Seiring dengan turunnya harga minyak di pasar internasional, pemerintah kini sedang mempertimbangkan untuk menurunkan harga BBM bersubsidi. Untuk kepentingan penurunan harga BBM bersubsidi itu, pemerintah mengaku rela jika harus tekor.
Pemerintah mengatakan, karena alasan saat menaikkan harga BBM bersubsidi sebelumnya (pada 24 Mei 2008) adalah mengikuti lonjakan harga minyak dunia; maka kini ketika harga minyak dunia turun, harga BBM bersubsidi pun sudah sewajarnya menyesuaikan alias ikut turun.
Demikian antara lain diungkapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/10), usai bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro.
Meski demikian, SBY belum bisa mengatakan kapan penurunan harga BBM bersubsidi itu, dan berapa besarannya. Alasannya, dia masih menginstruksikan para menteri terkait --di antaranya Menteri ESDM serta Menteri Keuangan (Menkeu)-- untuk melakukan hitung-hitungan atau kalkulasi.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita putuskan. Tentu pertanyaannya kapan, berapa ini diturunkan. Exercise (kalkulasi, red) sedang dikerjakan, tidak boleh tergopoh. Saya juga tidak mau seakan-akan ini untuk (kepentingan) politik, itu tidak bagus," ujar Presiden.
"Andaikata hitung-hitungannya selesai dan semuanya pas, saya akan ambil keputusan untuk perubahan harga BBM ini. Tentu jadi kewajiban moral saya untuk meringankan beban saudara-saudara kita," imbuh SBY.
Desakan untuk menurunkan harga BBM bersubsidi juga gencar disuarakan oleh anggota DPR RI. ”Dulu, saat harga minyak mentah dunia naik, Presiden mengatakan, dengan terpaksa pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Sekarang, setelah harga minyak mentah turun, pemerintah seharusnya langsung menurunkan harga BBM,” ujar Effendi MS Simbolon, anggota Komisi VII DPR -yang antara lain menangani bidang ESDM.
Menurut Pusat Kajian Informasi dan Pembangunan (CIDES), jika pemerintah tidak menurunkan harga BBM bersubsidi di tengah penurunan harga minyak dunia saat ini, maka pemerintah bisa dinilai tidak menepati janjinya sendiri di masa lalu.
Direktur Eksekutif CIDES, Syahganda Nainggolan mengatakan, penurunan harga BBM bersubsidi selayaknya sekitar 20 persen. Penurunan harga BBM sebesar itu, menurut dia, dapat langsung mengurangi biaya transportasi, distribusi, ataupun logistik nasional. Dengan begitu, ekonomi akan bergairah kembali di tengah krisis keuangan global, yang dampaknya mulai membuat dunia usaha domestik lesu.
“Kalau BBM murah, daya beli masyarakat juga akan meningkat serta mampu menjangkau kebutuhan barang dan jasa secara merata,” kata Syahganda di Jakarta, Selasa (28/10).
Menurut Purnomo Yusgiantoro, jika keputusan penurunan harga BBM bersubsidi akhirnya diambil, maka kemungkinan terbesar yang bisa berubah adalah harga bensin atau premium dan harga solar. Harga bersubsidi kedua jenis BBM itu saat ini sudah mendekati harga keekonomiannya.
Sedangkan harga minyak tanah (kerosene) bersubdisi, jelas Purnomo, hampir tidak mungkin diturunkan. Pasalnya, harga minyak tanah pada saat ini sudah sangat rendah dbandingkan dengan harga keekonomiannya (atau harga kerosene di pasar dunia).
Untuk diketahui, patokan harga minyak mentah dunia yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2008 adalah sebesar 95 dolar AS per barrel (159 liter).
Dengan patokan atau asumsi harga minyak dunia sebesar itu, di APBN Perubahan 2008 tersebut, pemerintah menyediakan subsidi Rp 126,82 triliun pada tingkat harga BBM bersubsidi dalam negeri seperti yang berlaku saat ini.
Nah, dengan harga minyak dunia saat ini sudah berkisar 63 dollar per barrel atau lebih rendah dari harga asumsi di APBN P 2008 (yang 95 dolar AS/barrel itu), maka secara matematis dana yang dialokasikan pemerintah untuk memberi subsidi semestinya tersisa. Sebab, anggaran yang seharusnya dikeluarkan adalah sebesar 95 dolar AS guna membeli 1 barrel minyak dunia, kini yang dikeluarkan menjadi cuma sekitar 64 dollar untuk membeli 1 barrel minyak -seiring dengan turunnya harga minyak dunia.
Hanya saja, apa yang terjadi dalam praktik penggunaan dana subsidi APBN P selama ini, tidak sama dengan hitung-hitungan di atas kertas tersebut. Dalam kenyataannya, jatah subsidi BBM di APBN P 2008 sebetulnya sudah terkuras.
Bahkan, hingga akhir Oktober ini, subsidi BBM yang akan dikeluarkan pemerintah mencapai Rp 130,9 triliun, atau melonjak Rp 4,08 triliun di atas yang dijatahkan APBN-P 2008 yang sebesar Rp 126,82 triliun itu.
Malahan pula, diperkirakan sampai akhir Desember nanti subsidi BBM makin bengkak lagi menjadi Rp 138,69 triliun. Dengan perkiraan subsidi akan sebesar itu hingga akhir 2008, kalau pun dana bantalan di APBN-P 2008 (atau disebut dana cadangan risiko fiskal) yang Rp 8,2 triliun katut terpakai, pemerintah masih tekor sekitar Rp 3,67 triliun.
Mengapa demikian, padahal harga minyak mentah dunia turun?
Ini karena penurunan harga minyak dunia sesungguhnya baru mulai terjadi sekitar Agustus lalu. Sedangkan pada bulan-bulan Mei, Juni dan Juli, menurut Menteri ESDM, justru anggaran subsidi banyak tersedot karena harga minyak mentah dunia selama periode itu melambung hingga di atas 100 dolar AS per barrel. Bahkan sempat menyentuh 140 dolar AS per barrel.
Selain itu, harga minyak yang dijadikan acuan pemerintah adalah ICP atau Indonesian Crude Price, yang didasarkan pada harga (setidaknya) lima jenis minyak mentah yang diperdagangkan secara internasional. Nah, harga ICP ini ternyata lebih besar daripada harga minyak mentah dunia secara rata-rata.
Purnomo menyebutkan, harga rata-rata ICP sejak Januari hingga akhir Oktober 2008 ini adalah 107,89 dolar AS per barrel. Jadi, juga masih di atas asumsi harga APBN P 2008, yakni 95 dollar AS per barrel.
Dengan kenyataan seperti disebut di atas, jelas Purnomo, kalau harga BBM bersubsidi diturunkan sebetulnya pemerintah tambah tekor. Namun, kata dia, Presiden telah mengatakan bahwa pemerintah merelakan diri untuk tekor.
"Presiden tadi mengatakan supaya kita merelakan subsidi itu lebih dari pagu karena harga minyak terus turun, dan itu untuk meringankan beban masyarakat," kata Purnomo. Bagaimana jika harga minyak dunia kembali naik, apakah harga BBM bersubsidi juga akan mengikuti?
Presiden mengemukakan, harga BBM bersubsidi yang dijual saat ini adalah patokan tertinggi. Oleh karena itu, jika di masa mendatang harga minyak dunia naik lagi di pasar internasional, maka harga BBM bersubsidi tidak boleh lebih tinggi dari harganya saat ini. Contohnya, jika harga bensin bersubsidi yang saat ini Rp 6.000/liter akan diturunkan jadi Rp 5.000/liter, maka ketika suatu kali harga minyak mentah dunia naik lagi dan bensin bersubsidi mengikutinya, maka harga bensin itu tak boleh lebih tinggi dari Rp 6.000/liter.
