15 Agustus 2008

Sebuah Gunung Muncul dari Dasar Laut Wuarlabobar

Fenomena munculnya sebuah gunung dari dasar laut perairan Pulau Wuarlabobar, Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) sejak 9 Agustus 2008 pasca gempa tektonik berkekuatan 6,9 pada Scala Rechter 7 Agustus lalu, diakibatkan adanya tekanan endogen dari dasar bumi yang disebut para ahli dengan istilah diatropisme.


Foto: Ilustrasi Gunung Muncul Dari Dasar Laut

"Terjadinya gejala diatropisme disebabkan adanya proses pembentukan kembali kulit bumi, pembentukan gunung-gunung dan lembah atau lipatan-lipatan dan retakan-retakan akibat adanya tenaga tektonik," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Geofisika, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Ambon, Irwan Slamet, di Ambon, Jumat.

Dia mengatakan, kemunculan gunung dari kedalaman 80 meter di dasar laut Pulau Wuarlabobar yang mencapai empat meter di atas permukaan air disertai semburan lumpur dingin itu sebenarnya tidak membahayakan keselamatan manusia.

Kecuali jika fenomena munculnya gunung di Wuarlabobar itu diselingi semburan magma atau lumpur panas bisa membahayakan keselamatan manusia sebab ada unsur-unsur gas yang ikut menyembur keluar.

"Selama lumpur yang keluar tidak mengeluarkan panas atau gas tentunya tidak akan berbahaya bagi manusia. Sudah ada petugas yang melakukan pengecekan ke lokasi ternyata tidak ada kandungan gas dari lumpur tersebut," ujarnya.

Bila terjadi kenaikan permukaan bumi yang membentuk gunung saat terjadi gempa berarti ada juga patahan di tempat lain, hanya saja tidak bisa terpantau karena kemungkinan terjadi di dasar laut perairan MTB yang merupakan pertemuan tiga lempengan kerak bumi di antaranya lempeng IndoAustralia, lempeng Eroasia dan lempeng Pasifik.

Menurut dia, tenaga tektonik ini berasal dari dalam bumi yang menyebabkan gerak naik dan turun lapisan kulit bumi yang juga disebut gerak orogenetik sampai menimbulkan lipatan, patahan dan retakan karena gerakannya dalam bumi cukup besar dan meliputi daerah sempit serta berlangsung dalam waktu yang singkat.

Gerakan orogenetik ini dapat menimbulkan gejeolak pada lapisan bumi yang sangat besar dan berlangsung dalam waktu sangat cepat sampai menyebabkan lapisan kulit bumi retak atau patah (graben) atau atau terjadi kenaikan permukaan tanah (horst).

"Patahan yang terjadi saat gempa 7 Agustus lalu di MTB rupanya tidak mencapai 1.000 meter panjangnya sehingga tidak berpotensi tsunami, berbeda dengan gempa Aceh beberapa tahun lalu terjadi patahan secara serempak dalam waktu bersamaan lebih dari 1.000 meter panjangnya sehingga permukaan air laut yang turun mendadak kemudian naik dan menimbulkan gelombang tsunami," katanya.

Sumber: www.kompas.com

0 komentar :

Tulisan Terkait: