13 Februari 2009

Prof Dr dr Hariyadi: Ponari Punya Tenaga Dalam Besar

Kemampuan Ponari untuk menyembuhkan penyakit rupanya bukan isapan jempol. Bocah kelas III SD ini disebut memiliki kekuatan tenaga dalam yang besar. Adanya tenaga dalam besar pada diri Ponari itu dipastikan oleh peneliti kesehatan tradisional Prof Dr dr Hariyadi Soeprapto, Kamis (12/2).


Foto: Batu Ajaib di tangan Muhammad Ponari saat dicelupkan di gelas plastik

Hariyadi bisa memberi pernyataan setelah mengamati foto diri Ponari dan merasakan kekuatan bocah itu dari jauh. “Anak ini punya power, tapi kekuatan dari dirinya sendiri hanya kecil. Kekuatan yang besar adalah kekuatan yang masuk dalam dirinya,” ujar Hariyadi setelah mendeteksi "kekuatan" Ponari melalui foto pada Kamis. Untuk mendeteksi kekuatan Ponari, Prof Hariyadi yang dikenal punya daya linuwih ini menggunakan media cincin dan benang yang ia jadikan sebagai pendulum.

Lebih lanjut, perintis Museum Kesehatan Surabaya (yang berada di bawah naungan Departemen Kesehatan) ini mengatakan bahwa kekuatan penyembuhan Ponari adalah pada kekuatan tenaga dalam tiban dan bukan kekuatan elektrik yang dihasilkan oleh petir.

“Kekuatan itu sebenarnya sudah lama masuk dalam diri Ponari, tapi mungkin ada tambahan kekuatan. Jika disebut-sebut karena terkena petir, bisa saja energi dari petir itu hanya sebagai tambahan,” kata Hariyadi.

Namun, sebagai tenaga dalam tiban, kekuatan pada diri Ponari saat ini bisa saja sewaktu-waktu keluar. “Dia (Ponari) sebenarnya juga tidak sadar akan adanya kekuatan itu dalam dirinya. Kalau kekuatan itu keluar, ya dia tidak punya kekuatan apa-apa lagi,” kata Prof Hariyadi.

Yang mengkhawatirkan, menurut Hariyadi, kekuatan besar pada diri Ponari sebenarnya adalah kekuatan negatif. “Kekuatan yang keras dan kasar bisa saja digunakan untuk santet,” tutur Hariyadi.

Namun, untungnya, imbuh dia, kekuatan tersebut selama ini digunakan untuk keperluan penyembuhan penyakit. “Kasihan sebenarnya dia (Ponari). Suatu saat dia bisa dikendalikan oleh kekuatan itu,” papar pria yang memperoleh gelar profesor sebagai Ahli Peneliti Utama (APU) karena penelitiannya selama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Bagi Hariyadi, fenomena pengobatan yang dilakukan Ponari tidak bisa hanya dianalisis dari sisi ilmiah. Semua orang seharusnya lebih bijaksana menghadapi fenomena Ponari ini, termasuk di dalamnya kemungkinan adanya kekuatan gaib pada diri Ponari yang tidak bisa dijelaskan dengan akal.

“Ini bukan sekadar ilmu logika. Harus diakui bahwa masyarakat yang berduyun-duyun ke praktik Ponari melihat hal ini dari sisi kegunaan, dari sisi aksiologinya saja. Mereka tak butuh penjelasan ilmiah, mereka hanya ingin sembuh,” ujar Hariyadi.

Sehari sebelumnya saat Surya belum menunjukkan foto Ponari kepadanya untuk "dideteksi" jarak jauh, secara umum Hariyadi menjelaskan bahwa faktor-faktor kesembuhan yang dialami oleh pasien Ponari antara lain bisa berasal dari tenaga dalam yang dimiliki Ponari, batu petir yang digunakannya, dan faktor sugesti pasien.

Sugesti, kata dia, punya peran dalam penyembuhan seseorang. Secara teori, sugesti yang dibangkitkan oleh seseorang pada dirinya sendiri bisa merangsang hormon-hormon dalam tubuh untuk mengeluarkan sel-sel pelawan penyakit atau antibody.

Ditilik dari batu yang digunakan, juga ada beberapa kemungkinan. “Dari bahan batunya, bisa saja dia memiliki kandungan kimia yang bermanfaat, misalnya kalium atau mineral. Namun, ini harus diteliti dulu,” ujar Hariyadi yang getol meneliti pengobatan alternatif ini.

Jika batunya memang memiliki kandungan demikian, masyarakat yang punya keluhan penyakit karena kekurangan mineral, misalnya, tentu bisa terbantu.

Kemungkinan lain, batu yang digunakan untuk pengobatan memiliki kandungan radiasi, misalnya uranium. Ada beberapa radiasi yang sifatnya menyembuhkan.

Namun, kata dia, bisa jadi juga ada kekuatan magis pada batu itu. Ini disebut radiesthesia atau radioestesia—suatu kekuatan parapsikologis untuk mendeteksi "radiasi" atau aura dalam badan manusia. “Untuk mengetahui kekuatan itu hanya bisa melalui rasa,” ujar Hariyadi. (kompas.com)

0 komentar :

Tulisan Terkait: