Pengadilan di Arab Saudi memvonis wanita Suriah berusia 75 tahun dengan hukuman cambuk 40 kali, penjara empat bulan, serta deportasi. Ia dituduh hidup serumah dengan dua pemuda bukan muhrimnya.
Menurut laporan harian Saudi, Al-Watan, seperti dilansir CNN, Selasa (10/3), masalah yang menimpa Khamisa Mohammed Sawadi terjadi tahun lalu. Saat itu polisi keagamaan Saudi menggeledah rumahnya di kota Al-Chamli dan menemukan dua pria bernama Fahd dan Hadian.
Fahd kepada polisi menjelaskan bahwa dia berhak tinggal di rumah Sawadi karena Sawadi pernah menyusuinya saat dia bayi. Kalau pernyataan Fahd benar, menurut hukum Islam, Sawadi bisa dikategorikan sebagai ibu Fahd.
Fahd (24) menambahkan, temannya, Hadian, berada di rumah Sawadi karena mengantarnya memberikan roti kepada wanita renta tersebut. Namun, polisi tak menggubris penjelasan Fahd dan tetap menangkap kedua pemuda itu.
Berdasarkan surat dakwaan yang diperoleh Al Watan, mengutip pengakuan polisi keagamaan, jaksa bisa membuktikan bahwa Fahd bukan anak yang disusui Sawadi. Pengadilan juga memvonis dua pemuda itu. Fahd dihukum penjara empat bulan dan dicambuk 40 kali, sementara Hadian divonis enam bulan dan 60 cambukan. Sawadi menyatakan banding atas putusan pengadilan. Ia menegaskan Fahd adalah anak yang disusuinya.
Pengacara Sawadi dan dua pemuda itu, Abdulrahman Al-Lahem, yang secara gratis membela kliennya akan mengajukan banding pekan depan. Kasus ini memicu kemarahan aktivis perempuan di Saudi. "Ini membuat semua orang marah karena ini menimpa seorang nenek," kata aktivis perempuan Saudi, Wajeha Al-Huwaider, kepada CNN. "Empat puluh cambukan, bagaimana dia bisa menanggung sakitnya? Anda tidak bisa membenarkannya."
Ini bukan pertama kali Saudi menjatuhkan vonis kontroversial. Pada 2007, wanita korban perkosaan berusia 19 tahun di kota Qatif justru divonis cambuk 200 kali dan penjara enam bulan karena dituduh berduaan dengan pria yang bukan muhrimnya. Sedangkan tujuh pelaku pemerkosaan yang menculik wanita dan pria malang itu hanya divonis 10 bulan hingga lima tahun.
Kasus ini memicu kemarahan dunia internasional, dan Raja Abdullah akhirnya mengampuni gadis Qatif dan pria yang bukan muhrimnya tersebut. Gadis itu kemudian mendapat penghargaan dari Human Rights Watch tahun lalu. Namun, ia dilarang menghadiri penganugerahan penghargaan di London, Inggris.
Banyak warga Saudi berharap Departemen Kehakiman direformasi. Raja Abdullah bin Abdulaziz mengumumkan perombakan kabinet, Februari, di mana banyak kelompok garis keras dicopot dan diganti kaum muda yang lebih moderat. (kompas.com)
Menurut laporan harian Saudi, Al-Watan, seperti dilansir CNN, Selasa (10/3), masalah yang menimpa Khamisa Mohammed Sawadi terjadi tahun lalu. Saat itu polisi keagamaan Saudi menggeledah rumahnya di kota Al-Chamli dan menemukan dua pria bernama Fahd dan Hadian.
Fahd kepada polisi menjelaskan bahwa dia berhak tinggal di rumah Sawadi karena Sawadi pernah menyusuinya saat dia bayi. Kalau pernyataan Fahd benar, menurut hukum Islam, Sawadi bisa dikategorikan sebagai ibu Fahd.
Fahd (24) menambahkan, temannya, Hadian, berada di rumah Sawadi karena mengantarnya memberikan roti kepada wanita renta tersebut. Namun, polisi tak menggubris penjelasan Fahd dan tetap menangkap kedua pemuda itu.
Berdasarkan surat dakwaan yang diperoleh Al Watan, mengutip pengakuan polisi keagamaan, jaksa bisa membuktikan bahwa Fahd bukan anak yang disusui Sawadi. Pengadilan juga memvonis dua pemuda itu. Fahd dihukum penjara empat bulan dan dicambuk 40 kali, sementara Hadian divonis enam bulan dan 60 cambukan. Sawadi menyatakan banding atas putusan pengadilan. Ia menegaskan Fahd adalah anak yang disusuinya.
Pengacara Sawadi dan dua pemuda itu, Abdulrahman Al-Lahem, yang secara gratis membela kliennya akan mengajukan banding pekan depan. Kasus ini memicu kemarahan aktivis perempuan di Saudi. "Ini membuat semua orang marah karena ini menimpa seorang nenek," kata aktivis perempuan Saudi, Wajeha Al-Huwaider, kepada CNN. "Empat puluh cambukan, bagaimana dia bisa menanggung sakitnya? Anda tidak bisa membenarkannya."
Ini bukan pertama kali Saudi menjatuhkan vonis kontroversial. Pada 2007, wanita korban perkosaan berusia 19 tahun di kota Qatif justru divonis cambuk 200 kali dan penjara enam bulan karena dituduh berduaan dengan pria yang bukan muhrimnya. Sedangkan tujuh pelaku pemerkosaan yang menculik wanita dan pria malang itu hanya divonis 10 bulan hingga lima tahun.
Kasus ini memicu kemarahan dunia internasional, dan Raja Abdullah akhirnya mengampuni gadis Qatif dan pria yang bukan muhrimnya tersebut. Gadis itu kemudian mendapat penghargaan dari Human Rights Watch tahun lalu. Namun, ia dilarang menghadiri penganugerahan penghargaan di London, Inggris.
Banyak warga Saudi berharap Departemen Kehakiman direformasi. Raja Abdullah bin Abdulaziz mengumumkan perombakan kabinet, Februari, di mana banyak kelompok garis keras dicopot dan diganti kaum muda yang lebih moderat. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar