Kabupaten Karo merupakan daerah yang memiliki keindahan alam yang cukup eksotik serta kebudayaan dan adat istiadat yang unik. Sebagai daerah wisata, Karo memiliki nilai tersendiri di hati para pengunjungnya.
Salah satu daerah tujuan wisata (DTW) yang sudah cukup dikenal di Indonesia, bahkan ke luar negeri adalah Kota Berastagi. Selain udaranya yang sejuk, juga didukung pemandangan alam yang menarik. Kelebihan lainnya, Berastagi dan daerah sekitarnya merupakan sentra produk buah dan sayur-sayuran serta tersedianya pemandian air panas alami. Para pengunjung bisa langsung turun ke ladang petani untuk memetik sayur dan buah yang diinginkannya. Kita juga bisa menatap keindahan alam kota Berastagi dan desa sekitarnya dan puncak Gunung Sibayak dari Bukit Gundaling. Gunung Merapi Sibayak juga menjadi salah satu objek wisata bagi mereka yang hobi mendaki gunung.
Kota Berastagi pernah mengalami masa jayanya. Pemerintah cukup aktif menggelar berbagai kegiatan, untuk menarik wisatawan di antaranya Pesta Buah dan Bunga dan Mejuah-juah yang rutin dilakukan setiap tahun. Ketika itu, hampir setiap hari, ratusan pengunjung berlalu-lalang di kota itu yang secara tak langsung mendongkrak perekonomian masyarakat setempat. Bukan hal yang sulit untuk menjumpai wisatawan manca negara. Tingkat hunian hotel dan penginapan cukup tinggi.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, semangat untuk menyemarakkan Berastagi sebagai DTW perlahan redup. Masyarakat juga seakan kehilangan gairah. Lingkungannya juga terlihat kurang terawat, seakan kehilangan marwah, lalulintas semrawut. Pajak tradisional kurang dikelola dengan baik, sehingga wisatawan tidak merasa nyaman berbelanja. Bule-bule berkeliaran juga semakin langka terlihat. Dan tidak sedikit penginapan yang gulung tikar. Pendaki-pendaki gunung hanya wisatawan lokal, itu pun akan ramai ketika akhir pekan atau musim libur tiba.
Sekarang ini, kita akan sulit melihat atraksi budaya setempat, Pesta Bunga dan Buah juga tidak lagi rutin dilaksanakan. Kalaupun dilakukan, pengunjung tidak seperti yang diharapkan. Itu merupakan akibat kurangnya promosi pariwisata dan budaya Karo ke dunia luar.
Fasilitas yang dulu dibangun pemerintah untuk mendukung Berastagi sebagai kota wisata, kini banyak yang terlantar. Salah satu contoh adalah open stage. Dulu, hampir setiap akhir pekan, bahkan hari-hari biasa, tempat tersebut selalu ramai dikunjungi masyarakat karena ada pagelaran atraksi budaya Karo atau hiburan lainnya. Sekarang, open stage terlihat kumuh tidak terawat dan jarang dipergunakan. Atraksi budaya Karo sangat sulit didapatkan.
Bukit Gundaling yang memiliki kekhasan tersendiri juga mulai terlupakan pengunjung dan terlihat semakin kumuh dan gersang. Infrastruktur jalan yang tidak memadai serta kebersihan lingkungan yang terabaikan, mungkin salah satu penyebab Gundaling dilupakan.
Sedangkan untuk agrowisata, juga terkesan semakin sulit dikembangkan karena lahan pertanian semakin sempit akibat pengalihan fungsi menjadi perumahan. Di sisi lain, jalur alternatif tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penulis berpendapat, sekarang ini sepertinya pemerintah dan masyarakat Berastagi hanya pasrah kepada keadaan alam saja. Keadaan masyarakat saat ini semakin sulit oleh himpitan ekonomi.
Padahal, diyakini, bila potensi alam Berastagi terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Berastagi akan menjadi daerah tujuan wisata utama di Indonesia, yang selalu akan dikenang pengunjungnya dan secara tak langsung mereka juga akan mempromosikannya kepada keluarga dan teman-temannya. Bukit-bukit yang ada dikelola dengan apik, hutannya dijaga hingga wisatawan yang berkunjung bisa betah dengan kesejukan dan keindahan alamnya.
Untuk itu, sangat wajar bila pemerintah dan masyarakat kembali bersama-sama menggali potensi wisata dan budaya kota Berastagi. Atau bila memungkinkan dibentuk suatu lembaga yang khusus mengelola dunia wisata Karo. Warga Karo harus tingkatkan kepeduliannya, ramah kepada pengunjung dan menjaga lingkungan sekitar, agar Karo khususnya Kota Berastagi sebagai daerah wisata kembali berjaya.
Dalam hal ini, marilah kita turut serta dalam mengembalikan citra Berastagi yang nyaris terlupakan sebagai DTW dan sebagai kota budaya di Sumut. Kabupaten Karo bukan hanya terkenal karena pertaniannya saja, tetapi juga wisata, adat dan budayanya.
Pariwisata Berastagi jaya, pasti akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan masyarakatnya. Kesempatan kerja akan semakin terbuka luas. Mari kita perduli!!!
