Meski gencatan senjata sudah diumumkan kemarin (18/1), PBB memastikan bahwa investigasi terhadap kejahatan perang Israel yang selama 22 hari menggempur Jalur Gaza tetap dilakukan. PBB bakal membentuk sebuah badan independen untuk keperluan itu. "Bakal ada investigasi untuk menentukan apakah kejahatan perang benar-benar telah terjadi," kata Chris Gunness, juru bicara PBB, seperti dikutip BBC.
Berdasar data berbagai organisasi kemanusiaan internasional, bukti kejahatan perang Israel sudah terkumpul. Bahkan, bisa disaksikan secara kasat mata selama berlangsungnya Operasi Cast Lead per 27 Desember lalu. Misalnya, di antara total 1.200 nyawa yang melayang di kubu Palestina, sepertiganya adalah perempuan dan anak-anak. Itu jelas pelanggaran hukum perang internasional. Sedangkan korban pria pun mayoritas warga sipil, bukan pejuang Hamas.
Tercatat pula, dua kali serdadu Israel membombardir sekolah PBB yang jelas-jelas menjadi tempat warga sipil berlindung. Pertama, 30 warga sipil meninggal. Terakhir, pada Sabtu lalu (17/1), dua bocah tewas dan 14 lainnya luka-luka.
Kasus paling tragis terjadi pada Minggu lalu (4/1), ketika militer Israel tanpa ampun memberondongkan peluru kepada sekitar seratus warga yang meringkuk di sebuah rumah di Zeitoun, sebelah utara Gaza. Sebanyak 30 orang tewas seketika saat itu, mayoritas perempuan dan anak-anak. Padahal, militer Israel-lah yang sehari sebelumnya mengumpulkan seratus orang itu di rumah tersebut dengan dalih untuk menyelamatkan mereka.
Kejahatan lainnya, penggunaan senjata terlarang. Selain bom fosfor, berdasar bukti teranyar yang diungkap Erik Fosse, dokter sukarelawan dari Norwegia, kemarin (18/1), ada satu senjata berbahaya lagi yang digunakan Israel, yakni bom DIME (dense inert metal explosive). Ini adalah semacam bom berbahaya berdaya ledak besar. Bom itu berisi bubuk tungsten (bahan kimia yang langka, Red) yang efeknya bagi yang terkena seperti dihujani pecahan meriam dan seringkali menghancurkan urat daging manusia. Fosse menyebutnya luka misterius. Sebab, meski sekujur tubuh korban penuh luka, tak ditemukan penyebabnya.
"Jadi, mereka (korban, Red) seolah-olah sedang menginjak ranjau, namun sama sekali tak ditemukan pecahan granat pada bagian tubuh yang terluka," kata Fosse seperti dilansir harian Inggris The Independent.
Pengalaman itu dia temukan pada pasien yang kini sedang dirawat. Fosse mengaku, selama 30 tahun pengabdiannya di berbagai zona perang, baru kali ini menemukan efek ledakan yang seperti ini. "Ini bom generasi baru. Berbahan peledak kecil, tapi berkekuatan superbesar yang dapat menghancurkan areal seluas 5-10 meter," tutur Mads Gilbert, kolega Fosse dari Komite Bantuan Norwegia.
Selain itu, dokter-dokter lain di Gaza banyak menemukan luka-luka misterius pada tubuh korban peluru Israel. Salah satunya disebutkan Profesor Mohammed Sayed Khalifa, ahli jantung dari Sudan. Dia mengatakan, ada salah seorang pasiennya yang menderita pendarahan tak terkontrol. "Ada korban yang jantungnya sudah dioperasi, namun darahnya tetap mengucur meski sudah diberi sejumlah besar plasma," terangnya.
Dr Ahmed Almi, dokter dari Mesir, punya kasus lain. Pasiennya, seorang bocah 14 tahun, menderita luka di kepala. Namun, ternyata luka itu berdampak besar pada otaknya hingga akhirnya sang bocah tewas (batampos.co.id)
1 komentar :
Astaghfirullah...
Sungguh keterlaluan ni Israel...
Posting Komentar