Operasi Yustisi yang akan digelar oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta dalam waktu dekat ini, dinilai menambah diskriminasi para pendatang baru dari berbagai daerah yang ingin mengadu nasib di Jakarta.
"Pada prinsipnya, kebijakan ini dibuat untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta, tetapi buktinya mana?" ujar Koordinator Koalisi Non Government Organization Indonesia untuk Advokasi HAM Internasional atau Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin ketika dihubungi okezone di Jakarta, Selasa (7/10/2008)
Justru menurutnya, dari tahun ke tahun Operasi Yustisi malah tidak mengurangi kepadatan penduduk. Namun, makin mempertebal diskriminasi bagi pendatang baru.
Rafendi mempertanyakan, mengapa Operasi Yustisi hanya diberlakukan bagi para pendatang yang tidak memiliki kartu indentitas Jakarta. Tapi bagaimana dengan para penduduk Jakarta sendiri.
Selain itu Rafendi mengatakan, yang perlu diperhatikan Perda No 4 tahun 2004 belum disesuaikan dengan norma-norma baru di tingkat nasional yang mengacu pada pasal 23 ayat 1 dan 4 UU HAM No 39 tahun 1999 tentang status kewarganegaraan.
"Saya kira sinyalemen itu lebih ke kelemahannya. Makanya Perda ini harus dicabut atau paling tidak direvisi," imbuhnya.
Sumber: Okezone
"Pada prinsipnya, kebijakan ini dibuat untuk mengurangi kepadatan penduduk di Jakarta, tetapi buktinya mana?" ujar Koordinator Koalisi Non Government Organization Indonesia untuk Advokasi HAM Internasional atau Human Rights Working Group (HRWG) Rafendi Djamin ketika dihubungi okezone di Jakarta, Selasa (7/10/2008)
Justru menurutnya, dari tahun ke tahun Operasi Yustisi malah tidak mengurangi kepadatan penduduk. Namun, makin mempertebal diskriminasi bagi pendatang baru.
Rafendi mempertanyakan, mengapa Operasi Yustisi hanya diberlakukan bagi para pendatang yang tidak memiliki kartu indentitas Jakarta. Tapi bagaimana dengan para penduduk Jakarta sendiri.
Selain itu Rafendi mengatakan, yang perlu diperhatikan Perda No 4 tahun 2004 belum disesuaikan dengan norma-norma baru di tingkat nasional yang mengacu pada pasal 23 ayat 1 dan 4 UU HAM No 39 tahun 1999 tentang status kewarganegaraan.
"Saya kira sinyalemen itu lebih ke kelemahannya. Makanya Perda ini harus dicabut atau paling tidak direvisi," imbuhnya.
Sumber: Okezone
0 komentar :
Posting Komentar