Sumber: www.hariansib.com
Salah satu daerah tujuan wisata (DTW) yang sudah cukup dikenal di Indonesia, bahkan ke luar negeri adalah Kota Berastagi. Selain udaranya yang sejuk, juga didukung pemandangan alam yang menarik. Kelebihan lainnya, Berastagi dan daerah sekitarnya merupakan sentra produk buah dan sayur-sayuran serta tersedianya pemandian air panas alami. Para pengunjung bisa langsung turun ke ladang petani untuk memetik sayur dan buah yang diinginkannya. Kita juga bisa menatap keindahan alam kota Berastagi dan desa sekitarnya dan puncak Gunung Sibayak dari Bukit Gundaling. Gunung Merapi Sibayak juga menjadi salah satu objek wisata bagi mereka yang hobi mendaki gunung.
Kota Berastagi pernah mengalami masa jayanya. Pemerintah cukup aktif menggelar berbagai kegiatan, untuk menarik wisatawan di antaranya Pesta Buah dan Bunga dan Mejuah-juah yang rutin dilakukan setiap tahun. Ketika itu, hampir setiap hari, ratusan pengunjung berlalu-lalang di kota itu yang secara tak langsung mendongkrak perekonomian masyarakat setempat. Bukan hal yang sulit untuk menjumpai wisatawan manca negara. Tingkat hunian hotel dan penginapan cukup tinggi.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, semangat untuk menyemarakkan Berastagi sebagai DTW perlahan redup. Masyarakat juga seakan kehilangan gairah. Lingkungannya juga terlihat kurang terawat, seakan kehilangan marwah, lalulintas semrawut. Pajak tradisional kurang dikelola dengan baik, sehingga wisatawan tidak merasa nyaman berbelanja. Bule-bule berkeliaran juga semakin langka terlihat. Dan tidak sedikit penginapan yang gulung tikar. Pendaki-pendaki gunung hanya wisatawan lokal, itu pun akan ramai ketika akhir pekan atau musim libur tiba.
Sekarang ini, kita akan sulit melihat atraksi budaya setempat, Pesta Bunga dan Buah juga tidak lagi rutin dilaksanakan. Kalaupun dilakukan, pengunjung tidak seperti yang diharapkan. Itu merupakan akibat kurangnya promosi pariwisata dan budaya Karo ke dunia luar.
Fasilitas yang dulu dibangun pemerintah untuk mendukung Berastagi sebagai kota wisata, kini banyak yang terlantar. Salah satu contoh adalah open stage. Dulu, hampir setiap akhir pekan, bahkan hari-hari biasa, tempat tersebut selalu ramai dikunjungi masyarakat karena ada pagelaran atraksi budaya Karo atau hiburan lainnya. Sekarang, open stage terlihat kumuh tidak terawat dan jarang dipergunakan. Atraksi budaya Karo sangat sulit didapatkan.
Bukit Gundaling yang memiliki kekhasan tersendiri juga mulai terlupakan pengunjung dan terlihat semakin kumuh dan gersang. Infrastruktur jalan yang tidak memadai serta kebersihan lingkungan yang terabaikan, mungkin salah satu penyebab Gundaling dilupakan.
Sedangkan untuk agrowisata, juga terkesan semakin sulit dikembangkan karena lahan pertanian semakin sempit akibat pengalihan fungsi menjadi perumahan. Di sisi lain, jalur alternatif tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Penulis berpendapat, sekarang ini sepertinya pemerintah dan masyarakat Berastagi hanya pasrah kepada keadaan alam saja. Keadaan masyarakat saat ini semakin sulit oleh himpitan ekonomi.
Padahal, diyakini, bila potensi alam Berastagi terus dikembangkan, bukan tidak mungkin Berastagi akan menjadi daerah tujuan wisata utama di Indonesia, yang selalu akan dikenang pengunjungnya dan secara tak langsung mereka juga akan mempromosikannya kepada keluarga dan teman-temannya. Bukit-bukit yang ada dikelola dengan apik, hutannya dijaga hingga wisatawan yang berkunjung bisa betah dengan kesejukan dan keindahan alamnya.
Untuk itu, sangat wajar bila pemerintah dan masyarakat kembali bersama-sama menggali potensi wisata dan budaya kota Berastagi. Atau bila memungkinkan dibentuk suatu lembaga yang khusus mengelola dunia wisata Karo. Warga Karo harus tingkatkan kepeduliannya, ramah kepada pengunjung dan menjaga lingkungan sekitar, agar Karo khususnya Kota Berastagi sebagai daerah wisata kembali berjaya.
Dalam hal ini, marilah kita turut serta dalam mengembalikan citra Berastagi yang nyaris terlupakan sebagai DTW dan sebagai kota budaya di Sumut. Kabupaten Karo bukan hanya terkenal karena pertaniannya saja, tetapi juga wisata, adat dan budayanya.
Pariwisata Berastagi jaya, pasti akan berpengaruh langsung terhadap kehidupan masyarakatnya. Kesempatan kerja akan semakin terbuka luas. Mari kita perduli!!!
Sumber: www.hariansib.com
0 komentar :
Posting Komentar