Gayung besambut. Setelah muncul konferensi trafficking se-Asia Tengara di Bali, DPRD Bali juga semakin getol melakukan pembahasan perda trafficking atau perdagangan sesama manusia. Namun, dalam pembahasannya lebih lanjut, ada perubahan nama perda. Yakni, bukan hanya masalah anak dan perempuan, laki-laki juga akan dilindungi. Ini lantaran gigolo alias pelacuran laki-laki juga termasuk trafficking.
Ketua Pansus Trafficking DPRD Bali, AA Anie Asmoro menegaskan bahwa pembahasan ranperda trafficking itu terus bergulir berbagai macam sudut pandang yang melingkupinya. Bahkan pada Senin - Selasa (23-24/3) lalu, ada dua hari pembahasan mesalah Perda trafficking. Pertama, dengan menghadirkan LSM hingga KPAI Bali. Di antaranya LK Suryani, Anggreni dan banyak lagi.
Seusai dengan para LSM dan KPAI, pansus melanjutkan lagi pembahasan dengan eksekutif yaitu biro hukum. Hasilnya? Srikandi DPRD Bali ini mengatakan bahwa hasil yang cukup penting adalah perubahan nama perda yang sebelumnya hanya mengakomodir perdagangan anak dan perempuan.
Sekarang, dalam perkembangan lebih lanjut, jadi Perda Penghapusan Perdagangan Manusia atau trafficking. "Ini lantaran (ranperda) masih terkesan meminggirkan kaum laki-laki, yang juga mesti mendapatkan perlindungan dari perda ini," sebut anak dari tokoh Denpasar, Ngurah Pong, ini.
Gung Ani, demikian sapaan akrabnya menjelaskan bahwa yang mengusulkan adanya perubahan ini adalah LK Suryani. Ini lantaran dalam praktiknya tak hanya perempuan dan anak-anak menjadi objek penjualan manusia trafficking. Laki-laki juga menjadi objek penjualan serupa.
Sebutnya, di Bali banyak ada gigolo, yang bisa dibeli oleh perempuan. Praktik gigolo ini juga dinilai dalam kondisi mengkawatirkan di Bali. "Gigolo juga dimasukan dalam kategori trafficking, jadi objek perdagangan manusia. Sehingga perda berubah nama jadi perda penghampusan penjualan manusia atau trafficking," cetus Gung Anie, menandaskan.
Tak hanya itu, dia juga menegaskan bahwa setelah ada konvensi atau kesepakatan trafficking di Sanur Paradise Plaza, yang menyebutkan bahwa pusat memberi angina segar. Yakni, akan mendanai jika Bali mau menyiapkan lahan untuk Child Protection Home (CPH), rumah bagi korban untuk penyembuhan dan memberikan keahlian untuk bekerja. Gung Anie mengaku sepakat dengan angin segar pusat itu. Sehingga, dia mendesak gubernur agar memberi lahan bagi terwujudnya CPH itu. "Bahkan dalam perda nanti memang ada kewajiban pemerintah untuk membuatkan rumah untuk korban. Sehingga sangat pas, jika nanti pusat mendukung anggarannya," tuntasnya.
Sekadar mengingatkan, perda perdagangan anak ini nantinya akan mengancam keberadaan praktik kawin kontrak di Bali. Yang belakangan sangat marak, lantaran kawin kontrak juga termasuk proses perdagangan manusia. (kepritoday.com)
Ketua Pansus Trafficking DPRD Bali, AA Anie Asmoro menegaskan bahwa pembahasan ranperda trafficking itu terus bergulir berbagai macam sudut pandang yang melingkupinya. Bahkan pada Senin - Selasa (23-24/3) lalu, ada dua hari pembahasan mesalah Perda trafficking. Pertama, dengan menghadirkan LSM hingga KPAI Bali. Di antaranya LK Suryani, Anggreni dan banyak lagi.
Seusai dengan para LSM dan KPAI, pansus melanjutkan lagi pembahasan dengan eksekutif yaitu biro hukum. Hasilnya? Srikandi DPRD Bali ini mengatakan bahwa hasil yang cukup penting adalah perubahan nama perda yang sebelumnya hanya mengakomodir perdagangan anak dan perempuan.
Sekarang, dalam perkembangan lebih lanjut, jadi Perda Penghapusan Perdagangan Manusia atau trafficking. "Ini lantaran (ranperda) masih terkesan meminggirkan kaum laki-laki, yang juga mesti mendapatkan perlindungan dari perda ini," sebut anak dari tokoh Denpasar, Ngurah Pong, ini.
Gung Ani, demikian sapaan akrabnya menjelaskan bahwa yang mengusulkan adanya perubahan ini adalah LK Suryani. Ini lantaran dalam praktiknya tak hanya perempuan dan anak-anak menjadi objek penjualan manusia trafficking. Laki-laki juga menjadi objek penjualan serupa.
Sebutnya, di Bali banyak ada gigolo, yang bisa dibeli oleh perempuan. Praktik gigolo ini juga dinilai dalam kondisi mengkawatirkan di Bali. "Gigolo juga dimasukan dalam kategori trafficking, jadi objek perdagangan manusia. Sehingga perda berubah nama jadi perda penghampusan penjualan manusia atau trafficking," cetus Gung Anie, menandaskan.
Tak hanya itu, dia juga menegaskan bahwa setelah ada konvensi atau kesepakatan trafficking di Sanur Paradise Plaza, yang menyebutkan bahwa pusat memberi angina segar. Yakni, akan mendanai jika Bali mau menyiapkan lahan untuk Child Protection Home (CPH), rumah bagi korban untuk penyembuhan dan memberikan keahlian untuk bekerja. Gung Anie mengaku sepakat dengan angin segar pusat itu. Sehingga, dia mendesak gubernur agar memberi lahan bagi terwujudnya CPH itu. "Bahkan dalam perda nanti memang ada kewajiban pemerintah untuk membuatkan rumah untuk korban. Sehingga sangat pas, jika nanti pusat mendukung anggarannya," tuntasnya.
Sekadar mengingatkan, perda perdagangan anak ini nantinya akan mengancam keberadaan praktik kawin kontrak di Bali. Yang belakangan sangat marak, lantaran kawin kontrak juga termasuk proses perdagangan manusia. (kepritoday.com)
0 komentar :
Posting Komentar