26 Agustus 2008

Tarif Kereta Api Naik 115 Persen

Bersamaan dengan kenaikan harga elpiji rumah tangga kemarin, masyarakat kembali tersengat oleh kenaikan lain, yang tampaknya bakal makin memberati beban hidup mereka.

Angkutan Kereta Api (KA), jasa transportasi massal yang masih favorit hingga saat ini, mengumumkan rencana kenaikan tarif tiketnya untuk Lebaran. Tak tanggung-tanggung, kenaikannya hingga 115 persen.

Namun, PT KA tak mau menyebut hal itu sebagai kenaikan tarif. Pembayaran lebih besar yang harus dikeluarkan penumpang jika naik KA pada 14 hari sebelum Lebaran (H-14) hingga tiga hari setelah Lebaran (H+3) nanti, disebut oleh PT KA sebagai pemberlakuan tarif batas atas.

Tapi, lembaga konsumen menilai, pemberlakuan tarif batas itu sama saja artinya dengan tarif naik. Sebab, jumlah uang yang harus dibayarkan oleh konsumen, nyatanya lebih besar.

“Sebetulnya ini bukan kenaikan tarif namun penerapan tarif batas atas. Dan ini tidak hanya terjadi saat Lebaran tapi juga kita berlakukan pada saat peak season (musim ramai penumpang) lainnya.

Saya rasa semua angkutan Lebaran juga menerapkan hal yang sama,” ujar Kepala Humas PT KA Daerah Operasi (Daop) VIII, Sugeng Priyono, Senin (25/8).
Rata-rata tarif batas atas berada di kisaran 50-115 persen di atas tarif batas bawah, yang berlaku pada hari-hari biasa.

Misalnya, KA Gumarang Bisnis (Surabaya-Jakarta) dari (tarif) batas bawah sebesar Rp100.000, akan menjadi Rp 180.000 pada H-14 hingga H+3 Lebaran. KA Eksekutif Sembrani (Surabaya-Jakarta) dari tarif normal Rp 210.000 menjadi Rp 370.000. KA Eksekutif Sancaka (Surabaya-Jogjakarta) dari tarif Rp 70.000 menjadi Rp 150.000. Kenaikan KA Sancaka ini tembus 115 persen.

Namun, untuk meningkatkan layanan bagi para pemudik, jumlah gerbang KA akan dimaksimalkan. Yakni sebanyak delapan gerbong untuk tiap KA.

“Gerbong KA akan dimaksimalkan dari yang biasanya sebanyak 6-7 gerbong, menjadi delapan gerbong. PT KA juga akan memberlakukan penambahan jadwal keberangkatan secara tentatif (sementara). Tak hanya untuk kereta-kereta lokal seperti KA Sapujagad tapi juga untuk KA lainnya,” lanjutnya.

Diprediksi jumlah calon penumpang H-14 hingga H+3 Lebaran akan mengalami peningkatan hingga lima persen dibandingkan tahun sebelumnya. Yakni dari 2.837.406 orang pada Lebaran tahun lalu, menjadi 2.990.182 orang pada Lebaran nanti.

“Dianjurkan, calon penumpang bisa membeli tiket sejak 30 hari sebelum keberangkatan. Ini untuk mengantisipasi tiket habis dan praktik percaloan,” ujarnya.

Jika pembelian dilakukan secara mendadak, imbuh Sugeng, risiko ditanggung calon penumpang sendiri. Ia tidak memungkiri jika momen Lebaran menjadi sasaran empuk para calo mengeruk keuntungan. “Itu sebabnya belilah tiket pada 30 hari sebelum keberangkatan.

Kita antisipasi calo dengan cara pembelian tiket maksimal empat tiket per orang. Itupun dicetak dalam satu lembar tiket, tidak lembaran sendiri-sendiri. Kalau dicetak per lembar mudah dimanfaatkan para calo,” imbuhnya.

Diakuinya, KA jurusan Surabaya-Jakarta seperti tahun-tahun lalu paling banyak peminatnya. “KA lokal Jawa Timur yang ramai saat Lebaran biasanya yang jurusan Kertosono, Jombang, Tulungagung, Kediri, Malang, Blitar, Banyuwangi, Jember,” ujarnya.

Operasi simpatik akan digelar setiap hari selama H-14 hingga H+3 Lebaran. Operasi simpatik ini guna mendeteksi para penumpang bodong alias penumpang yang tidak membeli tiket. Untuk delapan gerbong tiap KA, akan diterjunkan dua personel dari pihak Polsuska (polisi khusus kereta api) dan kondektur.

Rencana kenaikan harga tiket KA tersebut mengundang kecaman. Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Surabaya (LPKS) Paidi Pawiro Rejo menilai, pemberlakuan tarif batas atas KA selama Lebaran sama halnya dengan menaikkan tarif. Hanya beda istilah saja. Namun pemahaman di mata orang awam sama saja.

Kenaikan tarif itu, kata Paidi, artinya PT KA terlalu profit oriented (memikirkan untung), padahal dia adalah perusahaan angkutan kereta api satu-satunya di Indonesia.

“Lagipula, dana bagi PT KA untuk menjalankan kewajiban pelayanan masyarakat (Public Service Obligation) yang diberikan oleh APBN, sebetulnya paling besar dibandingkan dengan badan usaha milik negara (BUMN) jasa angkutan lainnya, misalnya perkapalan,” kritik Paidi.

Sedangkan, anggota Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, menilai kewenangan PT KA dalam menentukan tarif secara sepihak sangat berpotensi merugikan konsumen.

“Seharusnya sebagai perusahaan monopoli, kebijakan penarifan diserahkan kepada pemerintah, bukan perusahaan. Kami sudah berkali-kali memberi masukan soal ini,” kata Sudaryatmo ketika dihubungi Surya, Senin (25/8).

Konsekuensi PT KA sebagai perusahaan monopoli yang berhak menentukan tarif, jelas Sudaryatmo, adalah perusahaan dapat mengambil keuntungan dalam jumlah yang tidak wajar dengan memanfaatkan keadaan. Contohnya adalah kenaikan tarif saat kebutuhan sedang tinggi menjelang Lebaran.

Sudaryatmo menambahkan, dari sudut pandang bisnis, kenaikan tarif lazimnya berkorelasi positif dengan peningkatan pelayanan. Artinya, jika tarif naik, maka pelayanan juga semakin ditingkatkan.

“Tetapi jika tidak, konsumen akan dirugikan dua kali yaitu membayar harga lebih tinggi dan menikmati pelayanan yang buruk,” kata Sudaryatmo seraya menambahkan pihak YLKI tetap akan menerima berbagai laporan dari masyarakat mengenai pelayanan PT KA

Sumber: www.surya.co.id

0 komentar :

Tulisan Terkait: