Warga Desa Kuok, Kecamatan Bangkinang Barat, Kampar, Provinsi Riau, resah sejak munculnya puluhan suku Kubu di hutan dekat mereka. Belakangan diketahui bahwa suku tersebut berkeliaran ke luar Jambi yang selama ini menjadi habitat mereka karena ditipu pengusaha.
Beberapa hari terakhir, warga Kuok tidak berani mendatangi kebun karet mereka di dekat hutan Malau. Sebab, mereka sempat memergoki suku Kubu lengkap dengan senjatanya yang konon beracun.
Awalnya, cerita dari mulut ke mulut itu dikira hanya bualan belaka. Namun setelah semakin banyak warga yang mengaku melihat suku tersebut, para tokoh masyarakat Kuok pun mencoba membuktikan cerita itu.
Hasilnya, ditemukan 30 orang suku Kubu di kawasan hutan Malau. H Kasru, yang memimpin pencarian suku asli Jambi itu, menjelaskan bahwa mereka ternyata bersahabat. ''Mereka enak diajak bicara,'' jelasnya.
Namun, dia memahami keresahan dan ketakutan warga Kuok. Warga desa khawatir orang Kubu salah melemparkan tombak beracunnya saat berburu binatang. ''Kita maklumi ketakutan warga tadi. Namun sejatinya, orang Kubu itu bersahabat,'' tambahnya.
Kasru menjelaskan, 30 orang Kubu itu dipimpin Saleh Tung. Mereka mengaku berkelana sampai ke hutan Malau setelah mendapat informasi dari seorang pengusaha bahwa di hutan itu banyak labi-labi (penyu, Red). ''Pengusaha itu berani membayar mahal kalau kami bisa mendapatkan labi-labi itu,'' kata Saleh.
Menurut Saleh, dia dan kelompoknya sudah sekitar dua pekan berada di hutan tersebut. Namun, labi-labi itu tak juga mereka temukan. Mereka pun sadar telah dibohongi pengusaha tersebut.
Selain kelompoknya, kata Saleh, ada beberapa kelompok lain yang juga menyusuri hutan itu demi mencari labi-labi. Menurut dia, jika ditotal, anggota kelompok-kelompok lain itu mencapai 150 orang. Kelompok Saleh sendiri terdiri atas enam lelaki dewasa, lima perempuan dewasa, tiga remaja putri, dan 16 anak-anak.
Hidup dan berkelana di hutan bukan hal baru bagi mereka. Sebab, hal itu sudah menjadi budaya mereka selama ini. Namun, kegagalan mendapatkan labi-labi sebagaimana yang dikatakan pengusaha tersebut membuat mereka kesal. ''Kami kecewa karena sudah lebih dari dua minggu, namun tidak menemukan satu ekor pun labi-labi,'' ujarnya.
Tombak beracun yang diresahkan warga desa sekitar hutan itu, menurut Saleh, sudah menjadi perlengkapan sehari-hari mereka. Bersama parang, senjata itu layaknya bagian dari tubuh orang Kubu. Selain untuk berburu binatang, kedua senjata tersebut juga untuk perlindungan bagi kelompoknya.
Merasa tertipu, kelompok Saleh Tung itu ingin kembali ke habitat mereka di hutan Jambi. Warga sekitar hutan Malau pun membantu kepulangan mereka dengan dana swadaya. ''Memang ada bantuan dari pemkab (Kampar), namun tidak cukup,'' jelas Kasru.
Dia menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan tidak peduli terhadap suku terasing itu. Meski sudah berkali-kali dilapori terkait suku tersebut, tidak seorang pun pejabat sampai tingkat kecamatan yang memberikan respons.
Warga sekitar hutan hanya membantu menemukan dan memulangkan 30 suku Kubu itu. Sementara itu, masih ada sekitar 150 orang lainnya yang berkeliaran di hutan di luar habitat mereka. Kasru berharap ada perhatian serius dari pemerintah.
Sumber: www.jawapos.co.id
Awalnya, cerita dari mulut ke mulut itu dikira hanya bualan belaka. Namun setelah semakin banyak warga yang mengaku melihat suku tersebut, para tokoh masyarakat Kuok pun mencoba membuktikan cerita itu.
Hasilnya, ditemukan 30 orang suku Kubu di kawasan hutan Malau. H Kasru, yang memimpin pencarian suku asli Jambi itu, menjelaskan bahwa mereka ternyata bersahabat. ''Mereka enak diajak bicara,'' jelasnya.
Namun, dia memahami keresahan dan ketakutan warga Kuok. Warga desa khawatir orang Kubu salah melemparkan tombak beracunnya saat berburu binatang. ''Kita maklumi ketakutan warga tadi. Namun sejatinya, orang Kubu itu bersahabat,'' tambahnya.
Kasru menjelaskan, 30 orang Kubu itu dipimpin Saleh Tung. Mereka mengaku berkelana sampai ke hutan Malau setelah mendapat informasi dari seorang pengusaha bahwa di hutan itu banyak labi-labi (penyu, Red). ''Pengusaha itu berani membayar mahal kalau kami bisa mendapatkan labi-labi itu,'' kata Saleh.
Menurut Saleh, dia dan kelompoknya sudah sekitar dua pekan berada di hutan tersebut. Namun, labi-labi itu tak juga mereka temukan. Mereka pun sadar telah dibohongi pengusaha tersebut.
Selain kelompoknya, kata Saleh, ada beberapa kelompok lain yang juga menyusuri hutan itu demi mencari labi-labi. Menurut dia, jika ditotal, anggota kelompok-kelompok lain itu mencapai 150 orang. Kelompok Saleh sendiri terdiri atas enam lelaki dewasa, lima perempuan dewasa, tiga remaja putri, dan 16 anak-anak.
Hidup dan berkelana di hutan bukan hal baru bagi mereka. Sebab, hal itu sudah menjadi budaya mereka selama ini. Namun, kegagalan mendapatkan labi-labi sebagaimana yang dikatakan pengusaha tersebut membuat mereka kesal. ''Kami kecewa karena sudah lebih dari dua minggu, namun tidak menemukan satu ekor pun labi-labi,'' ujarnya.
Tombak beracun yang diresahkan warga desa sekitar hutan itu, menurut Saleh, sudah menjadi perlengkapan sehari-hari mereka. Bersama parang, senjata itu layaknya bagian dari tubuh orang Kubu. Selain untuk berburu binatang, kedua senjata tersebut juga untuk perlindungan bagi kelompoknya.
Merasa tertipu, kelompok Saleh Tung itu ingin kembali ke habitat mereka di hutan Jambi. Warga sekitar hutan Malau pun membantu kepulangan mereka dengan dana swadaya. ''Memang ada bantuan dari pemkab (Kampar), namun tidak cukup,'' jelas Kasru.
Dia menyesalkan sikap pemerintah yang terkesan tidak peduli terhadap suku terasing itu. Meski sudah berkali-kali dilapori terkait suku tersebut, tidak seorang pun pejabat sampai tingkat kecamatan yang memberikan respons.
Warga sekitar hutan hanya membantu menemukan dan memulangkan 30 suku Kubu itu. Sementara itu, masih ada sekitar 150 orang lainnya yang berkeliaran di hutan di luar habitat mereka. Kasru berharap ada perhatian serius dari pemerintah.
Sumber: www.jawapos.co.id
0 komentar :
Posting Komentar