"Apabila suatu saat naik lagi (harga minyak dunia), kenaikan harga (BBM bersubsidi yang mengikutinya) tidak boleh lebih tinggi dari sekarang. Jadi harga sekarang adalah harga plafon atas," ujar Presiden. (surya.co.id)
Pemerintah mengatakan, karena alasan saat menaikkan harga BBM bersubsidi sebelumnya (pada 24 Mei 2008) adalah mengikuti lonjakan harga minyak dunia; maka kini ketika harga minyak dunia turun, harga BBM bersubsidi pun sudah sewajarnya menyesuaikan alias ikut turun.
Demikian antara lain diungkapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam konferensi pers di Kantor Kepresidenan, Jakarta, Selasa (28/10), usai bertemu dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro.
Meski demikian, SBY belum bisa mengatakan kapan penurunan harga BBM bersubsidi itu, dan berapa besarannya. Alasannya, dia masih menginstruksikan para menteri terkait --di antaranya Menteri ESDM serta Menteri Keuangan (Menkeu)-- untuk melakukan hitung-hitungan atau kalkulasi.
"Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita putuskan. Tentu pertanyaannya kapan, berapa ini diturunkan. Exercise (kalkulasi, red) sedang dikerjakan, tidak boleh tergopoh. Saya juga tidak mau seakan-akan ini untuk (kepentingan) politik, itu tidak bagus," ujar Presiden.
"Andaikata hitung-hitungannya selesai dan semuanya pas, saya akan ambil keputusan untuk perubahan harga BBM ini. Tentu jadi kewajiban moral saya untuk meringankan beban saudara-saudara kita," imbuh SBY.
Desakan untuk menurunkan harga BBM bersubsidi juga gencar disuarakan oleh anggota DPR RI. ”Dulu, saat harga minyak mentah dunia naik, Presiden mengatakan, dengan terpaksa pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi. Sekarang, setelah harga minyak mentah turun, pemerintah seharusnya langsung menurunkan harga BBM,” ujar Effendi MS Simbolon, anggota Komisi VII DPR -yang antara lain menangani bidang ESDM.
Menurut Pusat Kajian Informasi dan Pembangunan (CIDES), jika pemerintah tidak menurunkan harga BBM bersubsidi di tengah penurunan harga minyak dunia saat ini, maka pemerintah bisa dinilai tidak menepati janjinya sendiri di masa lalu.
Direktur Eksekutif CIDES, Syahganda Nainggolan mengatakan, penurunan harga BBM bersubsidi selayaknya sekitar 20 persen. Penurunan harga BBM sebesar itu, menurut dia, dapat langsung mengurangi biaya transportasi, distribusi, ataupun logistik nasional. Dengan begitu, ekonomi akan bergairah kembali di tengah krisis keuangan global, yang dampaknya mulai membuat dunia usaha domestik lesu.
“Kalau BBM murah, daya beli masyarakat juga akan meningkat serta mampu menjangkau kebutuhan barang dan jasa secara merata,” kata Syahganda di Jakarta, Selasa (28/10).
Menurut Purnomo Yusgiantoro, jika keputusan penurunan harga BBM bersubsidi akhirnya diambil, maka kemungkinan terbesar yang bisa berubah adalah harga bensin atau premium dan harga solar. Harga bersubsidi kedua jenis BBM itu saat ini sudah mendekati harga keekonomiannya.
Sedangkan harga minyak tanah (kerosene) bersubdisi, jelas Purnomo, hampir tidak mungkin diturunkan. Pasalnya, harga minyak tanah pada saat ini sudah sangat rendah dbandingkan dengan harga keekonomiannya (atau harga kerosene di pasar dunia).
Untuk diketahui, patokan harga minyak mentah dunia yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2008 adalah sebesar 95 dolar AS per barrel (159 liter).
Dengan patokan atau asumsi harga minyak dunia sebesar itu, di APBN Perubahan 2008 tersebut, pemerintah menyediakan subsidi Rp 126,82 triliun pada tingkat harga BBM bersubsidi dalam negeri seperti yang berlaku saat ini.
Nah, dengan harga minyak dunia saat ini sudah berkisar 63 dollar per barrel atau lebih rendah dari harga asumsi di APBN P 2008 (yang 95 dolar AS/barrel itu), maka secara matematis dana yang dialokasikan pemerintah untuk memberi subsidi semestinya tersisa. Sebab, anggaran yang seharusnya dikeluarkan adalah sebesar 95 dolar AS guna membeli 1 barrel minyak dunia, kini yang dikeluarkan menjadi cuma sekitar 64 dollar untuk membeli 1 barrel minyak -seiring dengan turunnya harga minyak dunia.
Hanya saja, apa yang terjadi dalam praktik penggunaan dana subsidi APBN P selama ini, tidak sama dengan hitung-hitungan di atas kertas tersebut. Dalam kenyataannya, jatah subsidi BBM di APBN P 2008 sebetulnya sudah terkuras.
Bahkan, hingga akhir Oktober ini, subsidi BBM yang akan dikeluarkan pemerintah mencapai Rp 130,9 triliun, atau melonjak Rp 4,08 triliun di atas yang dijatahkan APBN-P 2008 yang sebesar Rp 126,82 triliun itu.
Malahan pula, diperkirakan sampai akhir Desember nanti subsidi BBM makin bengkak lagi menjadi Rp 138,69 triliun. Dengan perkiraan subsidi akan sebesar itu hingga akhir 2008, kalau pun dana bantalan di APBN-P 2008 (atau disebut dana cadangan risiko fiskal) yang Rp 8,2 triliun katut terpakai, pemerintah masih tekor sekitar Rp 3,67 triliun.
Mengapa demikian, padahal harga minyak mentah dunia turun?
Ini karena penurunan harga minyak dunia sesungguhnya baru mulai terjadi sekitar Agustus lalu. Sedangkan pada bulan-bulan Mei, Juni dan Juli, menurut Menteri ESDM, justru anggaran subsidi banyak tersedot karena harga minyak mentah dunia selama periode itu melambung hingga di atas 100 dolar AS per barrel. Bahkan sempat menyentuh 140 dolar AS per barrel.
Selain itu, harga minyak yang dijadikan acuan pemerintah adalah ICP atau Indonesian Crude Price, yang didasarkan pada harga (setidaknya) lima jenis minyak mentah yang diperdagangkan secara internasional. Nah, harga ICP ini ternyata lebih besar daripada harga minyak mentah dunia secara rata-rata.
Purnomo menyebutkan, harga rata-rata ICP sejak Januari hingga akhir Oktober 2008 ini adalah 107,89 dolar AS per barrel. Jadi, juga masih di atas asumsi harga APBN P 2008, yakni 95 dollar AS per barrel.
Dengan kenyataan seperti disebut di atas, jelas Purnomo, kalau harga BBM bersubsidi diturunkan sebetulnya pemerintah tambah tekor. Namun, kata dia, Presiden telah mengatakan bahwa pemerintah merelakan diri untuk tekor.
"Presiden tadi mengatakan supaya kita merelakan subsidi itu lebih dari pagu karena harga minyak terus turun, dan itu untuk meringankan beban masyarakat," kata Purnomo. Bagaimana jika harga minyak dunia kembali naik, apakah harga BBM bersubsidi juga akan mengikuti?
Presiden mengemukakan, harga BBM bersubsidi yang dijual saat ini adalah patokan tertinggi. Oleh karena itu, jika di masa mendatang harga minyak dunia naik lagi di pasar internasional, maka harga BBM bersubsidi tidak boleh lebih tinggi dari harganya saat ini. Contohnya, jika harga bensin bersubsidi yang saat ini Rp 6.000/liter akan diturunkan jadi Rp 5.000/liter, maka ketika suatu kali harga minyak mentah dunia naik lagi dan bensin bersubsidi mengikutinya, maka harga bensin itu tak boleh lebih tinggi dari Rp 6.000/liter.
"Apabila suatu saat naik lagi (harga minyak dunia), kenaikan harga (BBM bersubsidi yang mengikutinya) tidak boleh lebih tinggi dari sekarang. Jadi harga sekarang adalah harga plafon atas," ujar Presiden. (surya.co.id)
0 komentar :
Posting Komentar