Pertemuan perwakilan RI dan Gerakan Acah Merdeka (GAM) di Finlandia harus disikapi dengan kewaspadaan tinggi. Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil juga perlu dipertanyakan kepentingan datang dalam pertemuan itu.
"Pertemuan Finlandia harus disikapi dengan kewaspadaan yang tinggi, kewaspadaan nasional. Tanya juga kenapa Sofyan Djalil ke sana, karena dia tak bisa melepaskan statusnya sebagai menteri," kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto kepada wartawan di kantornya Jl Ciniru, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/1/2009).
Menurut Tyasno, semua pihak ingat dan waspada akan keberadaan pihak asing dalam kasus seperti ini, karena berdasarkan pengalaman ini bisa menjadi masalah disintegritas baru. "Saya setuju kalau kewaspadaan Indonesia ditingkatkan terkait Aceh, karena ada indikasi besar terhadap itu," jelasnya.
Indikasi yang dimaksudkan Tyasno, antara lain adanya upaya intimidasi pihak GAM kepada rakyat, lalu perusakan bendera-bendera partai politik. Selain itu, setelah ditandatangani MoU Helsinki, banyak pejabat Aceh dari gubernur hingga lurah adalah mantan GAM.
Indikasi lainnya dengan kedatangan Hasan Tiro ke Aceh, terjadi penurunan bendera merah putih. Kunjungannya ke Malaysia, yang juga dikenal sebagai bagian basis pimpinan GAM juga.
Kemudian sering terjadi penurunan semacam pengaruh aparat TNI/Polri di sana. Walau keempat institusi keamanan melakukan patroli bersama pemantau asing, "Justru mereka yang seakan-akan jadi tuan di tanah Indonesia ini," imbuhnya.
Indikasi inilah yang dinilai Tyasno, menyiratkan GAM yang masih ingin ditegakkan dan menguasai keadaan di sana, sehingga perlu diwaspadai. "Apakah benar GAM rela bergabung dengan NKRI. Ataukah sekarang ini hanya taktik mereka yang akhirnya mereka tetap juga meminta kemerdekaan untuk Aceh," ujarnya.
Keterlibatan pihak asing menjadi kekuatiran, khususnya mediator Martti Ahtisaari di Aceh menurut Tyasno cukup beralasan. Dia mencontohkan, keterlibatan Martti Ahtisaari dalam proses perdamaian konflik di Kosovo dan Serbia.
Di Kosovo juga ada partai lokal, yang juga diberi kebebasan yang sama untuk
didirikan. Akibatnya, enam jam setelah pemilu dan mereka dinyatakan menang di Kosovo, mereka langsung menyatakan kemerdekaan.
Pasukan Serbia pun turun tangan menumpas mereka, namun masyarakat Eropa langsung menyatakan dukungan atas Kosovo, lalu segera mengirim setidaknya 2000 pasukannya ke Kosovo.
AS juga langsung menyatakan dukungan atas Kosovo 12 jam sesudahnya. Akhirnya tentara dan pemerintah serbia tak bisa apa-apa dan kosovo merdeka.
"Nah, saya curiga skenario Aceh dan kosovo sama, karena penyelesaian mirip-mirip dan sama-sama diarsiteki Marrti Ahtisaari. Jangan sampai kejadian di Kosovo terjadi juga di Aceh," ungkapnya. (detiknews.com)
"Pertemuan Finlandia harus disikapi dengan kewaspadaan yang tinggi, kewaspadaan nasional. Tanya juga kenapa Sofyan Djalil ke sana, karena dia tak bisa melepaskan statusnya sebagai menteri," kata mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal (Purn) Tyasno Sudarto kepada wartawan di kantornya Jl Ciniru, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/1/2009).
Menurut Tyasno, semua pihak ingat dan waspada akan keberadaan pihak asing dalam kasus seperti ini, karena berdasarkan pengalaman ini bisa menjadi masalah disintegritas baru. "Saya setuju kalau kewaspadaan Indonesia ditingkatkan terkait Aceh, karena ada indikasi besar terhadap itu," jelasnya.
Indikasi yang dimaksudkan Tyasno, antara lain adanya upaya intimidasi pihak GAM kepada rakyat, lalu perusakan bendera-bendera partai politik. Selain itu, setelah ditandatangani MoU Helsinki, banyak pejabat Aceh dari gubernur hingga lurah adalah mantan GAM.
Indikasi lainnya dengan kedatangan Hasan Tiro ke Aceh, terjadi penurunan bendera merah putih. Kunjungannya ke Malaysia, yang juga dikenal sebagai bagian basis pimpinan GAM juga.
Kemudian sering terjadi penurunan semacam pengaruh aparat TNI/Polri di sana. Walau keempat institusi keamanan melakukan patroli bersama pemantau asing, "Justru mereka yang seakan-akan jadi tuan di tanah Indonesia ini," imbuhnya.
Indikasi inilah yang dinilai Tyasno, menyiratkan GAM yang masih ingin ditegakkan dan menguasai keadaan di sana, sehingga perlu diwaspadai. "Apakah benar GAM rela bergabung dengan NKRI. Ataukah sekarang ini hanya taktik mereka yang akhirnya mereka tetap juga meminta kemerdekaan untuk Aceh," ujarnya.
Keterlibatan pihak asing menjadi kekuatiran, khususnya mediator Martti Ahtisaari di Aceh menurut Tyasno cukup beralasan. Dia mencontohkan, keterlibatan Martti Ahtisaari dalam proses perdamaian konflik di Kosovo dan Serbia.
Di Kosovo juga ada partai lokal, yang juga diberi kebebasan yang sama untuk
didirikan. Akibatnya, enam jam setelah pemilu dan mereka dinyatakan menang di Kosovo, mereka langsung menyatakan kemerdekaan.
Pasukan Serbia pun turun tangan menumpas mereka, namun masyarakat Eropa langsung menyatakan dukungan atas Kosovo, lalu segera mengirim setidaknya 2000 pasukannya ke Kosovo.
AS juga langsung menyatakan dukungan atas Kosovo 12 jam sesudahnya. Akhirnya tentara dan pemerintah serbia tak bisa apa-apa dan kosovo merdeka.
"Nah, saya curiga skenario Aceh dan kosovo sama, karena penyelesaian mirip-mirip dan sama-sama diarsiteki Marrti Ahtisaari. Jangan sampai kejadian di Kosovo terjadi juga di Aceh," ungkapnya. (detiknews.com)
0 komentar :
Posting Komentar