ditulisnyo aku sangat yakin pelakunya tidak laen tigo orang tula,” tambah Sobirin.
Untuk membuktikan pengakuan Lara, Sobirin pun pada Selasa (14/4) sore membawanyan ke Puskesmas Martapura untuk mengecek kondisi kepala putrinya yang terasa sakit dan pusing setelah dipukul salah satu dari pelaku ketika aksi perkosaan ini terjadi.
“Awalnya aku ke Puskesmas Martapura itu bukan untuk visum, namun mengecek kondisi kepalanya yang katanya sakit. Entah mengapa setibanya di puskesmas justru timbul niat aku untuk memeriksakan alat vitalnya,” jelas Sobirin.
Karena tidak ada surat pengantar visum dari Polres, petugas puskesmas pun enggan melakukan visum sore itu, karena itulah kasus ini dilaporkannya ke Polres Ogan Komering Ulu Timur dan meminta untuk dilakukan visum. Dari hasil visum diketahui telah terjadi robek pada alat vital korban yang diduga disebabkan benda tumpul.
Aparat Polres OKUT langsung menindaklanjuti laporan Sobirin, dan pada Rabu (15/4) pagi petugas meringkus ketiga pelaku untuk diperiksa. Ketiganya masih mengenakan seragam sekolah putih merah didampingi orangtuanya masing-masing, sejumlah saksi serta diantar juga oleh perangkat desa.
“Tiga orang siswa yang diduga kuat telah memerkosa korban kini sudah kita panggil untuk dimintai keterangan dengan didampingi orangtua dan pejabat desa yang bersangkutan,” kata Kapolres OKUT AKBP ML John Mangundap SH SIK melalui Kasat Reskrim AKP Surachman.
Menurut Surachman karena ketiga pelaku masih di bawah umur dalam pemeriksaan perlu didampingi orangtua masing-masing. “Sejauh ini kita masih melakukan pemeriksaan. Yang jelas kasus ini akan kita ungkap dan jika nanti terbukti, tidak menutup kemungkinan pelaku akan ditahan,” tegasnya (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar