Ongkos menjadi calon anggota legislatif (caleg) di Purwakarta mencapai Rp 300 juta. Angka itu diharapkan bisa kembali jika caleg tersebut terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Purwakarta.
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN), Awod Abdul Gadir, mengaku bahwa pada pemilu 2004 lalu dirinya menghabiskan duit sedikitnya Rp 200 juta. Angka itu bisa dibilang impas dengan raihan kursi di DPRD Purwakarta yang bergaji pokok sekitar Rp 8 juta per bulan.
"Habis Rp 200 juta-Rp 300 juta juga bukan jadi jaminan seorang caleg akan berhasil meraih kursi. Hanya saja, konsekuensi untuk mengeluarkan dana itu memang ada," ucapnya pekan ini.
Menurutnya, baik sistem ranking (nomor urut) maupun sistem suara terbanyak, tak bisa lepas dari faktor pendanaan. "Kebutuhan untuk itu kongkret. Sekadar belanja kelengkapan atribut saja bisa puluhan juta, belum pembinaan kepada konstituen," tambahnya.
Namun, kata dia, uang saat ini bukanlah segalanya. Sejauh bakal calon legislatif itu punya legitimasi dan mendapat banyak kepercayaan dari masyarakat, bisa saja terjadi caleg tak harus keluar duit hingga ratusan juta.
Kebutuhan dana besar sebagai caleg diakui pula Nurdin Hidayat (41), mantan calon anggota legislatif dari Partai Bintang Reformasi (PBR). Meski sudah menggelontorkan duit hingga sekitar Rp 250 juta, cita-citanya meraih kursi legislatif belum terwujud.
Nurdin mengaku mendapat ilmu banyak dari kegagalan mencapai kursi DPRD itu. "Ibaratnya, saya telah mengambil studi S2 tapi kemahalan. Karena dari situlah saya juga banyak mendapat koneksi," ujarnya, kemarin.
Nurdin membeberkan, dana sebesar itu digunakannya untuk menopang kegiatan organisasi, dari mengundang KH Zainudin MZ sebagai pembicara hingga menyewa kos-kosan di dua kecamatan yang jadi basis daerah pemilihan.
"Kalau mau berperang, semuanya betul-betul harus disiapkan. Tapi rupanya ada kecurangan penghitungan yang sampai sekarang tak juga terbongkar," katanya tanpa merinci.
Ajat Sudrajat, bakal calon anggota legislatif dari Partai Golkar, tak menampik pentingnya aspek finansial sebagai penopang eksistensi caleg. Namun dia menyesalkan fenomena pencalonan caleg yang dijadikan kesempatan oleh masyarakat untuk memperoleh bantuan dana instan.
"Saya sejak dini akan menggunakan azas apa adanya. Yang lebih banyak mikirin uang itu kan tim sukses, masyarakat mah enggak minta macam-macam. Toh yang digunakan adalah perolehan suara terbanyak," ucapnya, kemarin.
Meski begitu, Ajat memperkirakan kebutuhan minimal untuk proses pencalonan caleg di Purwakarta sekitar Rp 50 juta. Dana sebesar itu digunakan untuk menggalang suara dengan metode konvensional, yaitu mencetak kaos, spanduk, dan pembagian stiker/pamflet.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Purwakarta, Dadan Komarul Ramdan mengatakan, meski sudah ada syarat perolehan 30 persen plus satu namun soal nomor urut masih berpengaruh. "Sesuai pasal 214 UU Nomor 10/2008 ada klausul yang menyebutkan masih digunakannya mekanisme nomor urut itu," katanya.
Klausul tentang penetapan caleg berdasarkan nomor urut, jelas Dadan, yaitu apabila ada dua nama yang meraih suara 30 persen bilangan pembagi, dan suara yang kurang dari 30 persen bilangan pembagi.
Tahun lalu, kata dia hanya ada dua caleg yang benar-benar meraih suara 30 persen plus satu. Dia menambahkan, meski jumlahnya meningkat, angka partisipasi alias peminat kursi legislatif di Purwakarta tak sampai 50 persen.
Data yang diperoleh Warta Kota dari KPUD Purwakarta, jumlah pendaftar caleg 2008 hingga kemarin tercatat 522 orang atau meningkat dari tahun sebelumnya yang masih 505 orang.
Sumber: www.kompas.com
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Amanat Nasional (PAN), Awod Abdul Gadir, mengaku bahwa pada pemilu 2004 lalu dirinya menghabiskan duit sedikitnya Rp 200 juta. Angka itu bisa dibilang impas dengan raihan kursi di DPRD Purwakarta yang bergaji pokok sekitar Rp 8 juta per bulan.
"Habis Rp 200 juta-Rp 300 juta juga bukan jadi jaminan seorang caleg akan berhasil meraih kursi. Hanya saja, konsekuensi untuk mengeluarkan dana itu memang ada," ucapnya pekan ini.
Menurutnya, baik sistem ranking (nomor urut) maupun sistem suara terbanyak, tak bisa lepas dari faktor pendanaan. "Kebutuhan untuk itu kongkret. Sekadar belanja kelengkapan atribut saja bisa puluhan juta, belum pembinaan kepada konstituen," tambahnya.
Namun, kata dia, uang saat ini bukanlah segalanya. Sejauh bakal calon legislatif itu punya legitimasi dan mendapat banyak kepercayaan dari masyarakat, bisa saja terjadi caleg tak harus keluar duit hingga ratusan juta.
Kebutuhan dana besar sebagai caleg diakui pula Nurdin Hidayat (41), mantan calon anggota legislatif dari Partai Bintang Reformasi (PBR). Meski sudah menggelontorkan duit hingga sekitar Rp 250 juta, cita-citanya meraih kursi legislatif belum terwujud.
Nurdin mengaku mendapat ilmu banyak dari kegagalan mencapai kursi DPRD itu. "Ibaratnya, saya telah mengambil studi S2 tapi kemahalan. Karena dari situlah saya juga banyak mendapat koneksi," ujarnya, kemarin.
Nurdin membeberkan, dana sebesar itu digunakannya untuk menopang kegiatan organisasi, dari mengundang KH Zainudin MZ sebagai pembicara hingga menyewa kos-kosan di dua kecamatan yang jadi basis daerah pemilihan.
"Kalau mau berperang, semuanya betul-betul harus disiapkan. Tapi rupanya ada kecurangan penghitungan yang sampai sekarang tak juga terbongkar," katanya tanpa merinci.
Ajat Sudrajat, bakal calon anggota legislatif dari Partai Golkar, tak menampik pentingnya aspek finansial sebagai penopang eksistensi caleg. Namun dia menyesalkan fenomena pencalonan caleg yang dijadikan kesempatan oleh masyarakat untuk memperoleh bantuan dana instan.
"Saya sejak dini akan menggunakan azas apa adanya. Yang lebih banyak mikirin uang itu kan tim sukses, masyarakat mah enggak minta macam-macam. Toh yang digunakan adalah perolehan suara terbanyak," ucapnya, kemarin.
Meski begitu, Ajat memperkirakan kebutuhan minimal untuk proses pencalonan caleg di Purwakarta sekitar Rp 50 juta. Dana sebesar itu digunakan untuk menggalang suara dengan metode konvensional, yaitu mencetak kaos, spanduk, dan pembagian stiker/pamflet.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Purwakarta, Dadan Komarul Ramdan mengatakan, meski sudah ada syarat perolehan 30 persen plus satu namun soal nomor urut masih berpengaruh. "Sesuai pasal 214 UU Nomor 10/2008 ada klausul yang menyebutkan masih digunakannya mekanisme nomor urut itu," katanya.
Klausul tentang penetapan caleg berdasarkan nomor urut, jelas Dadan, yaitu apabila ada dua nama yang meraih suara 30 persen bilangan pembagi, dan suara yang kurang dari 30 persen bilangan pembagi.
Tahun lalu, kata dia hanya ada dua caleg yang benar-benar meraih suara 30 persen plus satu. Dia menambahkan, meski jumlahnya meningkat, angka partisipasi alias peminat kursi legislatif di Purwakarta tak sampai 50 persen.
Data yang diperoleh Warta Kota dari KPUD Purwakarta, jumlah pendaftar caleg 2008 hingga kemarin tercatat 522 orang atau meningkat dari tahun sebelumnya yang masih 505 orang.
Sumber: www.kompas.com
0 komentar :
Posting Komentar