Mulai 2009, diharapkan tidak ada lagi siswa usia sekolah dasar dan menengah pertama yang tidak bersekolah. Sebab, pendidikan di tingkat ini sudah bebas dari biaya. Orangtua yang masih enggan menyekolahkan anaknya bisa dikenai sanksi administratif dari pemerintah.
"Karena, di SD-SMP kan sudah digratiskan," tutur Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji, Selasa (27/1). Ketentuan mengenai sanksi bagi masyarakat yang tidak mau menyekolahkan anaknya yang berusia wajar dikdas ini diatur di Pasal 7 ayat 6 Peraturan Pemerintah No. 47/2008 tentang Wajib Belajar. Sanksi berupa penundaaan pelayanan kepemerintahan.
Menurut Oji, ketentuan ini menyiratkan tingginya perhatian pemerintah terhadap pendidikan, khususnya menuntaskan capaian wajar dikdas 9 tahun. "Diharapkan ini dapat memacu mereka-mereka yang tidak bisa sekolah sebelumnya karena persoalan hambatan dari orangtua," tuturnya. Namun, untuk dapat diimplementasikan, ketentuan ini membutuhkan perangkat hukum lain yang lebih teknis.
Di Kota Bandung, capaian wajar dikdas 9 tahun saat ini belum tuntas sempurna, yaitu 100 persen. Angka partisipasi kasar (APK)-nya adalah 93 persen. Ia mengatakan, drop out disebabkan oleh banyak faktor, antara lain tekanan ekonomi, kondisi sosial dari keluarga, termasuk pula pembiaran dari orangtua. Khusus APK tingkat SD, capaiannya diklaim sudah tuntas 100 persen.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Asep Hilman mengatakan, pemerintah baik pusat, provinsi ataupu n daerah, melakukan segala upaya agar tidak ada lagi anak-anak usia wajar dikdas 9 tahun yang tidak sekolah. Upaya itu dilakukan melalui program bantuan operasional sekolah (BOS) yang dianggarkan baik pusat, provinsi, daerah, pengadaan beasiswa, buku gratis, hingga baju seragam.
Tahun 2009 ini akan ada block grant untuk baju seragam SD, tuturnya. Program buku pelajaran gratis juga dijalankan tahun 2009 ini dengan anggaran Rp 271 miliar. Di luar ini, masih ada pula bantuan beasiswa siswa miskin. Untuk SD Rp 360.000 per tahun , SMP Rp 576.000 dan SMP terbuka Rp 300.000 per semester. Diakuinya, biaya-biaya individual macam transportasi, buku, dan seragam inilah yang kerap menjadi kendala siswa dalam bersekolah.
Untuk itu, Pemprov Jabar di 2009 ini juga akan memperbanyak program sekolah satu atap. Agar, siswa tidak lagi terbebani transportasi karena SD-SMP berada di dalam satu kompleks. Jika kewajiban pemerintah ini semua sudah terpenuhi, maka tidak lagi ada alasan masyarakat tidak menyekolahkan anaknya. "Jika sepanjang pemerintah belum bisa 100 persen membiayai, maka sanksi itu tidak akan efektif," ucapnya.
Dalam suatu kesempatan, Gubernur Jabar Ahmad Heryawan merasa sedih melihat persoalan masih banyaknya siswa wajar dikdas yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya. Lihat, di tingkat SLTP (SMP), dari target (APK) 95 persen, kita hanya baru capai 89 persen. "Posisi kita di nasional pun anjlok dari 5 (tingkat SD) ke nomor 18," ujarnya. (kompas.com)
0 komentar :
Posting Komentar